Kriinggggg........
Bunyi keras itu menyadarkan lamunan sosok perempuan di pinggir jalan, sudah mendengar bel sekolah berbunyi tapi dirinya masih di luar gedung.
Bel mata pelajaran awal telah dibunyikan. Gadis berinisial H itu tak menjadi kebiasaan di suatu paginya mengejar sebuah gerbang yang hampir tertutup sempurna di depan mata.
Alasan dirinya terlambat adalah, tubuhnya yang tiba-tiba bekerja sangat lamban pagi ini, sudah berapa lama ia berjalan tapi tak kunjung sampai di sekolah. Kakinya enggan melangkah, seperti beban semua orang bertumpu padanya.
Pagi cerah, suara kicauan burung yang indah seharusnya mengawali rasa semangat yang luar biasa dalam diri Heejin, tapi entah kenapa pagi ini ia merasa berbeda.
Melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sekolah biasanya membuat Heejin bersemangat dan bangga. Ada tujuan yang harus digapai, ia menyukai pelajaran apa pun, ia suka belajar kecuali, bahasa Inggris.
Tapi bukan itu masalah yang membuatnya tidak bersemangat, ia terpikirkan Changbin akan hari lalu. Pemuda itu tak akan diam saja setelah kejadian kepergok Guru Kim di lapangan. Tiga cs itu tak akan terima jika diberi hukuman sendiri.
Seperti saat ini, Heejin berusaha mati-matian mengendap-endap masuk ke dalam kelas. Namun tiba-tiba peluit berbunyi kencang mengarah padanya. Heejin memejam, merutuki nasib sialnya, napasnya seakan tertahan di tenggorokan.
Sudah bagaikan maling kepergok saja.
Ia pun menoleh ragu, memaksa bibirnya agar tersenyum ke arah guru Kim. Benar, peluit itu milik Pak Kim Ji-won yang sedang menyandra 4 anak di tengah lapangan. Sekarang peluit itu mengundang Heejin untuk bergabung dengan ke empat orang itu.
Beliau tahu semuanya bahwa Heejin ada di sana bersama si kelompok anarkis. Ditambah Changbin menjadi kompor saat ditanya mengenai Heejin dan Hyunsuk, melebih-lebihkan dan mengarang cerita yang tak masuk akal.
Pada akhirnya mereka semualah yang menanggung, dihukum membersihkan halaman sekolah. Hanya yang bersekolah di sini, Heejin, Hyunsuk, Changbin, Han dan Felix.
Heejin sebagai perempuan mendapat bagian menyapu dedaunan kering, kenapa dari kemarin ia selalu berurusan dengan daun? Sementara 4 pria lainnya mencabuti rumput.
Inilah kekhawatiran terbesarnya, di hadapan Changbin sekarang bukanlah 12 anak berandal yang menatap nyalang seperti kemarin, melainkan hanya Hyunsuk dan Heejin. Bagaikan dua kumbang yang tersesat di antara katak besar siap memangsa.
“Hei Brengsek! Jika bukan karena dirimu aku tidak akan seperti ini.” Pemuda Chan itu sudah berdiri di depan Hyunsuk.
Hyunsuk yang sedang berdamai akan kegiatannya kini terusik dengan sepasang sepatu menghalangi pandangannya. Ia berdiri dan membuang asal rumput jerih payahnya, membalas tatapan menyebalkan itu. “Aku tidak berpikir melakukan kesalahan.”
“Aish!! Kau tidak lihat? Tanganku tak bisa bergerak karena terkilir.” Sambil menyanggah tangan kirinya Han mendekat.
“Itu bukan perbuatanku, untuk apa aku peduli?”
“Kau ... “
“Han, sudah! Biar aku yang bicara. Hyunsuk, aku penasaran kau bayar dengan apa semua temanmu hingga mereka mau disuruh kemari?”
Desa ini adalah satu nama yang tertera di peta sulit untuk dikunjungi karna transportasi minim dan tempatnya yang terpencil, tak heran Changbin merasa aneh akan hal itu.
Changbin melirik satu nama yang sedang fokus menyapu. “Apa kalian tidur bersama, malam tadi?” katanya sambil tersenyum mengejek.
Heejin menoleh mendapati Changbin sedang mendorong bahu Hyunsuk menggunakan jari telunjuknya, pria itu tetap diam menatapnya segan, tangannya terkepal kuat dengan wajah memerah sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Day || Hyunsuk x Heejin [SUDAH TERBIT]
FanfictionDua orang yang mewakili cahaya dan kegelapan di masa muda. Berbeda dalam setiap aspek, latar belakang, maupun preferensi semua hal secara umum. Tidak bisa saling memahami membuat keduanya selalu bertengkar. Namun, lambat laun mereka pun sadar, bahwa...