١٥

1.6K 143 0
                                    

Mau mendayung sampai ke syurga?

Destinasi wisata yang pertama mereka kunjungi adalah Pantai Sadranan, letaknya berada di kawasan selatan Kota Jogja, tepatnya di Gunung Kidul.

Pantai ini memiliki ciri khas pasir yang berwarna putih, juga terdapat koral karang yang dekat dengan bibir pantai. Mungkin belum banyak orang yang tahu tentang keberadaan pantai ini, itu sebabnya mereka pergi ke sana. Mereka ingin benar-benar merasakan keasrian pantai, tanpa harus terganggu oleh hiruk pikuk manusia.

Hanya memerlukan waktu kurang lebih dua jam dari hotel yang menjadi tempat menginap Haikal dan Bintang.

Tepat setelah duhur, sekitar pukul 12:30 mereka mulai meluncur membelah jalanan. Sesampainya di sana, waktu sudah hampir asar. Haikal menepikan mobilnya ke masjid terdekat.

"Bentar lagi ashar, kita di sini dulu ya," kata Haikal.

Mereka turun dari mobil, kemudian berpisah menuju area perempuan dan laki-laki.

Tidak butuh waktu lama, sekitar setengah jam kemudian azan mulai berkumandang.

**

Sampailah mereka di Pantai Sadranan, sejuk dan bahkan menenangkan. Ombaknya halus, airnya jernih, tidak kalah indah dengan pantai-pantai lain yang sudah terkenal keindahannya.

"Mau naik perahu kano?" tawar Haikal.

Bintang langsung menggeleng, "Takut tenggelam."

"Nggak usah takut, kan pakai pelampung."

"Haikal saja, biar aku tunggu di sini," tolak Bintang.

"Ayolah, tenang saja, Bintang bakalan aku jaga biar nggak jatuh nanti," bujuk Haikal.

Dengan sedikit terpaksa, akhirnya Bintang mau menuruti ajakan Haikal. Ini pertama kalinya bagi Bintang naik perahu, sebelumnya ia tak pernah mau. Alasannya selalu sama, ia takut tenggelam karena tidak bisa berenang.

Dengan hanya menyewa seharga lima puluh ribu rupiah perjamnya, mereka mulai menaiki perahu menuju ke laut.

Haikal duduk di belakang Bintang sembari mendayung. Hebat sekali ya, setelah menyetir, kini ia harus mendayung. Lagi pula Bintang tidak meminta, ini semua murni karena keinginannya, jadi ia nikmati saja.

"Jangan terlalu jauh dari tepian ya, jujur aku takut banget," ucap Bintang.

"Iya, Bintang tenang saja," kata Haikal.

Jantungnya berdetak kencang, meski Haikal selalu memastikan bahwa semua akan baik-baik saja, tapi tetap Bintang tidak merasa tenang sebelum ia turun dari perahu.

Setelah beberapa menit, perahu tidak lagi bergerak. Ia tersadar mungkin terlalu berat jika perahu yang berisi dua manusia, sedangkan yang mendayung hanya satu orang saja. Bintang inisiatif sendiri mengambil dayung yang sedari tadi didiamkan dan mulai ikut mendayung.

"Sudah biar aku saja yang mendayung, Bintang masih deg-degan kan?" kata Haikal.

"E-eng-enggak," ucap Bintang terbata.

"Yakin?" rayu Haikal.

"Yakin, kasian Haikal kalau harus mendayung sendirian," jawab Bintang.

"Mendayung bareng sampe ke syurga mau?"

Bintang sedikit melirik ke belakang, "Haikal mau?" tanyanya.

"Siapa sih yang nggak mau masuk syurga, apalagi sama keluarga," jawab Haikal.

"Kalo begitu, arahkan perahu ini dengan benar. Jika suatu saat nanti perahunya bocor, maka segeralah ditambal, jangan sampai perahu yang kamu dayung tenggelam, kemudian karam di tengah lautan," ujar Bintang.

Haikal terpaku, ia belum bisa mencerna. Yang dikatakan Bintang barusan sebuah perumpamaan atau hanya sekedar perkataan tanpa makna? Tapi Haikal berpikir, bahwa itu adalah sebuah pertanda, juga sebuah nasehat untuknya.

Lama mereka berada di atas air, kini mereka mendayung menuju tepian. Waktu pun sudah semakin sore, mereka lanjut dengan jalan menyusuri pantai sambil menikmati keindahan senja.

"Bintang suka senja?" tanya Haikal setelah mendudukkan diri.

"Suka, aku memang suka langit, apapun keadaannya," jawab Bintang.

"Banyak orang yang menyukai senja, tapi abai dengan fajar," ucap Haikal.

Bintang hanya melirik sekilas ke arah Haikal, kemudian kembali memandang langit yang sedang menunjukkan keindahan sekejapnya.

"Padahal waktu fajar itu menenangkan, tidak kalah indah juga dengan senja," sambung Haikal.

"Banyak juga orang yang hanya bahagia ketika langit cerah, ia bahagia ketika langit sedang menunjukkan keindahannya. Tapi saat langit itu mendung, berapa banyak orang yang mengeluh?" ujar Bintang.

"Itu sebabnya aku menyukai langit, bagaimanapun keadaannya," lanjut Bintang.

Hening, mereka hanyut dalam lamunan masing-masing. Perlahan semburat jingga pada langit sore ini mulai menghilang, berganti dengan kegelapan yang mampu mengistirahatkan jiwa-jiwa yang penat karena aktivitas kesehariannya.

"Sudah mau maghrib, ayo bersih-bersih dulu," ajak Haikal.

Mereka menuju mobil untuk mengambil baju ganti dan pergi ke toilet umum yang tersedia di pantai ini.

Setelah selesai, Haikal dan Bintang mulai meninggalkan pantai, beralih pada masjid terdekat yang mereka kunjungi pada waktu asar tadi.

~
Bersambung

Jangan lupa baca al-qur'an.

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang