٢٩

1.6K 142 1
                                    

Kalau cinta, kenapa benci melihatku berlinang air mata?

- Bintang Rahmania Putri -

"Kondisi Ibu Bintang tidak begitu parah, hanya luka-luka pada bagian kaki dan tangannya saja. Setelah kami periksa pada bagian kepala, tidak terjadi apa-apa. Begitupun pada bagian kaki dan tangan, tidak ada patah tulang atau sebagainnya," ujar dokter.

"Baik dokter, terima kasih," ucap Haikal.

"Boleh saya kunjungi istri saya?" lanjut Haikal bertanya.

"Boleh, silahkan."

Ada perasaan sedikit lega pada diri Haikal, hal-hal mengerikan yang Haikal pikir akan terjadi ternyata tidak benar.

Kini langkah kakinya menuju ruangan Bintang yang sudah dipindahkan ke ruang perawatan umum.

Sesampainya di sana, ternyata sudah ada orang tuanya yang menunggu di luar ruangan. Haikal menyalimi kedua orang tuanya itu, kemudian duduk di sebelahnya.

"Kenapa nggak masuk?" tanya Haikal.

"Ada orang tuanya Bintang di dalam, nggak enak kalo masuk semua," jawab Rosita.

Tak ada percakapan setelah itu, suasana ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang mencari ruangan, maupun suster yang bolak-balik mendorong troli makanan untuk diberikan ke setiap pasien, dari ruangan ke ruangan.

"Sebenarnya, kejadiannya itu seperti apa?" tanya Ilyas, ia menatap pada dua orang anak kembar yang duduk di samping pintu.

Hasna dan Husna masih menunduk, mereka sedikit bergetar untuk mengungkapkan kejadiannya. Mereka masih syok melihat kecelakaan ini di depan mata mereka.

"J-jadi gini, Bi," ucap Husna sedikit terbata, ia sedikit bingung untuk melanjutkan ucapannya.

"Saat itu lampu merah, nah kita kan nyebrang tuh, Kak Bintang di depan. Terus tiba-tiba ada mobil dari arah kanan yang nerobos lampu merah, jadi Kak Bintang yang saat itu di depan ketabrak sama mobil itu," lanjut Husna.

"Terus pelakunya?"

"Kabur."

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian mereka. Hasan dan Salima muncul dari sana dan menyapa semua orang yang ingin menjenguk Bintang.

"Yas, Haikal, kita pulang dulu ya, saya ada keperluan lain," kata Hasan.

"Iya, hati-hati ya, San," kata Ilyas.

Hasan mendekat ke arah Haikal dan berdiri di hadapannya. Haikal ikut berdiri, sejajar dengan mertuanya itu. Bahunya ditepuk perlahan, raut wajah datar dari Hasan cukup membuat Haikal jadi menegang.

"Tolong jaga putri Abi!" seru Hasan.

"Pasti, Abi, maaf untuk kali ini."

Hasan mengangguk, ia merengkuh Haikal ke dalam pelukannya, sesaat kemudian pergi disusul Salima.

Hasan mengerti, ini bukan suatu kesalahan Haikal yang kurang menjaga Bintang. Hanya saja ia ingin Haikal lebih bisa merawat putrinya dengan baik, apalagi dengan keadaan Bintang yang sekarang.

Ia ingin sekali selalu berada di samping Bintang setiap saat, tapi kini sudah tidak bisa. Sudah ada yang menggantikan posisinya, yang lebih berhak atas Bintang sekarang.

"Nak, temui Bintang sekarang," ucap Rosita.

"Ummi sama Abi?"

"Kami nanti saja, biar kamu duluan."

Haikal melangkah menemui Bintang. Dibukanya pintu itu perlahan, takut nanti mengganggu istrinya itu.

Haikal mematung di ambang pintu, melihat istrinya yang sedang terbaring lemas di atas ranjang pesakitan.

"Kenapa berdiri di sana? Sini masuk," lirih Bintang.

Haikal menuruti perkataan Bintang dan langsung duduk di samping ranjang. Ia pegang tangan Bintang yang tersambung dengan jarum infus, Bintang tidak memakai cadar sekarang, membuat wajahnya yang pucat terlihat oleh Haikal. Hatinya mengiba, tidak tega melihat orang yang sangat ia cintai dalam keadaan seperti ini.

Bintang tersenyum, tapi Haikal malah mengeluarkan air mata. Membuat ia jadi ikut menangis juga.

"Kenapa menangis? Ada yang sakit?" tanya Haikal cemas.

Bintang sedikit menggeleng, ia justru menghapus air mata Haikal yang menggenang di sudut matanya.

"Jangan menangis Bintang, aku tidak suka melihatmu seperti ini," ucap Haikal.

"Kamu cinta sama aku?" tanya Bintang yang langsung di beri anggukan oleh Haikal.

"Tapi kenapa benci melihatku berlinang air mata?"

Haikal terpejam, ia arahkan tangan Bintang pada pipinya.

"Bukan seperti itu, aku hanya tidak ingin kamu terluka dan menangis karena kesakitan yang kamu rasakan."

"Tapi aku bukan seseorang yang kuat, Haikal. Aku perlu menangis untuk mengembalikan sisi kuat dari diriku."

Haikal tak dapat berkutik, berkali-kali ia cium tangan Bintang yang berada dalam genggamannya.

~

Bersambung

Jangan lupa baca al-qur'an

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang