Selamat datang, selamat membaca.
***
Trapesium dan beberapa orang lainnya dengan cepat menoleh ke sumber suara. Di sana terlihat Xylo yang terang-terangan mengajak mereka untuk segera pulang.
Wajah kecewa terlihat dengan jelas pada semua orang di sana, terutama Trapesium. Dia menekuk wajahnya, tidak ingin menatap ke arah Xylo. Sementara Xylo merasa heran, kenapa mereka ini?
Dia merasakan semua pasang mata menatapnya lekat. Xylo semakin kebingungan. "Ada apa ini? Apa aku salah berucap?" tebaknya tergagap. Jocelyn sedari tadi hanya memperhatikan, dia ingin tertawa sangat kencang kala mendengar penuturan terakhir Xylo.
Wanita itu berjalan mendekati Xylo perlahan. Dia menepuk bahu tuannya, lalu berkata, "Haduh, kamu tidak bisa melihat, ya? Mereka sedang bersenang-senang. Tidak bisa tinggal di sini sedikit lebih lama? Hitung-hitung menyegarkan pikiran."
Xylo terperanjat mendengar perkataan Jocelyn yang kelewat santai. Siapa tuannya di sini? Akan tetapi, biarlah, itu memang Jocelyn. Xylo menarik dua sudut di bibir, menciptakan sebuah senyuman.
Dia menarik napas sebentar sebelum melanjutkan perkataan. "Sedang apa kalian? Sampai tidak mau pulang?" tanya Xylo.
Trapesium dengan cepat mengutarakan semua rencana dia dan yang lain. "Di danau itu ada perahu, kami berniat ingin menaiki perahu itu bersamaan. Ah ralat, maksudku berpasangan. Aku dengan Kak Woody-ku, Zea dengan Doxi, dan Cello dengan Freq. Tadinya, Joce akan ikut ke kapal Zea, tetapi karena ada Tuan sekarang, maka Joce akan bersama Tuan!"
Melihat Xylo yang hendak membalas, Trapesium buru-buru memotong sebelum ungkapan Xylo itu terlontar. "Tenang, Tuan. Itu akan menyenangkan! Bolehkan? Selama ini kita sibuk mencari harta karun, setelah itu mengurus banyak hal rumit. Mari tenangkan diri dulu sekejap!"
Yang lain tersenyum bahagia mendengar ucapan Trapesium. Akhirnya, gadis dengan otak trapesium itu mengutarakan hal yang benar dan bermanfaat. Freqiele semula hanya menyimak, kini ikut angkat suara. "Esi benar, Tuan. Ayo! Aku yakin Tuan juga sangat lelah, 'kan? Mari menyegarkan diri!"
Xylo menghela napas pasrah setelah mendengar semua ocehan para budaknya. "Baiklah, aku setuju. Kalian saja yang memimpin. Aku mengikuti," kata Xylo pasrah.
Perkataan itu disambut sorakan bahagia dari para gadis, terutama Trapesium dan Freqiele. Mereka menyorakkan kebahagiaan dengan menyatukan kedua telapak tangan dengan gembira.
"Baiklah, sekarang, ayo kita membeli pie lebih dulu! Kita akan beri berapa potong?" tanya Trapesium sembari mulai berjalan. Yang lain mengikuti.
"Empat, mungkin?" balas Zealire ragu.
Freqiele kemudian terkekeh, lalu beroceh, "Tidak-tidak, jangan. Kamu seperti tidak tahu Esi saja, dia makan sangat banyak. Bisa-bisa Woody tidak kebagian nanti."
Ocehan---lebih cenderung mengejek ---yang dilontarkan Freqiele untuk Trapesium sontak mengundang gelak tawa dari semua orang. Tak terkecuali Woody.
***
Mereka semua telah sampai di tepi danau. Woody dan Trapesium menjadi pasangan pertama yang naik ke dalam perahu, diikuti Cello dan Freqiele, serta Doxi dan Zealire. Lambaian tangan menghiasi, Trapesium terus melambai pada pasangan lain sembari meneriakan, "Halo! Hai! Esi di sini!"
Woody tertawa renyah melihat tingkah gadis penyuka kuning ini. Di sisi danau, ada Xylo dan Jocelyn yang masih setia diam di tempat. Memperhatikan pasangan lain dari sisi danau. Kemudian, Xylo bertanya, "Kenapa kita tidak menaiki perahu juga?"
Jocelyn menoleh dengan tatapan sinis. "Aku malas. Hanya menonton juga sudah cukup menyenangkan."
Baru saja Xylo hendak menimpali ucapan Jocelyn, teriakan Trapesium dari tengah danau memotongnya. "JOCE! TUAN! AYO KE SINI! INI MENYENANGKAN! DANAUNYA SANGAT INDAH!" Gadis itu berteriak sembari melambai-lambaikan tangan, mengajak Jocelyn dan Xylo untuk ikut serta.
Jocelyn geleng-geleng melihat Trapesium yang sangat antusias. Dia yakin jika Woody sedang senewen karena takut gadisnya jatuh dari perahu. Xylo tetap bergeming di tempatnya. Pelan dia berucap, "Esi tidak tahu saja, di sini ada yang lebih indah."
"Apa itu?" Jocelyn menatap ke arah Xylo.
Bisa-bisanya Jocelyn bertanya lagi. Xylo yakin ucapannya tidak serumit itu untuk dipahami. Kedua sudut bibirnya tertarik. "Orang yang sedang kutatap. Memangnya apa lagi kalau bukan Jocelyn Doxienne?"
Suara Trapesium terdengar lagi, menganggu Jocelyn yang tenggelam dalam rasa malu ditatap oleh Xylo. Gadis bergaun kuning itu melambai-lambai dari perahu, tubuhnya condong ke luar. Jika tidak ada Woody yang menahan tubuhnya, bukan Trapesium sudah berkawan dengan ikan.
Xylo mengalah. Dia bangkit dan mengulurkan tangan pada Jocelyn. "Kamu tidak kasihan jika Esi tercebur ke danau karena menyuruh kita naik perahu?"
Tawa kecil terdengar. Jocelyn meraih tangan Xylo, menggenggamnya erat. Lalu bangun dari duduknya. "Sebenarnya aku mengira Tuan tidak mau naik perahu. Aku sangat ingin dan menunggu ajakan darimu."
Ucapan Jocelyn membuat Xylo nyaris menganga. Memahami wanita lebih sulit daripada belajar politik, percayalah. Dia menggiring Jocelyn untuk menaiki perahu kayu kecil. Bisa dinaiki empat orang, jika mau sempit-sempitan. Mereka duduk berhadapan. Xylo duduk di dekat dua dayung yang ada di masing-masing sisi perahu. Sedangkan di belakang Jocelyn, ada tiang kecil yang biasa digunakan untuk menggantung lampu saat malam hari.
Lengan kekar Xylo mulai mendayung perahu. Perlahan, mereka menjauhi daratan dan mulai bergabung dengan perahu-perahu lain. "Sudah dua tahun kuhabiskan sebagian besar di atas air. Aku suka naik perahu." Xylo memulai pembicaraan.
"Namun, dua tahun ini, ehm, maksudku setelah dua tahun itu aku akan berjalan di daratan untuk mengurus Empcount. Menurutmu, apa aku sanggup?"
Trapesium yang kegirangan menyuruh Woody untuk mendayung perahu mereka ke arah Xylo dan Jocelyn.
"Sial, aku masih sayang telinga." Xylo mendayung perahunya menjauh. "Jangan kemari, Esi! Kuperintahkan sebagai tuanmu!" teriaknya.
Trapesium cemberut di tempatnya. Dia menyalahkan Woody yang terlalu lama mendayung perahu. Padahal jarak mereka memang jauh. "Sudahlah, Esi, kamu tidak bisa menganggu Tuan Xylo dan Joce, mereka juga mau kencan seperti kita."
"Jadi ... kita sekarang sedang kencan?"
"Iya. Apa lagi?"
Mendengar itu, Trapesium semakin cemberut. "Harusnya Kak Woody romantis seperti Doxi dan Cello. Aku dari tadi memperhatikan wajah Freq dan Zea yang berbunga-bunga. Mungkin hanya aku saja yang cemberut."
Woody mengurut dada, tetapi senyumnya tidak lenyap. "Dari tadi kamu bahkan tertawa hanya melihat danau. Aku tidak tahu bagaimana nasib jantungku kalau Dewi Rawi ini lebih bersinar lagi. Lihatlah, aku hampir mati karena jantungku lari seperti kuda."
Trapesium memukul lengan Woody, dia malu, sungguh. Namun, pertanyaan konyol merusak rencana Woody. "Memangnya jantung Kakak punya kaki?"
***
Sampai jumpa, terima kasih.
***
Regards:
BRM UNIT
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Spiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...