[SEASON 1] Danau Lerna

23 3 0
                                    

Matahari mulai muncul dari ufuk timur. Terdengar para burung mulai berkicau saling sahut menyahut satu sama lain. Pertanda hari sudah mulai pagi.

Lilly dan teman-temannya sudah kembali melanjutkan perjalanan sejak pukul 4 pagi. Sesekali terdengar ranting patah yang di tebas oleh Leo menggunakan pisau lipat karena menghalangi jalan. Lilly berada di barisan paling belakang bersama Felix. Ia sesekali bertanya tentang tumbuhan yang baru saja ia lihat kepada Felix. Beruntung Felix adalah orang yang sabar dan mau menjelaskan apa yang ditanyakan oleh Lilly.

"Felix, kenapa kau menggunakan sarung tangan itu? Apa semua pasukan Phoenix yang memiliki pyrokinesis selalu menggunakan sarung tangan?" Lilly cukup penasaran dengan sarung tangan yang sering digunakan Felix.

Felix menggeleng. "Hanya orang tampan sepertiku saja yang menggunakan sarung tangan ini."

Lilly melihat kearah wajah Felix yang sedang tersenyum. "Maaf Tuan, tapi kau tidak tampan."

Ucapan Lilly membuat Felix tertawa kecil. "Kalau kau ingat kemampuan ku, pasti kau tahu alasan kenapa aku menggunakan sarung tangan ini."

Terlihat Lilly sedang berpikir. "Kau kan mempunyai kemampuan pyrokinesis dan kalau tidak salah kau mempunyai psychometric juga, kan?"

Felix mengangguk. "Ya, benar. Aku memiliki kemampuan psychometric. Sebenarnya tidak semua orang yang memiliki psychometric menggunakan sarung tangan. Hanya orang yang tidak bisa mengendalikan psychometric nya saja yang menggunakan sarung tangan. Aku termasuk orang yang tidak bisa mengendalikan psychometric ku sendiri. Setiap kali tanganku menyentuh barang atau bersentuhan langsung dengan orang lain, potongan masa lalunya akan terlihat di kepalaku dan itu membuat kepalaku pusing."

"Pantas saja kau menggunakan sarung tangan terus menerus."

Leo yang berada di barisan paling depan tiba-tiba berhenti membuat Lilly dan Felix hampir terjatuh karena menabrak punggung Glan dan Elena. Namun, Glan yang sedari tadi diam akhirnya mengomel kepada Felix karena tertabrak Felix hingga tersungkur.

"Kenapa kau menabraku?"

"Aku tidak sengaja. Suruh siapa kau tiba-tiba berhenti."

"Jangan salahkan aku. Salahkan saja Leo yang tiba-tiba berhenti."

Leo yang merasa namanya di panggil. Ia pun segera berbalik. "Hei kawan, jangan bertengkar. Kita hampir sampai dengan desa."

"Benarkah?" tanya Elena memastikan.

Leo mengangguk. "Kalian bisa lihat benteng perbatasan sudah terlihat di depan sana."

Semua mata menuju kearah tempat yang ditunjuk oleh Leo. Terlihat benteng berwarna hitam—sepertinya terbuat dari beton. Lilly penasaran bagaimana situasi desa saat ini. Mengingat sudah lama sekali ia tidak mengunjungi desa. Terakhir kali Lilly ke desa saat ia berumur 5 tahun bersama keluarganya.

Glan berdiri sambil menepuk-nepuk bajunya yang kotor terkena tanah. "Kalau begitu, ayo kita kesana. Cacing-cacing di perutku sudah demo meminta jatah sarapan."

°•°•°

Setelah melihat papan nama desa yang terpampang jelas di pintu masuk perbatasan, mereka baru mengetahui bahwa desa tersebut bernama desa Rigel. Banyak sekali warga yang memperhatikan mereka. Mungkin karena mereka menggunakan pakaian lengkap petarung Pasukan Phoenix yang membuatnya menjadi titik pusat.

Leo yang memimpin didepan memilih salah satu tempat makan yang bernama Kedai Bintang. Setelah itu, Ia menyuruh teman-temannya untuk duduk di meja paling pojok yang disediakan oleh Kedai Bintang.

Leo membuka tablet yang tersedia di meja makan untuk memesan makanan. "Kalian mau pesan apa? Biar aku yang pesankan."

Lilly melihat daftar menu makanan yang menempel diatas meja. Matanya tertuju pada nasi goreng yang berada di daftar menu. "Leo, aku ingin nasi goreng dan teh hangat."

ANTARES [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang