Selamat datang, selamat membaca.
***
"Kumohon, Tuhan, jangan cabut nyawaku dahulu. Bisa-bisa aku mati penasaran sungguhan!"
Celetukan Trapesium membuat Woody mencebik. "Jaga bicaramu, banyak anak kecil!"
Felix menggelengkan kepala, kemudian memanggil putra sulungnya. "Sam, ajak teman-teman barumu main di ruang tengah. Jangan nakal, oke?" titahnya setelah melihat ketiga anaknya telah berganti pakaian yang bersih.
"Aye aye, Ayah!" seru Sam sambil hormat. Dia menatap anak-anak balita yang menjadi tamu. "Ayo main!"
Bayi di genggaman Trapesium jelas tidak bisa diajak pergi. "Ayo, mulai ceritakan dari awal," tuntut Trapesium.
Jocelyn menyeruput tehnya dengan santai. Freqiele yang gemas sebisa mungkin melakukan kontak fisik dengan perempuan tersebut. Segera saja Jocelyn mendelik dan menjauhkan tangannya sendiri. "Jangan lagi, Freq. Tidak boleh sembarangan membaca pikiran orang."
Freqiele memutar bola mata dan menggerutu keras. "Cepat beri tahu! Aku bisa saja meminta Cello menjagalmu lalu akan kusentuh lengan--"
Dehaman Felix membuat Freqiele terdiam. Dia menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. "Baik, baik, aku diam."
"Joce, jangan terlalu lama!" desak Zealire.
Jocelyn berdecak. "Kalian makin tua justru bertambah tingkat ketidaksabarannya, ya." Ketika hendak mengulur waktu lagi, ujung matanya melihat Xylo yang juga tampak penasaran. Segera Jocelyn alihkan pandangan dan mulai bercerita. "Jadi--"
"Aku saja," potong Felix, "enam tahun lalu, aku menemukan perempuan yang dengan sisa tenaganya berenang tak berdaya. Melawan ombak ganas. Kalau saja tidak kutolong saat itu, pasti dia sudah mati. Luar biasanya lagi, gadis itu adalah Jocelyn."
"Kenapa memang kalau Joce?" tanya Cello menyerobot.
Felix tersenyum miring. Dia tumpangkan kaki kiri ke bagian kanan. "Cinta pada pandangan pertama." Melihat raut wajah Xylo berubah, Felix segera menambahkan penjelasan. "Lagi pula, bersama Xylo pun tiada harapan. Tentu aku tahu pernikahanmu dengan putri mahkota kerajaan sebelah akan segera terjadi. Benar-benar jalan mulus. Takdir yang merestuiku."
Xylo meraih cangkir, menyesap perlahan. Enggan berkomentar. Biarlah Felix yang terus bicara dengan gaya menyebalkannya.
"Setelah kutolong dan memindahkan Joce ke perahu, aku menuju pulau terdekat. Selain dia butuh pertolongan sesegera mungkin, berada di sana lebih aman dibanding Zararia," kata Felix.
"Bukankah di Zararia aman?" tanya Doxi.
Felix menggeleng. "Tentu tidak, karena Xylo tahu tempat itu, hahaha."
Xylo menggigit biskuit yang disuguhkan. "Berhenti menyeret namaku, Felix!"
Keadaan mulai rileks. Satu per satu kepingan pertanyaan akan segera terjawab. Cerita berhenti sejenak karena bayi Trapesium mengompol. Jadilah Jocelyn meminjamkan popok anaknya pada Trapesium. Sepuluh menit kemudian kisah kembali dilanjut.
"Kalian harus tahu betapa mengerikan seorang Jocelyn ketika tahu aku penyelamat hidupnya. Bicara hanya satu-dua kata, enggan tersenyum, bahkan sering menolak ketika kusodori makanan. Setelah beberapa hari menetap di pulau itu, aku memutuskan membawa Jocelyn kembali ke Zararia. Tentu saja kehadirannya ditolak mentah-mentah. Aku adalah bangsawan Zararia, mereka pikir tak pantas jika aku bersama Jocelyn."
Jocelyn mengangkat tangan. "Biar aku yang lanjutkan. Dengan sikap sok pahlawannya, dia melepaskan gelar pangeran sekaligus pemimpim kota demi budak belian sepertiku. Katakan, perempuan mana yang tidak luluh? Ditambah, kulihat sendiri keseriusannya ketika merawatku yang sedang sekarat waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Spiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...