/16/

361 60 4
                                    

||||||||||

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

||||||||||

Jalanan Bandung sekarang gak seperti biasanya, gak sesempurna yang Naray rasain kayak biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jalanan Bandung sekarang gak seperti biasanya, gak sesempurna yang Naray rasain kayak biasanya. Hampa. Atmosfer yang Naray rasain sekarang gak seperti biasanya, entah gimana keadaannya, Bandung selalu punya 1001 cara untuk selalu membuat suasana hati nya baik-baik aja.

Tapi kali ini, 1001 cara itu gak mempan sama sekali. Dan Naray minta maaf kepada Bandung karena harus jadi saksi bagaimana dia menangis. Lagi.

Tolong ingatkan Naray buat hilangin jejak kesedihan tentang kehidupannya di kota ini.

Waktu itu, waktu pertama kali dia liat Bumi nangis, dia gak suka. Dan sekarang Naray nangis, dan dia gak suka.

Lucu. Naray inget gimana dia berusaha buat gak ngeladenin Bumi, bagaimana Bumi buat dia risih bahkan gak respect. Tapi kali ini, Bumi-itu secara gak langsung membuat Naray berharap. Berharap, iya.

Kalimat yang bahkan udah gak pernah Naray pake di hidupnya sejak beberapa tahun yang lalu. Tapi Bumi, dengan lancangnya seolah-olah menerbitkan harapan untuk selalu bersama.

Bumi selalu bilang kalo dia pengen Naray selalu jadi yang pertama buat dia, dan Naray berharap juga.

Dan ternyata, Naray jadi yang pertama lagi. Pertama tau kalo dia dan Bumi adalah saudara.

Naray menyusuri jalanan Bandung yang sekarang udah mulai gelap. Seperti tau suasana hatinya, Bandung bahkan membiarkan hujan jatuh ke Bumi.

Naray diem, nyari tempat duduk dan ngeliat jalanan Bandung yang basah karena hujan. Sekarang udah malem, sekitar jam 7, dan dia belum pulang daritadi.

Naray gak tau harus ngelakuin apa, Naray gak tau harus bersikap bagaimana waktu liat Bumi di asrama nanti.

Bersikap kaya biasanya?

Marah?

Ah mikirinnya aja Naray gak paham. Dari sekian banyak manusia di dunia ini kenapa harus Bumi.

Lagi, Naray nangis.

"Dia, dia gak pernah bahagia", Lirih Naray.

Naray tau persis, gimana Bumi cerita soal ibu nya di bianglala waktu itu. Dia bahkan bicara dalam hati buat selalu bikin Bumi senyum. Ah, selucu itu hidup.

Kita Bersama BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang