١١

1.7K 165 2
                                    

Rumah tangga adalah suatu kolaborasi untuk bisa sampai ke syurga.

Sekitar pukul tiga dini hari, Haikal menggoyang-goyangkan pipi Bintang yang berada di pelukan Husna.

Bintang mengerjapkan mata, kemudian perlahan bangun dari tidurnya.

"Tahajud yuk," ajak Haikal.

Berumah tangga bukan sekedar mencari kebahagiaan dunia, tapi lebih dari itu. Dalam islam, berumah tangga bisa berfungsi sebagai penguat keimanan kepada Allah.

Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah menerangkan bahwa: "Semoga Allah memberi rahmat seorang laki-laki yang bangun malam kemudian shalat, lalu membangunkan istrinya kemudian shalat. Jika istrinya enggan ia memercikkan air di wajahnya. Dan semoga Allah memberi rahmat seorang wanita yang bangun malam kemudian shalat, lalu membangunkan suaminya kemudian shalat. Jika suaminya enggan ia memercikkan air di wajahnya."

Sebagai kepala rumah tangga, Haikal berkewajiban untuk menuntun dan membimbing keluarganya untuk taat kepada Allah. Keinginannya hanya satu, yaitu bisa berkumpul lagi di syurga kelak.

Haikal sadar bahwa Bintang adalah sosok penurut, ia mudah diarahkan ketika salah. Hal apa lagi yang membuat Haikal bahagia selain mendapat istri salihah?

Di ruang tengah yang mereka tiduri tadi terdapat sekat sebagai musala kecil, mereka berdua sholat di sana dengan khusuk.

Dua rokaat sholat tahajud dan juga sholat taubat sudah selesai mereka dirikan, tinggal berdoa dan memohon ampun kepada Sang Pencipta.

Hampir setiap hari, bahkan sebelum menikah Bintang memang sering melaksanakan sholat malam. Terlebih lagi sholat taubat, karena baginya hal itu sangat penting sekali. Setiap hari, manusia tidak bisa lepas dari dosa. Walaupun tanpa disadari, bahkan bermuka masam kepada orang tua maupun suami, itu saja sudah bisa dikategorikan sebagai dosa.

Malam itu, Bintang benar-benar meminta agar segera didatangkan rasa cinta untuk Haikal dan menghilangkan perasaan yang ada pada Husein.

Bahkan tadi, ketika Haikal membangunkan dirinya ... Bintang mengira bahwa itu adalah Husein. Beruntungnya ia tidak menyebut nama Husein, entah apa yang terjadi jika Bintang salah berucap lagi.

Sekali mungkin Haikal maafkan, yang kedua kali belum tentu.

Usai sama-sana berdoa, mencurahkan segala keluh kesah pada Sang Pencipta, mereka lanjut dengan mengaji. Untuk kembali tidur rasanya tidak mungkin, takut nanti waktu subuh terlewatkan.

Karena bagaimanapun, sholat wajib lebih utama dari pada sholat sunnah. Ada yang begitu semangat menjalankan sunnah, tapi ketika melaksanakan yang wajib malah melakukannya secara terpaksa.

Lantunan ayat-ayat al-qur'an terdengar begitu menenangkan. Mereka mengaji surah ar-rahman, surah yang pertama kali membuat Haikal jatuh hati pada Bintang.

"Aku mengagumimu lewat suara, lewat lantunan ayat demi ayat dari surah cinta-Nya, yang kemudian masuk ke dalam hati dan menjadikan rasa kagum ini berubah cinta," batin Haikal. Ia menatap dalam wajah Bintang yang masih mengaji, sungguh Haikal sangat mencintai istrinya ini.

Bintang yang tersadar bahwa ia sedang diperhatikan itu menghentikan bacaannya, ia balik menatap Haikal.

"Selesai ngajinya?" tanya Bintang.

Haikal tergelak.

"E-eh iya, sekarang lagi merhatiin bidadari ngaji," ucap Haikal sedikit terbata.

Bintang menaruh al-qur'an di rak. Sekitar lima belas menit lagi azan subuh akan segera berkumandang, mereka bersiap untuk pergi ke masjid.

"Husna nggak dibangunin dulu?" tanya Bintang.

"Coba Bintang bangunin Husna ya, aku tunggu di luar," kata Haikal.

Bintang masuk, sekitar lima menit berlalu keluar lagi.

"Husna lagi nggak sholat katanya," ucap Bintang

"Loh kenapa?" tanya Haikal.

"Biasalah, cewek," jawab Bintang.

Haikal ber-oh ria, lalu sama-sama melangkah menuju masjid.

Masjid komplek tidak terlalu jauh dengan kediaman mereka, hanya melewati beberapa rumah saja.

Sampai di sana, mereka berpisah menuju tempat masing-masing.

Hijab atau pembatas antara jama'ah laki-laki dan perempuan cukup tinggi, memudahkan bagi Bintang untuk melepas cadar ketika sholat.

Beda cerita jika pembatas itu pendek, atau bahkan tanpa pembatas. Bintang akan sholat tetap memakai cadar, sebab hidung bukan termasuk bagian yang wajib menempel langsung di sajadah. Beda dengan jidat, yang wajib menempel tanpa ada penghalang.

**

Ketika fajar tiba, Haikal dan Bintang berjalan pulang. Pagi hari itu terasa sangat sejuk, terlebih lagi di sini mayoritas orang berbusana muslim, mengingatkan lagi bahwa mereka tinggal di perumahan islami.

Di taman komplek ini terdapat tulisan 'kawasan berhijab' atau bahkan plang-plang bertuliskan peraturan keagamaan lainnya.

Sesampainya di rumah, Husna sudah menunggu di luar. Duduk pada kursi samping pintu sambil meminum segelas susu yang dibuatnya sendiri.

"Bang, Husna pulang agak siangan aja ya," kata Husna.

"Kenapa?" tanya Haikal.

"Husna betah di sini, enak lingkungannya," ujar Husna.

"Tadi aja banyak banget rombongan orang yang pulang sholat subuh, mana ada cogan lagi," lanjutnya.

"Inget, zina mata!" seru Haikal sambil menimpuk Husna dengan sajadahnya.

"Haha, iya bang maaf, khilaf," akunya.

"Khilaf apa emang sengaja?" tanya Haikal ketus.

"Aku masuk dulu ya, mau siapin sarapan," kata Bintang.

"Ikut kak, Bang Haikal lagi sewot," ucap Husna mengekor pada Bintang.

~
Bersambung
Jangan lupa baca al-qur'an

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang