٦

2K 190 1
                                    

Allah menggerakkan hati dua insan untuk saling mencintai, bukan hanya salah satunya.


Sayup-sayup terdengar suara azan dari masjid yang letaknya tidak begitu jauh dari kediaman Bintang.

Sejak pukul 4 pagi tadi, Bintang dan Haikal sudah bangun dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat subuh.

Ini adalah hari pertama bagi Bintang menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Dengan penuh semangat, ia menyiapkan segala perlengkapan sholat untuk suaminya itu.

Mungkin, yang bisa ia lakukan adalah menjadi istri yang sebaik-baiknya untuk Haikal. Berharap seiring berjalannya waktu rasa cinta itu akan tumbuh.

"Pakaiannya sudah aku taruh di atas ranjang, sajadah dan peci juga sudah ada di sana," kata Bintang setelah mengetahui bahwa Haikal telah selesai mandi.

Haikal mengelus pipi Bintang lembut, sedangkan istrinya itu hanya diam tak bergeming.

"Kita bareng ke masjid yuk, setelah itu beli sarapan," ajak Haikal.

"T-tapi setelah sholat, aku sama ummi mau masak," ucap Bintang terbata.

"Yasudah tidak apa-apa," kata Haikal.

"Ayo," lanjutnya.

Tangan Haikal sudah siap untuk menggandeng Bintang, namun Bintang tidak paham dengan kode yang diberikan Haikal.

"Nggak mau gandengan tangan?" tanya Haikal menggoda, sedang Bintang terlihat begitu gugup.

"E-em, ummi sama abi pasti sudah menunggu," tutur Bintang.

"Mari," sambungnya kemudian mendahului Haikal keluar kamar.

Haikal memaklumi ini, mungkin Bintang masih belum berani, mungkin juga masih malu untuk bertingkah romantis dengan dirinya. Atau mungkin, Bintang belum menerimanya sebagai suami. Tapi rasanya itu mustahil, ia yakin bahwa istrinya itu hanya perlu waktu untuk menghilangkan kenangan masa lalunya.

Terlebih lagi ia ingat gumaman Bintang tadi malam saat hampir terlelap, baginya itu sudah cukup menjadi bekal bahwa Bintang pasti akan mencintainya.

**


Semerbak aroma nasi goreng buatan Bintang begitu menggoda rasa lapar. Disandingkan bersama telur ceplok, kerupuk, juga sedikit lalapan. Terlihat sederhana, namun membuat nafsu makan membuncah.

Seluruh anggota keluarga sudah berada di meja makan, siap untuk menyantap makanan sebagai bekal energi pada pagi hari.

"Masakan Bintang ini sangat enak, bahkan enaknya melebihi makanan yang dijual di restoran mewah sekalipun," ujar Hasan melebih-lebihkan.

"Abi ini, harusnya ummi yang dipuji, kan Bintang belajar masak sama ummi," elak Bintang.

Salima dan Haikal hanya tersenyum mendengar perbincangan antara anak dengan ayahnya itu.

"Karena masakan Bintang enak, nih Abi harus makan yang banyak," kata Salima sembari memberi piring berisi nasi goreng tersebut kepada suaminya.

Haikal masih sedikit canggung untuk bereaksi dalam keluarga ini, bahkan untuk sekedar mengambil makanan saja ia belum berani, alhasil dia hanya bisa menonton dan menunggu untuk dipersilahkan.

Melihat itu, Bintang paham dengan apa yang Haikal rasakan. Ia mengambilkan makanan untuk Haikal beserta minumnya.

"Ayo, dimakan," titah Bintang.

Haikal tersenyum, kemudian mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

"Tapi nak Haikal, jangan salahkan kami kalau setelah makan kamu jadi nggak bisa berhenti," ucap Hasan sembari mengunyah.

"Soalnya ini masakan Bintang benar-benar enak," lanjutnya.

Haikal tersenyum tipis.

"Iya bi, masakan Bintang ini emang enak banget," Haikal mengakui.

Bintang yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan merasa sedikit tidak enak hati, takut kalau-kalau pujian ini membuatnya menjadi sombong dan bangga diri.

"Bintang juga kan dibantu Ummi," ujarnya.

"Iya, Abi bersyukur sekali punya dua perempuan yang dapat menjadi penyejuk mata bagi Abi," ungkap Hasan.


Salah satu kebahagiaan dunia adalah mempunyai keluarga yang harmonis, tentram dan rukun. Setelah menikah, Bintang berpikir bahwa bisakah ia membangun rumah tangganya agar tetap baik-baik saja?

Pertanyaan itu terus menyeruak dalam benak Bintang, hingga terkadang membuatnya menjadi ketakutan.

Takut jika ia gagal dalam menjari seorang istri yang baik, takut jika ia gagal menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak.

Bersama orang yang sama sekali belum ia cintai, yang bahkan wajahnya sama seperti masa lalunya itu ... Bintang juga takut akan salah menaruh cinta, menganggap bahwa orang yang bersamanya kini adalah ia yang kini sudah tiada.

~

Bersambung

Jangan lupa baca al-qur'an


Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang