Selamat datang, selamat membaca.
***
Sahaverment. Pusat kemewahan dan kesibukan. Prajurit berseragam serius menjaga istana. Mereka tidak bergerak barang seinci. Senjata di tangan mereka siap membasmi ketika ada sesuatu yang mencurigakan. Semengabdi itu mereka pada raja terhormat.
Sepuluh orang itu---termasuk Fen dan Aresh---menatap bangunan utama istana yang menjulang. Benar-benar megah. Lapis emas di setiap menaranya menyilaukan mata karena matahari menyorot terik.
Jendela-jendela besar, pilar kukuh berukiran indah, serta puluhan undakan menuju pintu utama terbuat dari pualam paling mahal di dunia.
Di sayap kiri halaman istana, terdapat taman yang sarat tanaman. Semuanya terurus apik dan dirawat. Semerbak bunga senantiasa tercium. Bahkan, ratusan kupu-kupu mengelilingi taman tersebut.
Lain halnya di bagian kanan, air mancur setinggi lima belas meter. Menghidupi ikan hias yang ada di kolam di bawahnya. Pemandangan fantastis. Padahal, itu hanya sekelumit dari jutaan panorama yang bisa disaksikan di Sahaverment.
Rombongan Xylo mendekat ke pintu utama yang terbuka perlahan. Makin lebar, makin tampak pula silau kekayaan Sahaverment. Di tempat paling tinggi, di kursi berlapis emas serta berlian, di antara tirai sutra, seorang pria gagah berdiri menyambut.
Bagian atas singgasana dibiarkan tembus pandang agar cahaya matahari bisa memamerkan kilau mahkota Raja Quartararo. Lazuardi, intan, akik, kristal, krisoberil, nefrit, dan banyak permata lain menghiasi mahkota emas itu. Benar-benar ... ah, tidak bisa dideskripsikan.
Lantai aula utama berlapis karpet merah beludru kualitas terbaik. Relief kisah terbentuknya Kerajaan Quartararo terpahat sempurna di setiap senti dinding. Tidak lupa lilin-lilin kecil yang terdapat di setiap lekuk ruangan.
Jendela-jendela besar memberi pencahayaan yang baik di ruangan seluas itu. Ventilasi membuat sirkulasi udara sempurna. Tidak pengap akan meski ratusan orang berada di aula.
Di langit-langit, tergantung sebuah lampu raksasa yang diameternya lebih dari sepuluh meter. Tidak bisa dibayangkan seindah apa ketika dinyalakan. Apalagi tergantung banyak permata di sana. Pasti berkilau. Tidak main-main.
Quartararo menyunggingkan senyum lebar. Jubah warna emasnya bergerak ketika dia jalan mendekat. Dipimpin Xylo, sepuluh orang tadi berjongkok dengan salah satu kaki ditekuk ke belakang. Kepala mereka tertunduk, termasuk Xylo dan Fen sekalipun.
"Terima kasih sudah mengizinkan kami datang, Yang Mulia," ujar Xylo lantang.
"Selamat datang di kerajaanku, Para Penemu Harta Karun!"
Cello memperhatikan senyum ganjil Quartararo yang mengarah pada Xylo. Ucapan selamat itu lebih seperti sindiran untuk putra sulungnya. Dia bertukar kata dengan Fen lewat tatapan. Menyetujui apa yang ada di pikiran mereka sama. Saat berbalik ke kiri, Freqiele terlihat senewen sambil meremas tangan.
"Tenanglah. Jangan memikirkan kejadian buruk, pikirkan saja malam kita nanti ... baiklah, aku diam." Bisa-bisanya Cello bercanda! Freqiele ingin menendang tulang keringnya jika tidak ingat ada di mana mereka sekarang.
Jocelyn yang awalnya acuh tak acuh juga tampak tegang, sama seperti saudari-saudarinya. Bagi mereka, para budak, bertemu langsung dengan raja di istananya adalah suatu kehormatan besar. Woody harus mengode Trapesium agar tidak berdecak terlalu keras karena kagum dengan interior kerajaan.
"Sesuai janji yang sudah dibuat Tuan Xylo, beliau ingin menyampaikan sesuatu pada Yang Mulia." Fen berbicara pada Quartararo. Raja itu mengangguk ogah-ogahan, tanda mempersilakan Xylo untuk mengeluarkan suara.
Setelah bangkit dari tanda penghormatan, Xylo segera menyampaikan tujuan mereka. Jocelyn diam-diam mendengarkan, dia tidak ikut andil dalam pembahasan Empcount karena sibuk mengurung diri. "Terima kasih sambutannya, Yang Mulia. Maksud kedatangan kami kemari untuk--"
"Kamu sudah menemukan harta karun itu?" Quartararo memotong ucapan Xylo. Lelaki itu menggeram pelan, lalu kembali bersikap sopan.
"Benar. Setelah dua tahun mengarungi lautan, hamba berhasil menemukannya."
Fen meneguk ludah. Ayah dan kakaknya akan terlibat perdebatan kecil, atau mungkin besar? Diliriknya sang raja yang menyeringai. Trapesium yang melihat itu berani bertaruh jika jantungnya berdebar kencang layaknya orang jatuh cinta. Dia mengunci mulut rapat-rapat.
"Seberapa banyak harta itu? Dapatkah memenuhi panci terkecil di kerajaan ini?" Quartararo tertawa kecil. Dia berjalan pelan ke singgasananya.
Mereka tidak mengantisipasi sindiran itu, tentu selain Freqiele dan Cello yang tahu lebih dahulu. Trapesium tampak geram, Woody segera menyenggol lengan gadis itu agar tidak angkat suara dan menimbulkan kerusuhan.
Xylo menarik napas. Senyumnya mengembang. "Bahkan lebih besar dari Kerajaan Quartararo sendiri."
Trapesium terkikik. Jocelyn dan Freqiele langsung memelototinya. Xylo di garda depan malah makin menyeringai mendengar itu. "Aku salah apa?"
"Diam, Esi!"
Raja Quartararo kembali berbicara. Aura berwibawa sangat mendominasi, tidak heran jika orang-orang segan padanya. Dari singgasananya, dia menatap si Putra Pemberontak. Quartararo tidak habis pikir. Setelah dua tahun, Xylo malah kembali dengan serombongan orang kelas bawah sambil membahas tentang harta karun yang ditemukan, bukannya kembali menjadi putra sulung penurut.
Matanya menelisik tiap orang di sana. Empat orang gadis berpakaian lusuh, serta tiga pemuda. Apalagi salah satunya berpenampilan seperti preman. Dia tidak menyangka putranya terjebak pada pergaulan seperti itu.
Melihat tujuh orang asing yang tidak bisa dipercayainya, Quartararo bangkit dan pergi. "Fen, antar Tuan Xylo untuk berbicara denganku empat mata. Aku tidak mau pembicaraan ini didengar oleh tikus-tikus got itu."
***
Sampai jumpa, terima kasih.***
Regards:
BRM UNIT
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Espiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...