[SEASON 1] Pulau Gliese

30 1 0
                                    

Debuman ombak mulai terdengar samar oleh Lilly. Tidak ada suara lain selain debuman ombak. Ia berusaha untuk menggerakan seluruh tubuhnya, tapi usahanya sia-sia. Apa semuanya telah usai? Bagaimana keadaan teman-temannya dan juga kakaknya? Carlos, Felix, Elena, Leo, dan Glan, apakah mereka selamat? Lilly berharap semuanya selamat.

Samar-samar terlihat beberapa orang berlari menghampirinya. Ia tidak tahu mereka orang-orang yang menyerang mereka barusan atau bukan karena penghilatannya tidak terlalu jelas.

Seseorang menepuk-nepuk pipi Lilly. Ia tidak bisa mengatakan apapun atau melakukan apapun. Sampai akhirnya semuanya gelap.

°•°•°

Lilly berjalan di sebuah lorong yang penerangannya hanya menggunakan obor. Dindingnya berwarna coklat kehitam-hitaman. Lorong itu cukup panjang. Lilly tidak tahu sampai kapan ia sampai di ujung lorong.

Tiba-tiba terlihat sebuah cahaya di hadapannya. Lorong sebelumnya menghilang. Putih. Hanya itu yang terlihat oleh penglihatannya. Sampai alkhirnya, lima orang yang ia kenal sedang bersenda gurai di hadapannya. Ya, Lilly melihat Glan, Felix, Elena, Carlos, dan Leo. Mereka semua beehenti tertawa dan melihat kearah Lilly.

Lilly bisa melihat Elena tersenyum hingga matannya menyipit. Ia terlihat begitu senang. Tetapi Elena menggelengkan kepalanya seperti menyuruh Lilly berhenti untuk berjalan kearah mereka.

Mereka semua tiba-tiba pergi kearah yang berbeda. Felix dan Glan berjalan kearah kiri. Leo dan Carlos pergi kearah kanan. Sedangkan Elana membalikan badannya lalu berjalan lurus kedapan sampai ia menghilang.

Lilly membuka matanya. Badannya dibasahi oleh keringat. Nafasnya memburu. Mata Lilly melihat kearah sekeliling. Ia melihat seseorang duduk di sebelahnya. Sepertinya orang itu menunggunya sadar atau mengawasinya agar tidak kabur kemana mana.

"Lilly, kau sudah sadar?" suaranya tak asing di telinga Lilly. Leo. Itu suara Leo.

"Aku panggilkan tenaga medis, ya?" Leo berdiri hendak memanggil tenaga medis.

Lilly menahan lengan Leo. "Tidak usah."

Leo menghela nafas. "Baiklah."

Kali ini mata Lilly sudah bisa melihat dengan jelas. Tubuhnya pun terasa lebih baik. Berkat vitakinesis di tubuhnya, ia dapat sembuh dengan cepat.

"Apa badanmu masih terasa sakit?" tanya Leo. Memastikan Lilly baik-baik saja.

Lilly menggeleng. "Badanku sudah mulai membaik hanya sedikit lemas saja. Bagaimana denganmu? Apa luka tembaknya cukup parah?"

Leo berdecak. "Kalau luka tembaknya parah, aku tidak mungkin duduk disini."

"Lalu, bagaimana dengan yang lain?" tanya Lilly.

Leo diam sejenak. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan dari Lilly. "Lebih baik istirahatlah dulu agar energimu cepat terisi."

"Kenapa? Aku kan hanya menanyain kabar yang lain?"

Leo mendelikan matanya. "Kakakmu baik-baik saja. Bahkan ia sudah bisa menyuruhku seperti asistennya. Untuk kabar yang lainnya, biar kakakmu yang menjelaskan nanti. Sekarang kau istirahatlah dulu."

"Kenapa bukan kau yang menjelaskan?" Lilly tetap  bersikeras ingin mengetahui keadaan yang lain.

Leo mengusap wajahnya. "Astaga, lebih baik kau tidur. Gunakan selimutnya dengan benar karena cuaca disini kelewat dingin." Leo membenarkan selimut Lilly sebelum pergi.

Lilly hanya memandangi Leo yang keluar dari ruangannya. Ia merasa ada yang di sembunyikan oleh Leo. Padahal Leo adalah pemimpin di timnya dan bisa memberi tahu keadaan teman-temannya secara langsung, tapi kenapa harus menunggu Carlos untuk menjelaskan keadaan teman-temannya.

ANTARES [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang