Selamat datang, selamat membaca.
***
Semua orang menatap Jocelyn yang tiba-tiba masuk ke dalam kabin kapal. Tanpa sepatah kata apa pun. Termasuk Xylo dan Doxi yang terus memperhatikan.
"Hei! Apa kakakmu itu gila? Siapa Tuannya di sini? Joce?!" kesal Xylo. Dia sangat terkejut sekaligus heran. Ini sama sekali bukan Jocelyn yang dia kenal. Selama ini, untuk perintah apa pun, belum pernah Jocelyn seperti ini. Jocelyn berubah atau memang Xylo belum mengenal gadis itu yang sesungguhnya?
Emosi Xylo semakin di ujung kepala. Dia menatap sinis pada semua yang ada di sana. "APA? KENAPA? DIA MEMANG GILA! DI MANA ADA SEORANG BUDAK SEPERTI ITU!" teriak Xylo lagi. Meski terbesit sedikit rasa khawatir pada Jocelyn, tetapi emosi dan kecewanya lebih besar.
Satu tamparan berhasil dilayangkan oleh Doxi. Dia menatap tajam laki-laki di depannya. "Tuan Xylo Yang Terhormat, tolong jaga ucapanmu. Kakakku orang baik, meski dia kasar. Camkan itu. Dia tidak mungkin seperti ini tanpa alasan!" tegas Doxi selepas menampar pipi Xylo hingga tercipta ruam kemerahan.
Xylo memegang pipi kanan-yang tadi ditampar Doxi-lalu, dia tersenyum remeh. Lantas kembali menatap Doxi menantang. "Berani sekali kamu. Ini kapalku! Jocelyn itu budakku! Aku bebas melakukan apa pun padanya! Asal kamu tahu, kakakmu seharusnya bersyukur telah menjadi budakku!"
Dia mengepalkan tangan, lalu mengarahkannya pada pipi kiri Doxi. Emosi Xylo sudah mencapai puncak.
Pun dengan Doxi. Meski dia baru bertemu lagi dengan kakaknya, tetapi pemuda itu sangat tidak suka jika ada orang yang meledek atau menjelekkan Jocelyn seperti itu. Terlebih, Jocelyn perempuan.Karena mereka berdua sama-sama tidak dapat mengatur emosi, terjadilah perkelahian. Mereka juga tak segan saling mengeluarkan umpatan kasar satu sama lain.
Freqiele dan Trapesium menyaksikan itu, mereka memberi kode pada lelakinya untuk memisahkan mereka berdua---Doxi dan Xylo. Namun, bukan semakin membaik, setelah Woody dan Cello mencoba memisahkan, perkelahian malah semakin menjadi.
Zealire menatap Doxi khawatir. Perkelahian ini tidak main-main. Mereka saling mengeluarkan tenaga kuat. Trapesium memeluk Freqiele erat, dia tidak bisa melihat hal ini lebih lama lagi. Trapesium khawatir dengan keadaaan Jocelyn.
Pun dengan Freqiele. Setelah melihat cara bicara Jocelyn tadi, dia semakin yakin ada sesuatu terjadi pada gadis itu. Hal ini membuat Freqiele tidak tenang, cemas. Bagaimana jika dia melakukan hal yang tidak-tidak di dalam kabin kapal sana? Ah, pikiran Freqiele tidak benar.
"Kalian tolong ... berhenti," lirih Zealire pelan. Sangat pelan hingga tidak ada yang mendengarnya.
Dalam kabin, Jocelyn samar-samar mendengar perkelahian itu. Juga kata-kata yang diucapkan Xylo. "Ya, aku memang pantas."
"Bodoh. Aku bodoh. Jocelyn bodoh. Tidak bisa menjaga diri. Menjalankan misi. Kamu pantas mendapatkan ini. Mati saja kamu. Sekarang, kamu tidak berhak hidup atau mencintai. Xylo terlalu baik hati untuk perempuan bejat sepertimu," lirih Jocelyn. Gadis itu, ah, bukan gadis lagi. Wanita itu menangkup kedua lutut. Mendunduk dalam.
Terus menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. "Zea, bagaimana bisa kamu bertahan? Aku sudah merasa sangat tidak pantas. Tolong, siapa pun, bunuh aku sekarang."
Kembali lagi ke perkelahian. Sepertinya Doxi dan Xylo sudah sedikit tenang, Woody dan Cello berhasil memisahkan mereka. Zealire segera berlari menuju Doxi. Terlihat banyak sekali memar dan luka-luka di tubuh Doxi.
Dengan bantuan Woody dan Cello. Mereka membawa Xylo serya Doxi ke dalam kapal untuk diobati. Meski luka pada tubuh Doxi lebih parah, bukan berarti Xylo juga tidak terluka. Doxi tadi bukan main memukul dengan tenaga penuh, memar kebiruan itu terjejal di pipi kanannya sambil memegangi air hangat Xylo mengompres pipi sendiri.
"Doxi, apa kamu tidak ap--"
"Kamu lihat, Beban! Kondisiku tidak mungkin tidak apa-apa." Tatkala tersadar malah membentak Zealire, Doxi menggumamkan kata "maaf". Gadis itu tidak salah, tetapi perasaannya sedang buruk saat ini. "Aku butuh waktu untuk sendiri."
Doxi bangkit meninggalkan kabin tersebut. Padahal lukanya belum terobati sepenuhnya, tetapi tidak ada satu pun yang bisa mencegah.
***
"Jocelyn! Jocelyn, tolong buka pintunya!" teriak Freqiele setengah gila karena khawatir.
"Joce, buka pintunya aku tidak akan banyak bicara. Aku janji," sahut Trapesium dengan suara bergetar.
Mereka begitu khawatir sekarang jelas saja karena sudah satu hari Jocelyn mengurung diri, tanpa pernah keluar sedikit pun. Semetara yang di dalam kamar tersebut seolah tuli, Jocelyn tidak mendengar apa pun selain gumamnya sendiri.
"Bodoh, bodoh, aku bukan gadis lagi."
Tak ada lagi tetesan air mata yang mengalir deras seperti kemarin, semuanya telah kering. Jocelyn telah menghabiskan waktu seharian untuk menangis, kini matanya bengkak dan merah mengerikan.
Wanita itu hanya meringkuk di pojok ruangan, memeluk lututnya sendiri. Tidak ada yang bisa dia harapkan lagi, tidak ada yang bisa menolongnya. Bahkan ketika dia sangat butuh pertolongan sekalipun.
Mereka tidak akan mengerti, hanya akan mencela dirinya yang kotor ini. Dia gagal, lebih kotor daripada siapa pun. "Aku sendirian," gumam Jocelyn menatap langit ruangan yang berlapiskan kayu.
Tidak ada hamparan kebiruan serta putih yang dia lihat. Gelap, pengap, sempit serta kayu yang kian melapuk di sisinya. Dia memang masuk ke kamar yang tidak memiliki jendela. Hanya ada ventilasi sebagai lubang pergantian udara.
"Berhenti pedulikan dia!" Sebuah suara membuat kedua gadis yang berdiri di luar pintu itu menoleh.
Xylo datang bersama Zealire di belakangnya. Masih terlihat jelas marah yang terpajang di wajah lelaki tampan itu, bahkan sedikit kebencian di sana.
Orang yang paling dia percaya dan cintai sekarang membuatnya kecewa. Tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari wanita seperti itu. Xylo mungkin salah menilai Jocelyn selama ini. Wanita tersebut sama sekali tidak bertanggung jawab.
"Huft. Zealire, Trapesium, Freqiele, Cello, Woody, juga Doxi harus melanjutkan misi yang belum diselesaikan Jocelyn," jelas Xylo, "bersamaku."
Semuanya tampak terkaget, mereka sudah bertualang sendiri dan kini harus kembali bertualang lagi. Di mana pun petualangannya itu pasti tidak mudah. Ditambah lagi, bersama sang tuan.
Freqiele tahu hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat mereka harus menggantikan posisi Jocelyn untuk mencari benda itu. Harta karun yang entah apa bentuknya.
"Tuan ... apa kita tidak menunggu penjelasan Jocelyn? Dia pasti punya alasan pulang tanpa apa-apa," cicit Zealire merasa tidak enak hati.
Dia merasa sesuatu yang buruk telah menimpa Jocelyn. Hatinya dari kemarin tidak bisa tenang. Bagaimana kalau orang-orang Bleedpool itu melakukan sesuatu yang buruk pada Jocelyn?
"Tidak bisa. Sampai kapan kita harus membuang-buang waktu untuk menunggunya keluar dari kamar? Peta lebih penting," pungkas Xylo.
Tidak ada yang membantah lagi. Bahkan melihat raut wajah lelaki itu yang kepalang serius Trapesium sedari tadi tidak berani bersuara. Mereka harus melanjutkan petualangannya.
***
Sampai jumpa, terima kasih.
***
Regards:
BRM UNIT
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Spiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...