Reynald 39

217 7 5
                                    

Anggi pov

Mataku mengerjap menatap lampu kamar yang remang, aku baru saja keluar dari rumah sakit setelah mendekam cukup lama disana dengan serangkaian tes sebelum diizinkan pulang, pikiranku terus menerawang pada ucapan papa dan juga Cakra yang menjawab sama setiap aku bertanya soal keberadaan Reynald.

Aku sendiri masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Reynald hingga dia memilih pergi tanpa memutuskanku atau setidaknya memberiku kepastian. Tanganku dengan lincah mengotak atik ponsel yang selalu gelap itu berusaha mencari pencerahan atas segala kesemu'an hubunganku.

Entahlah disetiap masalahku mengapa selalu Matthewlah yang muncul dan tanpa berpikir panjang aku segera menelfonnya.

"Halo, Matthew ganteng lo lagi dimana?" tanya Anggi saat sambungan telfon terhubung.

"........"

"Sensi amat sih lo!! Ketemuan yuk di cafe deket rumah ada yang pengen gue obrolin"

"........"

"Kalo elo sibuk yaudah malem aja!!"

"........"

"Oke, gue tunggu yah!! Bye Mamat" ledekku namun tak membuat sedikitpun aku bahagia.

****

Lagi dan lagi setelah menunggu kedatangan Matthew dicafe tempat kita bertemu dengan sepihak Matthew membatalkannya dengan alasan ada kuliah tambahan. Dengan langkah gontai aku memaksakan berjalan keluar cafe ditemani semilir angin malam.

Aku begitu merasakan dadaku sesak oleh rasa rindu yang tak jelas dimana keberadaan orangnya. Tanpa berniat pulang kerumah, Aku memilih jalan sebentar setidaknya membuang sedikit rasa rinduku pada Reynald.

Mataku menatap tak sengaja kearah pedagang angkringan dimana dua sejoli sedang dimabuk cinta, yang membuatku mengingat kembali saat dengan perasaan ragunya Reynald mengiyakan kemauanku dulu makan diangkringan.

"Lo dimana sekarang Rey? Lo sehatkan, Rey? Lo gak tau apa gue disini kangen sama lo, khawatir juga sama lo" ungkapku pada angin yang membawa suaraku menghilang beserta hembusannya.

Aku menerawang kelangit dimana bulan begitu indah berharap airmataku tak lolos kembali setiap mengingat Reynald.

****

Hari selanjutnya....

Aku memberanikan diri datang kerumah Reynald, rumah itu masih sama dan aku berjalan kearah pintu utama seraya menekan bel. Menunggu seseorang muncul dari balik pintu.

Mataku berbinar saat yang membuka tante Martha bukan Cakra, senyumku terbitkan walau terlihat senyumku itu penuh kepura-puraan.

"Siang tante" sapaku ramah.

"Loh Anggi!" ucapnya terlihat sedikit terkejut. "Sama siapa kesini?" tanya tante Martha sambil celingukan ke kiri dan kanan memastikan.

Aku menggeleng seraya menyodorkan kue kesukaan Reynald. "Aku gak masalah, tan. Kalian sembunyiin Reynald dari aku. Tapi, tolong kasih kue ini buat dia" ucapku sedikit berharap Reynald yang menerima kue itu bukan tante Martha.

"Nggi" panggil tante Martha sangat pelan. "Reynald udah gak ada di Indo" lanjut tante Martha. "Dia tetep ngambil jadwal semula keberangkatannya tanpa mau menunda melihat kondisimu saat itu" ucap tante Martha yang membuatku sesak sendiri. "Berusahalah hidup mandiri tanpa Reynald. Tante tau kamu tersiksa begitupun Reynald tapi ini terbaik untuk hubungan kalian" lanjut tante Martha.

Aku mengernyit bingung, sejak kapan tante Martha ikut campur dalam urusan percintaan anak-anaknya. Seingatku, tante Martha orangnya cukup bijaksana dalam memberikan keputusan terhadap pilihan anaknya.

"Maksud tante?"

"Ini terbaik untuk masa depan kalian" cicit tante Martha. "Reynald anak satu-satunya dan pewaris tunggal keluarga ayahnya dan mau tak mau harus memiliki keturunan sementara kamu gak mungkin bisa memberikan itu" jelas tante Martha tanpa ditutup-tutupi.

"Tante ngomong apa sih? Anggi gak ngerti sama sekali" ucapku bingung dengan arah pembicaraan tante Martha.

"Gak baik ngobrol didepan rumah, lebih baik kita obrolkan didalam" usul tante Martha yang hanya aku setujui agar cepat mendapat penjelasan tanpa meninggalkan rasa penasaran sedikitpun.

"Kejadian waktu itu membuat Reynald harus merelakan kamu dan meninggalkan kamu jika saat jadwal keberangkatannya Reynald telah tiba dan kamu masih tak kunjung sadar maka Reynald harus melepaskan kamu tanpa perlu mengatakan kalimat berakhir" jujur Tante Martha yang masih kucerna sedikit demi sedikit.

"Karena apa dia harus terpaksa merelakanku?" tanyaku penasaran.

"Karena ayahmu yang meminta dan ayah Reynald juga menyetujuinya saat mengetahui kondisimu yang sebenarnya" jawab tante Martha yang membuat aku tambah syok. "Ayah Reynald berharap sangat besar pada anak kandung satu-satunya itu, dan jika Reynald masih bersamamu kemungkinan memiliki anak takkan berhasil karena rahimmu sudah...." tante Martha menghentikan ucapannya.

"Rahimku kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi yang aku gak tau"

"Tanyakan pada ayahmu apa yang terjadi, dan tante mohon lepaskan Reynald"

"Tan" panggilku lirih "bisa aku minta tolong"

Martha masih diam berusaha menahan sesak didadanya mengingat kejadian yang terjadi sebelum Reynald meneruskan studynya.

"Aku hanya meminta Reynald menghubungiku satu kali saja, aku ingin hubunganku berakhir dengan kata perpisahan yang jelas."

"Akan tante usahakan, Nggi"

"Makasih, tan!! Aku pamit pulang" ucapku seraya beranjak dari sofa ruang tamu rumah Reynald tanpa banyak basa-basi.

Hatiku sesak mengingat kejadian selama aku tak sadarkan diri banyak yang tlah aku lewati dan satu terungkap kepergian kekasihnya bukan karena tak mencintainya tapi karena keterpaksaan.

"Kenapa ayah jahat sama aku!!!" ucapku pelan ditambah kepalan tangan menahan amarah.

Reynald✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang