/24/

286 13 6
                                    

Perpisahan, adalah perpisahan yang selalu menghantam kekuatan setiap manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perpisahan, adalah perpisahan yang selalu menghantam kekuatan setiap manusia. Semua orang mungkin pernah bertanya, apa sebenernya tujuan perpisahan itu? Tapi kita kayaknya emang gak bisa mengerti apa arti dari perpisahan yang sebenarnya sebelum kita ketemu sama yang namanya perpisahan itu.

Bukan tentang siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling siap menerima.

Maka disini lah Kanaray, masih terdiam di dalam mobil yang lagi terparkir di bandara Husein Sastranegara itu. Bumi dan bundanya udah keluar sejak hampir 10 menit yang lalu, Naray mengelak terlebih dahulu ajakan mereka untuk turun dengan alasan "nanti nyusul".

Sejak fakta bahwa Bumi adalah adiknya, sampai detik dimana Bumi akan pergi ninggalin Bandung pun, bohong kalo Naray sanggup dan fine fine aja sama fakta itu. Rasanya kaya, kebahagiaan apa sih yang sebenernya bakal hadir di hidup dia.

Tapi lagi-lagi Naray juga gak bisa ngelak sama yang namanya takdir.

Nguatin dirinya sendiri, Naray tarik nafasnya dalam-dalam sebelum turun dari mobil dan pamit sama pak supir yang daritadi mandang Naray aneh.

"Udah mau keluar neng".

"Iya mang, punten ya mang".

Sehabis itu, Naray langsung lari buat masuk ke dalam bandara waktu sadar kalo jam penerbangan Bumi hampir tiba.

Bukan, ini bukan adegan Ada Apa Dengan Cinta, karena Naray gak perlu ngomong dulu sama satpam buat masuk dan ketemu sama Bumi.

Dengan nafas yang terengah-engah, Naray akhirnya nemuin bundanya dan Bumi yang saat ini lagi siap-siap dan melihat beberapa bawaan mereka.

Melihat sosok gadis cantik datang, Bumi reflek menyunggingkan senyumnya, kurva bibirnya mendadak naik setelah mengetahui bahwa Naray masih mau mengantar kepergian dia.

Naray menghampiri Bumi dan bunda.

"Udah pada siap semuanya", Ucap Naray seraya membenarkan posisi jaketnya"

"Insyaalloh udah".

Bersamaan dengan itu, suara panggilan yang menandakan bahwa penumpang harus bersiap-siap ke pesawat menjadi tanda bahwa Bumi, bunda dan Naray harus segera berpisah.

Bunda Naray mencium kening anak gadisnya itu seraya meminta maaf kesekian kalinya untuk segala hal yang ia lakukan.

Lalu Bumi, tersenyum tipis sebelum menghampiri Naray yang sedang mati-matian menahan air mata nya.

"Pamit ya, i will always pray the best for you", Ucap Bumi.

Naray mengangguk pelan, "Bumi, lo berhak mendapat kebahagiaan di hidup lo. Lo berhak dicintai sama orang yang tepat di hidup lo, mulai sekarang semoga bahagia lo jadi 100% ya, jangan setengah-setengah".

Bumi maju satu langkah, dengan satu tarikan ia membawa Naray ke dalam dekapannya.

"Maaf ray maaf, i love you with all my heart tapi gue gak akan bisa nge lawan takdir".

Naray tersenyum, tidak ada air mata lagi, yang ada hanyalah senyuman hangat menyambut perpisahan yang dituliskan oleh takdir untuk dia dan Bumi.

"No more cengeng-cengeng ya bumi, nanti kakak marah", Ucap Naray sambil tertawa.

Sebelum pergi, Bumi menarik satu tangan Naray dan memberikan satu lembar surat yang bertuliskan,

Untuk Kanaray, sang pemilik Braga.

///////

Untuk Kanaray, sang pemilik Braga

katanya dunia ini beriringan dengan dimensi lain, katanya dunia ini memiliki dunia paralel dan katanya, aku bukan hanya berperan di satu dunia saja.

maka jika seperti itu, kuharap di dunia manapun, aku bertemu denganmu, hanya untuk sekedar saling menatap dan tersenyum, itu saja.

tapi jika ada satu dunia lagi dimana aku tetap bertemu denganmu, aku ingin dicintai juga olehmu. dikasihi olehmu. dibalas perasaannya olehmu.

tapi jika hanya ada dunia dimana ada aku dan kamu. dan aku yang akan selalu mencintaimu tanpa kamu mencintaiku,
aku akan tetap mencintaimu,
didunia manapun

Salam hangat,
Bumi

///////

Sebenarnya Senja udah gak mau lagi dateng kesini karena ya, udah gak ada lagi yang harus dia urus. Tapi karena ternyata ada beberapa barang penting yang Senja tinggalin disini memaksa Senja harus dateng kesini lagi.

Dengan hati was-was sekaligus takut, Senja masuk ke dalam asrama mentari dengan diam-diam. Berharap tidak ada satupun orang yang melihat dia datang ke asrama ini.

Tapi Senja sedikit bersyukur juga karena ia dapat info kalo Naray lagi anter Bumi ke bandara, yang sebenarnya walaupun Senja lagi galau, dia agak kepo juga sama masalah Naray sama Bumi yang kayanya puyeng banget itu. Terus yang tambah bikin kagetnya lagi, Senja tau kalo Nara mau pindah ke Jakarta.

Si Naren galau gak ya

Itu yang ada di otak Senja waktu denger berita tentang Nara, ya padahal Naren nya kan udah confess ke dia, tapi tetep aja masih sakit. Gitu ceunah.

Pas Senja turun ke bawah dan mau buka pintu buat pulang, Senja dikagetin sama tepukan tangan seseorang di bahunya.

"Ngapain nja?".

Dua kata yang keluar dari mulut orang itu sukses membuat Senja membeku.

Naren berdiri dengan mata sendu nya seraya menatap Senja, tatapan penuh harap sekaligus sedih juga.

"Oh, ini ngambil barang yang ketinggalan", Ucap Senja sambil memperlihatkan beberapa barang nya.

Naren ngangguk-ngangguk, "pulang sama?".

Senja diem, tapi arti diem nya Senja udah bisa di pahami oleh Naren.

Naren ngangguk-ngangguk, "kalo gitu, gue anter sampe depan jalan boleh?".

Senja diem, sebenernya kak Angkasa bilang dia bakal jemput didepan asrama, tapi mungkin ini bisa jadi pertemuan terakhir yang sesungguhnya dengan Naren, Senja akhirnya setuju.

Di perjalanan, hanya terdengar suara jangkrik dan suara alas kaki mereka yang menyatu dengan aspal. Tidak ada yang memulai. Rasanya mau membicarakan perasaan pun sudah tidak bisa lagi dibicarakan. Mungkin untuk sekarang takdirnya harus seperti ini.

Setelah sampai didepan jalan, Naren menatap Senja sambil tersenyum, "sekali lagi, gue minta maaf karena jadi cowok brengsek dan telat sadar sama perasaan gue nja".

Senja diem, "lo cowok baik ren, gue selalu seneng karena bisa kenal sama lo. Bagi gue, lo adalah amin yang gak bisa tersemogakan. Mungkin untuk saat ini"

"Bahagia ya ren, dengan siapapun itu dan bagaimanapun itu".

Bersamaan dengan itu, belum sempat Naren membalas ucapan Senja. Bunyi klakson mobil yang memperlihatkan Angkasa dari jendela seraya melambaikan tangannya membuat Naren memundurkan langkahnya.

Senja tersenyum lagi, senyuman yang sama yang tanpa sadar selalu Naren damba-dambakan.

Senja melambaikan tangannya, lalu pergi bersama dengan takdirnya.

Yah, perpisahan memang perpisahan. Tanpa bisa kita hindari, tanpa bisa kita ekspektasikan
////////

Haiiii, long time no see.
Permintaan maaf untuk semua yang masih mau nunggu cerita ini, awalnya aku lama-lama in update karena cerita ini tinggal 2 part lagi. Eh malah kelupaan dan real life jadi banyak kesulitan.

1 chapter lagi untuk ending!! <3
Btw, Nara dan Nendra akan muncul di chapter selanjutnya yakkk

Kita Bersama BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang