Sebuah perahu terlihat di pinggir danau. Catnya yang berwarna biru sudah memudar seiring berjalannya waktu. Papan panel surya terlihat mencuat dengan kayu sebagai penopang. Dibeberapa bagian terlihat kotor terutama pada papan panel surya. Tidak hanya itu, ada retakan-retakan diatasnya. Lilly sedikit khawatir setelah melihat keadaan perahu yang ditemukan oleh Leo dan Elena. Ia tidak yakin mesin perahu itu masih bisa berjalan dengan baik atau tidak.
"Wah, kau menemukan perahu ini dimana?" Felix mendekati perahu yang berada di pinggir danau.
Leo menunjuk kearah hutan. "Aku menemukannya disana. Jaraknya sekitar 7 meter dari danau ini."
"Bagaimana bisa perahu itu berlayar hingga kedalam hutan?" Glan mengerutkan dahinya.
"Bukan berlayar hingga kedalam hutan, bodoh. Perahu ini pasti menjadi korban saat kita bertarung dengan hidra sialan kemarin." Felix naik kedalam perahu.
Glan menggelengkan kepala. "Sungguh kasihan sekali nasib perahu ini."
"Mesin perahu ini masih bisa digunakan, tetapi ada kendala di panel suryanya." Felix sudah berdiri didepan mesin perahu sambil berkacak pinggang.
Leo ikut naik kedalam perahu. "Aku tidak yakin panel surya ini bisa di perbaiki."
"Memang kerusakannya sangat parah?" Lilly mendekat kearah perahu.
"Ya, bisa dibilang begitu. Alat yang paling penting di mesin perahu adalah panel surya. Karena panel surya bisa mengubah cahaya menjadi listrik. Tapi ternyata panel suryanya patah." Leo menjelaskan tanpa berbalik melihat Lilly. "Aku yakin perahunya terpental karena pukulan Elena saat melawan hidra hingga membuat panel suryanya patah."
"Lebih tepatnya, saat aku mengalihkan perhatian hidra." Elena menambahkan.
"Tunggu, mesin perahu ini menggunakan listrik, kan?"
Felix dan Leo mengangguk.
Glan menjentikan jarinya. "Kalau begitu aku tahu apa yang harus dilakukan."
°•°•°
Perahu sudah berjalan diatas air. Ini adalah ketiga kalinya Lilly menaiki perahu. Ia pernah menaiki perahu pada saat latihan sebelum diresmikan menjadi Pasukan Phoenix. Jujur saja Lilly tidak menyukai perahu. Karena menurutnya perjalanan menggunakan perahu itu memakan banyak waktu. Tapi mau bagaimana lagi alat transportasi yang ada disini hanyalah perahu.
Pandangan Lilly teralihkan oleh Glan yang sedang menghadap kearah mesin perahu. Ia melihat Glan sedang berkonsentrasi menyalurkan listrik ke mesin perahu dengan electrokinesisnya. Ia ingin tahu bagaimana caranya Glan bisa menyalurkan listriknya ke mesin perahu.
Tidak ada percakapan sama sekali selama diperahu. Semua terfokus pada pikiran masing masing. Lilly sudah tertidur di pundak Felix. Ia merasa tubuhnya sangat lelah. Mengingat kemarin ia menggunakan vitakinesisnya dengan maksimal untuk mengobati Glan dan juga Leo.
Sejujurnya, Lilly tidak mengerti dengan misi ini. Kenapa Raja menyuruh mereka mencari tin pétra untuk menyelamatkan Ratu? Sekuat apa orang yang menculik Ratu? Kenapa harus dia yang diturunkan oleh Jendral Aldric? Banyak sekali pertanyaan yang mulai bermunculan di otak Lilly. Ia pun merasa aneh karena rata-rata misi penting yang diturunkan adalah petarung senior atau petarung yang sudah 10 tahun di Pasukan Phoenix. Tapi yang diturunkan oleh Jendral Aldric di misi ini adalah petarung yang baru saja diresmikan.
"Lilly, bangun."
Lilly merasakan pipinya di tepuk-tepuk oleh seseorang. Dengan perlahan matanya mulai terbuka. LIlly segera bangun setelah menyadari dirinya tidur di pundak Felix.
"Maaf, aku tertidur di pundakmu." Lilly mengucek matanya agar penglihatannya terlihat jelas.
Felix tersenyum. "Santai saja. Selagi air liurmu tidak menetes di baju seragamku itu bukan masalah."
Lilly menutup mulutnya saat dirinya menguap. "Aku tidak akan meneteskan air liurku. Karena aku tidur dengan kalem."
Felix berdecih. "Kalem? Kalem dari mananya? Kau tidur dengan mulut dan mata terbuka. Apa itu yang disebut dengan tidur kalem?"
Glan dan Elena menahan tawa. Sedangkan Leo sudah tertawa.
"Felix!"
"Apa? Aku hanya menyampaikan fakta yang sebenarnya." sela Felix sebelum Lilly mengoceh dan memarahinya.
Leo bertepuk tangan menghentikan pertengkaran yang akan terjadi di atas perahu. "Sudah, jangan bertengkar. Kita sudah sampai di tempat tujuan. Sebaiknya, kita turun dan melanjutkan perjalananan."
"Kalian semua turun lebih dulu. Biar aku yang mengurus ranselnya." Leo pindah kedekat lima ransel yang ditumpuk.
"Menggunakan psychokinesismu?" Elena bertanya.
"Iya, aku menurunkan ransel menggunakan psychokinesisku agar lebih cepat." sahut Leo. "Kalau begitu, cepatlah turun. Kita tidak bisa mengulur waktu lagi."
Felix turun lebih dulu dari perahu. Ia langsung membantu teman-temannya untuk turun. Kali ini giliran Lilly yang turun dari perahu. Senyum jahil mengembang dibibir Felix membuat Lilly ingin memukulnya. Ia sungguh menyesal pernah memujinya saat mencari perahu. Menurut Lilly, Felix adalah pria yang menyebalkan.
Setelah semuanya sudah turun dari perahu, Leo menurunkan semua ransel. Hanya dengan menunjuk tumpukan ransel dan mengarahkannya ke tepi danau, ransel bisa berpindah tempat tanpa harus membuang-buang waktu lebih banyak.
Lilly langsung menggendong ranselnya. Peta hologram di jam tangan Lilly tiba-tiba menyala. Ia tak terlalu kaget dengan itu. semua jam tangan disini saling terhubung satu sama lain. Ia yakin yang menyalakan peta hologram secara otomatis adalah pemimpin tim nya yaitu Leo.
"Semuanya, coba lihat kearah peta!" Leo sedikit berteriak agar semua teman-temannya dapat mendengar apa yang ia katakan.
Lilly segera melihat peta. Terdapat titik hijau dan merah saling berdekatan. Titik hijau adalah tempat dimana mereka berada. Sedangkan titik merah adalah tempat tin pétra selanjutnya. Jarak tin pétra selanjutnya hanya 500 meter ke utara dari tempat Lilly dan teman-temannya berada. Artinya mereka tidak perlu repot-repot lagi berjalan lebih jauh.
"Jarak tin pétra selanjutnya sangat dekat dari sini. Lalu," Leo memperbesar gambar peta, "tin pétra selanjutnya berada di desa Achernar."
"Baiklah kalau begitu kita lanjutkan perjalanan. Aku ingin cepat-cepat menyelesaikan misi ini." Felix berjalan duluan menuju utara.
"Tunggu, aku rasa ada bahaya yang menunggu disana." Glan membuat Felix menghentikan langkahnya.
Felix berbalik melihat kearah Glan. "Ayolah, Glan. Jangan berpikir yang macam-macam. Mana mungkin penduduk desa Acherner membahayakan kita."
"Iya, Glan. Aku yakin tidak akan ada bahaya yang mengancam." Lilly mencoba menenangkan Glan.
"Tapi ...."
"Sebaiknya kita bergegas menuju desa Acherner agar malam ini kita dapat menyewa tempat penginapan." Leo menggendong ransel miliknya. Sebelum berjalan, ia menepuk pundak Glan. "Kau tenang saja, Glan. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi."
Glan tak menanggapi ucapan Leo.
Setelah Leo, Felix, dan Elena pergi terlebih dahulu. Lilly bisa melihat Glan mengepalkan kedua tangannya. Ia tahu Glan sangat kesal karena tidak ada satupun orang yang mempercayai perkataannya. Lilly mengambil ransel Glan yang tidak jauh darinya. Berniat untuk memberikan kepada pemiliknya.
Lilly menyodorkan ransel milik Glan. "Ini ranselmu. Aku tahu kau kesal karena mereka tidak mempercayai ucapanmu. Tapi aku mempercayai ucapanmu."
Glan menerima ranselnya dengan senyum tipis. "Terimakasih."
"Ayo kita susul yang lain. Aku takut terjadi apa-apa dengan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES [COMPLETED]
Adventure[BOOK 1 : ANTARES] Lima petarung dari Pasukan Phoenix mendapatkan misi penting yaitu mencari lima tin pétra untuk menyelematkan Ratu yang telah di culik oleh para pemberontak. Perjalanan mereka mencari lima tin pétra sangatlah panjang dan sangat men...