Reynald 19

202 5 0
                                    

Mata Anggi mengerjap, cahaya senja menyilaukan matanya yang baru saja terbuka. Wajah pria paruhbaya yang berdiri menghampirinya dan memastikan keadaan Anggi sudah stabil saat ini.

"Bersyukur kondisimu tidak telat tertolong" ucapnya

"Om yang tolong aku?" Tanya Anggi parau, lelaki paruh baya itu mengangguk. "Kenapa om harus tolong aku, padahal aku udah susah payah nahan nafas"

Pria itu hanya tersenyum, "dasar anak remaja sekarang kalo pikirannya buntu langsung bunuh diri!! Segitu gak berharganya nyawa buat kamu??"

"Bukan gitu om" ucap Anggi seraya memalingkan wajahnya kembali menatap senja.

"Saya tinggal kamu disini sendirian, bila perlu sesuatu panggil perawat didepan" perintah pria itu namun hanya mampu Anggi angguki pelan. "Jangan berbuat nekat lagi, karena luka ditubuhmu sudah terlalu banyak"

Anggi diam membisu. Luka yang disembunyikan selama ini terbongkar perlahan.

"Om" panggil Anggi.

"Saya akan jaga rahasia kamu" ucapnya seraya berlalu meninggalkan kamar rawat Anggi.

****

Sudah empat hari Anggi hilang seperti ditelan bumi, setelah memastikan kondisi Reynald baik dan bisa pulang dua hari yang lalu. Kini Cakra berdiri didepan rumah Anggi, rumah itu terlihat sepi dan tak berpenghuni.

"A, mau kerumah tante Nadia??" Tanya seseorang yang Cakra tak kenali, mungkin tetangga Anggi.

"Iya, om!! Tapi keliatannya rumah Anggi sepi" jawab Cakra santai.

"Setahu om sih tante Nadia dirumah sakit nemenin Anggi"

"Anggi dirumah sakit??" Tanya Cakra memastikan dan pria itu mengangguk "kenapa om?? Rumah sakit mana??"

"Di rumah sakit Persada!! Gatau sih om juga cuma ramenya sih gosip dia percobaan bunuh diri!! Mungkin frustasi sama keadaan tante Nadia yang semakin mengkhawatirkan" ujarnya.

"Makasih om, kalo gitu saya pamit mau jenguk ke rumah sakit aja" ucap Cakra yang segera berlalu meninggalkan rumah Anggi.

****

"Makasih, Tan. Udah mau jenguk Anggi" ucap Anggi pada tante Martha

"Lain kali jangan nekat lagi yah!! Kasian mama kamu juga" ucap tante Martha seraya menatap kearah mama yang duduk disofa dengan tabloid ditangannya. "Coba kalo om hendri gak kebetulan lewat mungkin kamu udah ninggalin mama kamu"

"Iya, tan!! Reynald gimana keadaannya??" Tanya Anggi yang khawatir dengan keadaan Reynald.

"Biarin aja dulu dia mah!! Supaya dia tahu rasa!! Kalo soal badan dia mah sekarang udah oke kok!!"

Brakkkk....

Pintu kamar inap dibuka kasar oleh Cakra dan Reynald. Mata Anggi terbelalak melihat kearah pintu. Sementara tante Martha dan Mama menatap dua cowo itu dengan tatapan meremehkan.

Cakra dan Reynald berjalan kearah Anggi dan menatap Anggi horor. Cakra hanya diam membeku menatap Reynald memeluk paksa Anggi.

"Lepasin gue, Rey!!" Tolak Anggi namun sama sekali tak didengar oleh Reynald.

"Nad, kita mending makan malam dulu yuk ah!! Bosen nonton drama anak remaja sekarang" sindir tante Martha yang berlalu bersama Mama.

Reynald melepaskan pelukannya pada Anggi dan menangkup kedua pipi Anggi. "Sakit apa??" Tanya Reynald.

"Lo gak denger tadi ayah ngomong apaan??" Ucap Cakra mengingatkan.

"Jangan diulang" pinta Reynald pada Anggi dan mengacuhkan Cakra yang sejak tadi menjawab semua pertanyaan Reynald.

"Gue cape jadi mending kalian pulang" usir Anggi yang tak kuat menahan airmata yang siap meluncur kapanpun.

"Eh bege, gue udah cape-cape kesini dengan banyak perjuangan dan segampang itu lo ngusir" ujar Cakra.

"Lo mau bales dendam??" Tanya Reynald.

"Gue cape" singkat Anggi.

"Iya cape lo itu dengan nyari mati dan terjun dari atap rumah sakit" sindir Cakra yang kesal sendiri setelah mendengar detail penuturan ayahnya.

Anggi mendesah pasrah. "Gue lagi khilaf"

"Kebanyakan khilaf" lagi dan lagi Cakra menyindirnya.

Anggi diam, matanya menatap kearah pintu. "Gue dateng cuma sama Cakra" jawab Reynald mewakili pertanyaan gerakan Anggi.

"Maaf yah, Rey!! Atas semua kesalahan gue yang lalu dan yang kemarin" ungkap Anggi penuh penyesalan.

"Gue keluar dulu deh biar kalian beresin masalah kalian" ucap Cakra yang berlalu meninggalkan Reynald dan Anggi berdua didalam.

"Maafin ucapan Karina yah" ucap Reynald memulai percakapan.

"Selalu lo yang minta maaf atas ucapan Karina sama gue" batin Anggi.

Anggi mengangguk dan tersenyum. "Sakit Rey" manja Anggi memperlihatkan tangannya yang membengkak akibat jarum infus.

"Kenapa gak ngomong sama suster kalo tangan lo bengkak" ucap Reynald khawatir. "Biar gue panggil suster dulu yah"

"Gak usah!! Diusap-usap aja" pinta Anggi.

"Mana bisa sembuh!! Ini dunia real bukan kek drama yang lo tonton cuma diusap sakitnya ilang" cerocos Reynald yang kini keluar kamar inap Anggi tanpa menunggu persetujuan.

Anggi mendesah pasrah saat Reynald kembali bersama suster yang membawa peralatan medis entahlah apa itu namanya anggi sendiri tak peduli.

Sungguh Anggi sudah tak aneh merasakan sakit seperti ini hanya saja efek bersama Reynald membuatnya terlihat berlebihan.

"Makasih suster Ana" ucap Reynald yang sudah hafal nama suster dirumah sakit milik ayahnya itu. Sang suster hanya tersenyum dan berlalu begitu saja meninggalkan ruangan.

"Cepet sembuh biar cepet masuk sekolah" seru Reynald memecahkan lamunan Anggi

"Iya"

"Besok gue udah mulai sibuk pemadatan" cerita Reynald mengingat dia sebentar lagi lulus dan berganti status.

"Jaga kesehatan kalo cape istirahat jangan dipaksain, gue gak mau lo kenapa-napa"

"Nggi"

"Iya gue tau, gue cuma ngingetin dan selebihnya hak lo mau denger atau enggak" nada Anggi kini terdengar seperti sinis. "Walau gue gak dideket lo, Karina pasti ada disamping lo selalu. Karena dia yang ngerti lo dibanding gue"  ujar Anggi.

Entah mengapa Anggi tiba-tiba kesal setelah kata sibuk keluar dari Reynald dan itu membuat Anggi berfikir waktu Reynald lebih banyak bersama Karina dibanding dirinya.

"Gak gitu, Nggi!!"

"Gue ngantuk Rey." Tukas Anggi sebelum Reynald kembali memulai percakapan dan berujung sakit dihati Anggi kembali.

****

Reynald✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang