"Ya, aku tahu," ketus Jocelyn.
"Kalau begitu, benar? Sekarang giliranmu. Pergi, laksakan misimu. Aku sudah banyak mengulur waktu. Tenang saja, orang-orang Bleedpool yang ke sana tidak akan menemukan petanya. Jadi, siap?" Xylo membuat senyum smirk, mata laki-laki itu menatap lekat Jocelyn.
"Tentu, aku tidak takut," tekad Jocelyn. Dia berpikir, memang ini tugasnya. Xylo membeli dia untuk melaksanakan misi ini. Lagipula, kota yang akan dituju kosong. Kemungkinan besar, lebih aman, bukan? Xylo tersenyum puas melihat tekad Jocelyn. Dia tidak salah membeli budak.
"Baik, seperti biasa, waktumu tujuh hari. Buktikan semua ucapanmu. Hati-hati. Jangan lupa berpamitan," pesan Xylo sembari menyentuh pucuk kepala Jocelyn. Kemudian, mengacak rambut gadis itu.
Tanpa sadar, perlakuan Xylo membuat pipi Jocelyn bersemu. Panas. Ingat, dia hanya budak Xylo. "Tanpa disuruh pun, aku akan melakukan yang terbaik." Usai bercakap seperti itu, Jocelyn segera pergi dari pandangan Xylo. Dia merasa malu, lebih malu lagi jika Xylo memergoki wajah memerahnya.
Kini, Jocelyn sedang mempersiapkan segalanya. Selama mengemas pakaian. Ada satu hal yang selalu menganggu. Jocelyn terus berpikir, apa dia bisa mendapatkan peta? Akan sangat memalukan jika kalah dari ketiga saudari lainnya.
"Tempat kosong bukan berarti tidak memiliki rintangan. Aku harus berhati-hati," gumam Jocelyn sembari melipat beberapa pakaian, lalu memasukannya pada tas yang akan dia bawa.
Tak membutuhkan waktu lama, pengemasan selesai. Jocelyn mengembuskan napas lega. Sekarang hanya tinggal berpamitan pada saudari dan adiknya. Keluar sedikit dari kamar yang dia pakai untuk tidur, Trapesium terlihat sedang berbicara asyik dengan Woody di samping.
Terkadang, Jocelyn heran melihat Trapesium. Kenapa dia sangat bodoh, tetapi menjadi paling pintar memahami perasaan orang lain? Berbanding terbalik dengan Jocelyn yang selalu kesulitan menyusun kalimat agar orang lain tidak terluka akibat ucapannya.
"Ternyata, dia memang pintar. Di bidang yang berbeda," cicit Jocelyn mengakui.
Gadis itu mengangkat tangan kanannya, melambai ke arah Trapesium. "Esi! Kemari!" teriak Jocelyn penuh semangat.
Merasa namanya dipanggil, Trapesium menoleh, begitu pula dengan Woody. Mereka menoleh ke Jocelyn. Woody terlihat terkejut ketika melihat Jocelyn sudah berpakaian rapi dengan tas yang lumayan besar. Otaknya seketika berpikir, apa ini sudah giliran Jocelyn yang mencari peta?
"Wah, Joce. Apa Tuan Xylo sudah memberimu instruksi?" tebak Trapesium sembari menghampiri Jocelyn, dengan Woody di sisi kirinya.
Jocelyn mengangguk cepat. "Ya, sekarang giliranku, Esi. Ketika kapal ini berhenti, aku harus segera turun. Maka dari itu, aku ingin berpamitan padamu dulu. Zea, Freq, Cello, dan ... Doxi ada di mana?" tanya Jocelyn datar. Sudah dibilang, Jocelyn sama sekali tidak bisa berbicara lembut.
"Di sana, ayo," balas Trapesium sembari menggandeng Jocelyn, meninggalkan Woody yang sudah berwajah masam saat ini.
"Esi! Aku masih di sini!" kesal Woody. Pemuda itu mengikuti Trapesium yang sudah lebih dulu berjalan dengan Jocelyn.
Ekor mata Freqiele yang sedang berbincang dengan Zealire, Cello, serta Doxi menangkap Trapesium berlari kecil. Ada Jocelyn juga di sampingnya. Firasat Freqiele, pasti Trapesium yang mengajak Jocelyn berlari seperti ini.
"Joce! Tumben sekali, kamu berlari. Pasti Trapesium yang mengajakmu, 'kan?" celetuk Freqiele ketika Trapesium dan Jocelyn sudah sampai di dekatnya.
Jocelyn menarik napas. "Jelas. Mana mungkin aku mau membuang-buang tenaga."
"Ngomong-ngomong. Tas apa itu?" tanya Zealire.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPCOUNT: JOCELYN DOXIANNE [SERIES 4]
Spiritual[SUDAH TAMAT] Sampai di penghujung perjalanan, petualangan terakhir di Empcount dipertanggungjawabkan kepada Jocelyn Doxianne. Meski merupakan "tanah kosong" tanpa penghuni, bukan berarti misinya berjalan mulus. Jocelyn bahkan berpikir mati lebih ba...