•16•

5 0 0
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

Beberapa kereta kuda sudah bergerak menuju istana. Langkah kuda dipercepat karena instruksi dari kusir. Senyum mengiringi masing-masing wajah yang menunggangi, terutama Xylo.

Tidak bisa dipungkiri kalau dia sangat gembira. Menunggu izin, menyusun rencana, kemudian resmilah tanah itu menjadi miliknya. Dia benar-benar menemukan harta karun di atas harta karun. Pelajaran selama perjalanan Xylo sebut harta karun karena banyak pengalaman didapat. Kemudian, di balik itu dia juga mendapatkan lebih, Empcount adalah harta karun setelah pelajaran.

Jarak untuk sampai ke istana sudah tidak jauh lagi. Mungkin sekitar tiga sampai empat puluh menit lagi.

Di salah satu kereta kuda yang terdapat Fen di sana, keadaannya sangat berisik karena Freqiele dan Aresh yang tak henti-hentinya bercerita. Kedua perempuan itu melepas rindu setelah sekian minggu tidak bersua. Jangankan mereka berdua, Fen dan Cello juga tampak gembira.

"Apakah perjalananmu di kapal menyenangkan, Freq?" tanya Aresh kepada Freqiele yang duduk di depannya.

"Tentu! Aku banyak mendapat banyak pengalaman dari saudari-saudariku," jawab Freqiele dengan semangat. "Tapi, sesuatu yang menyenangkan tidak selamanya begitu, bukan?" Nada bicara Freqiele kini melemah.

Seperti ada yang belum diketahui, Aresh bertanya kenapa dan hanya dijawab dengan gelengan oleh Freqiele.

"Kita akan mulai hal baru, jadi yang buruk biar berlalu, Freq. Aku tahu itu pasti tidak mudah bagimu, tapi ayo bergembira mulai sekarang!" Aresh memegang kedua tangan Freqiele, menyalurkan kebahagian dari sana.

Freqiele tersenyum. "Ah iya, apakah kalian berdua baik-baik saja?" Dia bertanya kepada Fen dan Aresh.

Pasti keduanya mengangguk seraya tersenyum senang. "Fen sangat menyayangiku, jadi aku bahagia," jawab Aresh, "Kamu juga merasa begitu, 'kan, Fen?" Dia menoleh ke arah Fen di sampingnya.

Terlihat berpikir sebentar. Namun, Fen segera menjawab, "Tidak, kamu salah." Jawaban itu membuat Aresh cemberut. "Yang benar, karena kamu mencintaiku dengan tulus dan itu membuatku bahagia sepanjang hari."

Pipi Aresh bersemu, dia menyembunyikan rasa malu di balik telapak tangan. Freqiele dan Cello tertawa melihat itu.

"Lalu kalian? Kapan undangan akan sampai kepada kami?" Fen berniat menggoda Cello. Lihat, bukannya Cello yang malu, tetapi Freqiele yang diam-diam tersenyum.

Melirik Freqiele sebentar, kemudian Cello menjawab, "Besok pun bisa kalau perempuan di sampingku ini mau."

Di kereta lain, ada dua orang perempuan dan dua orang lelaki. Mereka adalah Woody, Doxi, Trapesium, dan Zealire. Sebenarnya sunyi, tetapi adanya Trapesium membuat suasana menjadi ramai. Gadis itu tidak berhentinya mengoceh sepanjang perjalanan dan Woody yang selalu sabar menanggapi Trapesium.

Seperti biasanya, Doxi dan Zealire hanya diam mengamati. Zealire hanya tersenyum melihat kelakuan Trapesium. Lucu dan rasanya cocok jika nanti bersanding dengan Woody. Dia bersyukur bertemu saudarinya.

Ketika melewati barisan bunga-bunga di jalan, tangan Doxi memetik satu bunga dari kereta. Tidak begitu sempurna, karena kereta terus melaju. Bunga berwarna putih dipasangkan di telinga Zealire. Zealire diam, menerima apa yang dilakukan Doxi.

"Cantik," puji Doxi lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Zealire.

"Bunganya sepertiku. Sudah tidak sempurna lagi." Zealire menunduk. Ketika baru akan bahagia, kenangan buruk itu selalu saja mampir. Dalam satu waktu, Zealire kadang ingin merasakan hilang ingatan saja.

Genggaman tangan Doxi diperkuat. Dia berbisik, "Meski begitu, dia tetap cantik. Sepertimu. Setuju?"

"Ya! Kak Woody, kenapa kamu tidak mengambil bunga tadi? Lihat! Kita tidak boleh kalah romantis dari Doxi dan Zealire." Trapesium berkata cukup keras, membuat Woody refleks menutup kedua telinga.

Zealire tersenyum, sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Kapan Trapesium tidak akan heboh? Hal sekecil ini saja berteriak.

Woody menenangkan Trapesium yang sepertinya merajuk. "Maaf, Esi. Aku tidak sempat mengambilkan untukmu karena sibuk memandangi kecantikanmu tadi. Mau memaafkanku?"

Trapesium menggeleng. "Tidak, Kakak berbohong."

"Untuk apa aku berbohong? Kalau tidak percaya, nanti jika Empcount sudah resmi kuberikan kamu banyak bunga. Em, kalau perlu beserta tamannya. Apa kamu masih marah?"

"Masih, karena itu belum bisa mengalahkan keromantisan Doxi dan Zealire," balas Trapesium.

Menggemaskan bagi Woody. Hal sepele yang membuat Trapesium marah, selalu tampak lucu di matanya.

"Seluruh hatiku untukmu, apakah masih kurang romantis?"

"Kak Woody!"

Doxi memutar malas kedua bola matanya. Dia menatap sinis pada Trapesium. "Berisik! Kalian tahu? Yang paling romantis di sini sudah pasti aku dan gadisku," sanggah Doxi sembari mengalungkan tangan kirinya pada Zealire.

Zealire melepaskan tangan Doxi yang melingkar itu. "Aku bukan gadis lagi tahu." Wanita dengan gaun putih ini menjeda ucapan, membuat Doxi sedikit merasa bersalah karena menyinggung gadis lagi. Namun, tiba-tiba Zealire melanjutkan ucapannya. "Tetapi, aku memang milikmu. Kita pasangan paling romantis!"

Senyum mekar dengan sempurna di wajah Doxi dan Zealire yang tengah saling menatap. Kemudian, ekor mata Doxi beralih pada Trapesium yang tengah memicing. Bibirnya sedikit dimajukan ke depan---manyun.

"Apa? Iri? Memang itu kenyataannya. Aku dan Zealire adalah yang terbaik," ucap Doxi dengan penuh percaya diri. Membuat Trapesium kembali dengan kekesalannya.

Woody di samping Trapesium menghela napas. Gadisnya ini sangat lucu, menggemaskan, tetapi menyebalkan di saat bersamaan. Dia mengusap perlahan pucuk kepala Trapesium. "Sudahlah, Esi. Jangan terus merajuk seperti itu. Meski kita bukan jadi pasangan paling romantis, setidaknya kita akan menjadi pasangan paling harmonis. Benar, 'kan?" ujar Woody menenangkan Trapesium yang selalu bertingkah bak anak kecil.

Bagaimana keadaan Trapesium sekarang? Sudah jangan ditanya. Dia sedang senyum-senyum sendiri sekarang. Pipinya bersemu merah. Memang tadi dia yang meminta Woody untuk bermesraan dengannya, tetapi kenapa ketika hal itu terjadi masih saja dia merasa malu?

Zealire terkekeh melihat pemandangan romantis di hadapannya ini. "Lihatlah, Esi, wajahmu merona," ledek Zealire diikuti tawa pelan. Woody dan Doxi tersenyum puas melihat para gadisnya berbahagia. Senyuman mereka lebih indah daripada jejeran bunga yang bermekaran.

"Simpan terus senyuman itu, jangan pernah menghilangkannya," ujar Doxi bersamaan dengan Woody. Membuat kedua pemuda itu saling tatap.

"Jangan mengikuti kata-kataku!" seru Doxi lebih dulu. Woody melotot, tidak terima dituduh seperti itu.

"Kamu yang mengikutiku bodoh!"

Kedua pemuda gagah ini saling melempar tatapan sinis. Zealire dan Trapesium memperhatikan mereka dengan saksama, sedetik kemudian gelak tawa lepas dari keduanya.

"Kak Woody sangat lucu!" seru Trapesium di sela-sela tawanya. Tak lama, gadis penyuka kuning melirik pada Doxi yang terlihat memiliki ekspresi sama dengan Woody. "Doxi juga lucu. Kalian semua menyenangkan!" Trapesium tertawa sangat lepas setelahnya.

Mereka semua saling tertawa bahagia. Dari mulai saling mengejek, mencoba menjadi paling romantis, hingga tertawa bahagia dengan lepas seperti ini. Akan ada pelangi setelah hujan. Tampaknya istilah itu memang benar. Setelah semua kesulitan yang dialami Trapesium, Woody, Zealire, dan Doxi, hari ini mereka mendapatkan kebahagiaanya.

***
Sampai jumpa, terima kasih.

***

Regards:
BRM UNIT

EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang