٢٧

1.4K 146 3
                                    

Jika kamu terluka, biar aku yang merasakan sakitnya.

- Haikal Al-latif -

Matahari mulai berada tepat di atas, manusia pun sudah sejajar dengan bayangannya. Setelah sholat zuhur, mereka berniat untuk pulang.

"Kita pulang ke rumah Kak Bintang saja ya," pinta Husna.

"Iya, tapi jangan lupa kabarin Abi sama Ummi," ucap Bintang.

Mereka semua sudah menaiki sepeda motornya masing-masing, bersiap untuk kembali membelah jalanan.

"Aku langsung pulang saja ya," kata Alna.

"Nggak mau ikut mampir dulu, Kak?" tanya Hasna.

"Ayo mampir dulu saja, searah kan?" tawar Bintang.

Alna menggeleng sembari mengulum senyum, "Terima kasih, tapi kapan-kapan saja ya."

Setelah selesai tawar menawar untuk mampir, Bintang melajukan motornya terlebih dahulu, disusul Husna yang membonceng Hasna, kemudian Alna.

Melewati jalanan yang naik turun, bahkan terkadang ada jalan yang sedikit berbatu. Tepat ketika mereka melaju pada jalan raya—pada lampu merah, sebuah mobil dari arah kanan—yang seharusnya berhenti itu, menerobos lampu merah dan alhasil menabrak sepeda motor yang dikendarai Bintang.

"Kak!"

"Kak Bintaaang."

"Bintaaang."

Bintang sedikit terpental, ia ambruk dan tidak bisa bangkit. Malangnya, seseorang yang berada di dalam mobil tidak mau bertanggung jawab. Sempat berhenti, namun setelah itu kabur. Warga meneriaki mobil tersebut, namun tak dapat berbuat lebih.

Banyak orang langsung mengerumuni Bintang, termasuk kedua adiknya dan Alna. Mereka menepikan motornya kemudian menolong Bintang yang terjatuh di atas aspal.

Mereka membopong Bintang untuk menepi dari tengah jalan, salah satu warga menolong sepeda motor Bintang yang sudah sedikit hancur. Spionnya patah, ada yang retak dan beberapa lecet pada bagian badan motor.

"Kak, ini gimana?" cemas Husna yang sedang memangku Bintang.

Alna melepas helm yang masih Bintang pakai. Kondisi Bintang benar-benar lemas, gamis hitamnya sedikit basah karena darah dari lutut dan tulang kering, bahkan tangannya.

"Coba telepon Haikal," kata Alna tak kalah cemas.

Dengan segera Hasna menyambungkan panggilan pada kakaknya itu.

"Halo, assalamu'alaikum," ucap Hasna dengan sedikit terisak.

"...."

"Bang, K-kak Bintang."

"...."

"Kecelakaan."

"...."

"Di lampu merah."

"...."

"Wa'alaikumussalam," Hasna mengakhiri panggilannya.

Ia terlalu cemas, begitupun dengan Husna dan Alna, hingga tak tahu harus melakukan apa. Mereka seolah tak bisa berpikir, banyak warga yang melihat dan menolong, namun tak ada yang memberi bantuan untuk mengantar Bintang menggunakan mobil.

**

Sekotak bekal makanan siang yang Bintang buat, telah Habis dilahap Haikal. Setelah menikah, ia sudah jarang membeli makanan di kantin pada jam istirahat, ini menurutnya adalah sebuah cara untuk menghemat.

Dering telepon berbunyi dari handphonenya, terbaca jelas bahwa yang menelepon adalah Hasna. Sebuah kejadian yang sangat jarang terjadi, tumben sekali adiknya itu meneleponnya pada saat bekerja.

"...."

Haikal gelisah begitu menjawab panggilan dari adiknya. Suara Hasna terdengar bergetar dan disertai isakan kecil.

"Wa'alaikumussalam, ada apa, Na? Kok nangis," jawab Haikal resah.

"...."

"Kak Bintang kenapa?" tanya Haikal mulai sedikit panik.

"...."

Haikal langsung terdiam, raut wajahnya langsung berubah cemas. Hatinya mencelus, ia sedikit tak percaya, namun mendengar Hasna berbicara sambil terisak begini, tidak mungkin jika ini adalah sebuah candaan.

"K-kecelakaan? d-dimana?"

"...."

"Abang ke sana sekarang, assalamu'alaikum."

"...."

Setelah mendapat panggilan, Haikal langsung meminta surat izin meninggalkan pekerjaan. Saat ini ia lebih mementingkan Bintang, istrinya itu membutuhkannya sekarang.

Haikal pergi ke parkiran dan segera melajukan mobilnya ke tempat yang dikatakan Hasna tadi. Pikirannya sudah ke mana-mana, ia sangat cemas hingga sedikit menaikkan kecepatan.

**

Bintang sudah benar-benar kehabisan tenaga, matanya sedari tadi terbuka kini hendak menutup. Berkali-kali Husna menepuk pipi Bintang agar tetap terjaga, ia takut jika Bintang menutup matanya, Bintang akan terlelap selamanya.

"Kak Bintang, jangan tidur Kak, sebentar lagi Bang Haikal ke sini, iya kan Na?"

"Iya Kak, Bang Haikal sebentar lagi datang, Kak Bintang bertahan ya," kata Hasna.

Beberapa menit kemudian, Haikal datang dan langsung membopong Bintang masuk ke dalam mobil. Hasna ikut dengan Haikal untuk menjaga Bintang, sedangkan Husna dan Alna menyusul dengan motor.

Rumah sakit menjadi tujuan mereka sekarang. Haikal yang tengah menyetir sesekali menengok ke belakang untuk melihat kondisi Bintang, ia merasakan sedih.

Kebetulan sekali jalanan terasa lenggang, memudahkan Haikal untuk sampai di rumah sakit lebih cepat.

Bintang yang merebah di pangkuan Hasna, berkali-kali ingin memejamkan matanya. Ia sudah tidak kuat lagi untuk terus terjaga, sekujur tubuhnya merasakan nyeri, kepalanya sangat pusing. Sakit yang bahkan belum pernah Bintang alami sebelumnya.

"Bintang kuat ya sayang, sebentar lagi sampai," ucap Haikal menenangkan, padahal ia sendiri tidak tenang sama sekali.

~

Bersambung.

Terima kasih sudah membaca ☺️

Jangan lupa vote dan komen kalau perlu, hehe.

Jangan lupa baca al-qur'an ya.

Tag aku di ig @yulia.yp jika membagikan sesuatu dari cerita ini.

Sampai jumpa di bagian selanjutnya.

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang