Selamat datang, selamat membaca.
***
Dua tahun berlalu cepat untuk pertumbuhan Empcount. Wilayah perkebunan, pertambangan, perdagangan, wisata, dan industri aksesori berjalan lebih dari sekadar kata baik. Relasi terbentuk karena kerja keras Xylo yang mendatangi satu per satu kota lain dan merencanakan pertemuan untuk mengobrol. Para wanita Empcount juga sedikit sibuk dengan kerajinan mereka.
Satu kereta kuda mewah tiba tepat di depan pancuran pusat kota Empcount. Wanita dengan baju serbahitam dan topi bundar panjang berkulit terang itu turun dari sana. Semua pandangan langsung tertuju, aksesoris yang dia pakai tampak sangat mahal.
Redup-redup sinar cahaya matahari pagi yang hari ini ditutupi awan mendung membuat wanita itu tampak sangat bersinar. Dia berjalan beberapa langkah, sebelum akhirnya bagian kaki bawah ditabrak oleh seorang anak kecil dengan es krim di tangan.
"Haaa? Punyaku tumpah!" seru gadis kecil itu dengan nada merengek.
Sementara, di belakangnya, sang ibu berlutut memohon ampun di depan Jocelyn. Warga sekitar yang melihat ikut menahan napas, keadaan yang sangat besar risikonya.
"Ampuni anakku, Nona Jocelyn, aku berjanji akan menghukumnya dengan tegas! Tolong maafkan kami!" seru sang ibu dengan suara gemetar.
Jocelyn, ya, wanita itu memasang wajah datar, lalu menyamakan tinggi dengan anak lelaki yang menabrak tadi. Dia tersenyum tipis, kemudian menepuk puncak kepala anak itu. "Kenapa harus menghukum anak selucu ini?" tanya Jocelyn yang membuat semua orang terkejut. "Kamu juga, berdirilah," lanjutnya, berbicara pada sang ibu.
"S-saya ...."
Jocelyn mengulurkan tangan ke anak itu. "Siapa namamu? Mau kuganti dengan es krim baru?"
Dengan polos, si anak mengangguk, lalu menjawab, "Ben namaku dan aku mau es krim baru!"
"Oke, Ben. Sebelum itu, ayo belajar satu hal penting. Kamu harus meminta maaf jika membuat suatu kesalahan, mengerti?"
"Eung ... maaf."
Jocelyn tersenyum senang, lalu menoleh ke arah kereta kuda. "Alex, Sandra, tolong ke sini dan ajak Ben main," panggilnya.
Sepasang anak turun dari kereta dengan wajah cerah. Anak-anak yang dulu masih sangat kecil itu sudah memulai pendidikan dasar mereka, Jocelyn akan sangat bangga pada kedua adiknya kelak.
"Baik, Kak," jawab Kris.
"Kakak akan pergi mengunjungi istana, kalian pulang ke tempat Kak Esi jika sudah selesai main," ucap Jocelyn, dia berjalan beberapa langkah, kemudian membisikkan sesuatu ke telinga sang ibu. "Jaga mereka bertiga dengan baik, atau kepalamu taruhannya."
Setelah mengatakan itu dan membuat sang ibu merinding dan meneguk saliva kasar, Jocelyn pergi. Dia memasang tudung dari jubah yang juga hitam warnanya, kemudian meghela napas panjang. "Sudah lama sekali, ya."
Jocelyn berjalan mengelilingi pasar yang berada di pusat kota Empcount. Dia meenilik beberapa aksesori yang membuatnya terkekeh pelan saking cantiknya.
"Nona?" panggil seseorang berambut merah yang membuat Jocelyn mengangkat alis. "Apa perhiasannya cantik?"
Tak menajwab, Jocelyn mengalihkan pandang pada penjual. "Berapa harga ini?" tanyanya, memegangi cincin berbatu safir cantik yang tampak sangat cantik dan memiliki harga juak tinggi.
"Cukup mahal, Nona. Cincin safir ini memiliki sihir khusus yang membuat pemakainya memiliki intuisi--"
"Kutanya berapa harga cincin ini?! Apa kamu tuli?" sentak Jocelyn kesal, dia menekan pertanyaannya. Manusia paling menyebalkan menurut wanita itu adalah seseorang yang suka basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Spiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...