٢٢

1.4K 147 2
                                    

Aku tidak cemburu, hanya saja aku tidak suka jika ada wanita lain yang menanyakan tentangmu.

- Bintang Rahmania Putri -

Sebuah nampan berisi minuman yang Bintang bawa diletakkannya di atas meja, ia kemudian duduk di atas sofa, menemani seseorang yang datang ke rumahnya ini.

"Silahkan diminum," tawar Bintang. Dalam hatinya, ia masih belum paham, mengapa orang ini langsung bisa mengenalinya setelah lama mereka tidak saling jumpa?

Begitu banyak pertanyaan yang menyeruak dalam kepalanya. Salah satunya tadi, tapi yang lebih ingin Bintang ketahui adalah tentang tujuannya ke sini.

"Kamu benar Bintang kan?" tanyanya.

"Iya, kok kamu masih inget aku?" Bintang balik bertanya.

"Aku tuh kenal sama mata kamu, waktu di pondok juga kan sering banget liat kamu pake cadar, jadi udah hafal lah," ujarnya.

Bintang terdiam sejenak. Rasa ingin tahunya kembali menyeruak, sedari tadi Bintang menunggunya untuk mengungkapkan maksud dan tujuannya, namun tidak juga terlontarkan.

"E-emm, kalo boleh tahu, kamu ke sini ada perlu apa ya, Na?"

Alna—salah satu teman satu kelas Bintang saat di pesantren dulu. Terakhir kali mereka bertemu adalah saat kelulusan, setelah itu tidak ada lagi komunikasi antara mereka. Selain karena dulu pertemanan mereka tidak begitu intens, mereka berdua juga tidak saling berkabar antara satu sama lain. Kabarnya hanya tahu lewat postingan-postingan di media sosial saja.

"Aku ke sini mau ketemu Haikal."

**

Haikal nampak mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia pikir, selama cuti maka segala pekerjaannya akan dialihkan kepada orang lain, namun ternyata hanya sebagian saja. Ada beberapa—lebih tepatnya banyak berkas yang memang harus Haikal sendiri yang tangani.

Ibu jari beserta telunjuknya berusaha memijit dahinya sendiri. Baru juga masuk kerja, sudah dihidangkan berkas dan data yang mungkin tidak cukup jika dikerjakan satu hari.

"Sabar ya, kemaren yang ngerjain kerjaan lo anak baru soalnya, jadi wajar aja kalo agak kewalahan. Sampe jadi numpuk gini, imbasnya ke lo juga," ujar Daffa—rekan kerja yang masih satu divisi dengannya.

Posisi Haikal bukanlah bos ataupun seseorang yang memiliki jabatan tinggi, ia hanya staff biasa, namun cukup dipercaya oleh atasannya. Hingga terkadang, ada beberapa berkas yang harusnya dikerjakan oleh atasannya, justru malah dilimpahkan pada Haikal. Sebenarnya hal tersebut tidak dibenarkan, seorang atasan tidak pantas melakukan demikian, namun Haikal terima saja.

"Kayanya gue lembur nih," kata Haikal.

"Kasian banget sih, padahal baru masuk kerja," kekeh Daffa. Ia menepuk bahu Haikal kemudian beralih ke meja kerjanya.

Haikal mengambil handphonenya, membuka aplikasi whatsapp untuk mengabari Bintang ... bahwa kemungkinan dirinya akan pulang malam.

Tanpa menunggu balasan, Haikal kembali fokus pada monitor di hadapannya untuk kembali bekerja.

**

Sebuah notifikasi muncul di layar handphone milik Bintang, katanya Haikal akan pulang malam. Ia justru bernapas lega, sebab Alna tidak akan bertemu dengan Haikal.

Ia tidak cemburu, tapi ada sedikit rasa tidak rela mengetahui ada wanita lain yang mencari suaminya itu.

Sempat Alna berkata bahwa ada sesuatu yang harus ia bicarakan dengan Haikal. Apapun alasannya, Bintang tidak suka. Karena jika berkaitan dengan pekerjaan, harusnya tidak sampai ke rumah.

"Sepertinya Mas Haikal pulang malam, mau nunggu?"

Bintang merutuki ucapannya sendiri, mengapa ia mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak ia inginkan hal itu terjadi.

"Nggak jadi nunggu deh kalau pulang malam, nanti aku ke sini kapan-kapan saja," kata Alna.

Bintang bernapas lega, dalam hatinya mengucap syukur. Tapi ada yang janggal, Alna berkata bahwa ia akan datang lagi kapan-kapan, berarti kemungkinan bisa saja ia datang saat Haikal sedang ada di rumah.

"Eh, boleh aku nanya?" tanya Alna.

"Iya boleh," jawab Bintang.

"Kamu adiknya Haikal ya?"

Pertanyaan Alna membuat jantung Bintang seperti terkena pukulan berapi menyakitkan, apa Bintang terlihat seperti adik jika bersanding dengan Haikal? Pikirnya.

"B-bukan," ucap Bintang terbata. Alna menautkan alisnya, seolah meminta jawaban yang lebih.

"Aku ...."

"Saudara?" potong Alna.

"Aku istrinya," tegas Bintang.

Alna nampak kaget, ia sempat mematung sesaat. Bintang berpikir, sepertinya ada sesuatu antara Haikal dengan Alna.

"Memang kamu belum tahu?" tanya Bintang pelan, namun tak digubris oleh lawan bicaranya.

Alna tetap diam, pikirannya seolah tertawan oleh pengakuan Bintang.

"Maaf mengganggu, tapi aku harus bicara dengan Haikal," desak Alna.

"Hari minggu aku ke sini lagi, tidak akan lama," lanjut Alna kemudian pergi, tentunya sembari mengucapkan salam. Langkahnya penuh emosi, membuat Bintang jadi semakin bertanya-tanya.

"Ada apa antara Haikal dengan Alna?" batinnya.

~

Bersambung.

Terima kasih yang sebanyak-banyaknya untuk yang sudah membaca cerita Bintang ini, dan yang sudah vote juga terima kasih banyak 🤩❤️❤️❤️❤️.

Semoga kalian semua senantiasa diberi keberkahan dalam hidup. Aamiin 🤗.

Jangan lupa baca al-qur'an.

Bintang dan Kenangan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang