٢٨

1.6K 135 0
                                    

Be a positive thinking.

Lorong rumah sakit menjadi saksi atas tangisan Haikal ... meski tanpa suara, sudut matanya mulai berair. Tepat setelah mobil Haikal berhenti pada area gawat darurat, brankar rumah sakit langsung menghampiri mereka untuk membawa Bintang ke ruang pemeriksaan.

Tepat di depan pintu ruang ICU Haikal berhenti mengiringi Bintang, ia tidak diizinkan untuk masuk.

Tembok menjadi sasarannya, sedikit memukul kemudian terkulai lemas dan bersandar di sana.

Hasna yang melihat Haikal bertingkah demikian merasa kasihan. Ia mungkin merasa bersalah karena telah mengajak Bintang untuk jalan-jalan, tapi tidak ada yang perlu di salahkan di sini.

"Sabar ya Bang," lirih Hasna sembari mengelus bahu Haikal.

**

Suara langkah kaki memecahkan keheningan, tapi Haikal tetap berada pada posisinya—duduk membungkuk sembari menutupi wajahnya. Husna dengan Alna baru sampai di sini, napas mereka masih terengah-engah, seperti habis berlari.

"Gimana Bintang?" tanya Alna sembari mengatur napasnya.

"Lagi ditangani Kak, di dalam," jawab Hasna.

Pandangan mata Alna beralih pada Haikal yang masih setia pada posisinya, ia berjalan mendekat dan duduk di samping Haikal, hanya menyisakan sedikit jarak di antara mereka.

"H-haikal," panggil Alna, namun Haikal tak bergeming.

"M-maaf karena tak bisa menjaga Bintang, sebenarnya kemarin aku yang mengajak Hasna dan Husna jalan-jalan ...," Alna sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Aku juga yang menyuruh mereka untuk mengajak Bintang, j-jadi aku minta maaf," lanjut Alna.

Haikal sedikit mengangkat kepalanya, melihat ke arah Alna yang telah selesai berbicara.

"Lalu harus bagaimana? Ini sudah terjadi, daripada kamu sibuk merasa bersalah dan meminta maaf atas kejadian ini, lebih baik kamu berdoa untuk istri saya," tegas Haikal.

"Maaf buk...."

"Sudah ku bilang berhenti meminta maaf!" seru Haikal memotong ucapan Alna. Nada bicara Haikal sedikit meninggi, membuat Alna jadi terlonjak kaget dan sedikit tersentak.

"Apa dengan kamu meminta maaf lalu Bintang bisa pulih begitu saja? Tidak!" maki Haikal. Rasa cemas akan kondisi Bintang membuat emosinya sedikit memuncak.

Hasna dan Husna yang sedari tadi diam kini menengahi. Alna dituntun oleh Husna untuk menjauh dari Haikal, bisa-bisa ia mendapat amukan yang lebih besar lagi jika terus berada di sana.

"Maaf sudah membuat keributan di sini, Kakak pulang saja ya, nitip salam buat semuanya, kabarin kalau Bintang sudah sadar," ucap Alna.

"Iya Kak, hati-hati ya," kata Husna.

Alna melenggang pergi, maksudnya hanya ingin menghilangkan rasa bersalahnya, tapi malah membuat keributan dengan Haikal.

**

"Sudah kasih kabar ke Ummi, Abi?" tanya Haikal.

"Sudah, katanya sebentar lagi ke sini," jawab Hasna.

"Ummi, Abinya Kak Bintang?"

"Belum, nggak punya kontaknya."

Haikal merogoh sakunya, mengambil handphone dan langsung menghubungi keluarga Bintang.

Sudah setengah jam lamanya Bintang menjalani pemeriksaan, namun tak kunjung usai. Pikiran Haikal sudah melayang ke mana-mana, bahkan kabar terburuk yang mungkin nanti akan ia terima pun sudah ada dalam benaknya.

Ia berusaha menepis segala prasangka buruk dan mengganti dengan rasa percaya bahwa Bintang akan baik-baik saja.

Bukankah Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya? Jadi untuk apa takut akan kejadian yang belum tentu terjadi? Berpikir positif memang sangat diperlukan, selain menenangkan pikiran, berprasangka baik kepada Allah juga merupakan iman. Percaya saja, bahwa Allah akan selalu bersama dengan hamba-Nya.

Akan ada hikmah di balik kejadian yang menyakitkan ini, untuk dirinya, maupun untuk Bintang sendiri.

~

Sampai jumpa di bagian selanjutnya.

Terima kasih sudah membaca ☺️

Jangan lupa baca al-qur'an.

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang