"Kita harus lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan saat melangkah." Leo memperingati teman-temannya.
Lilly hanya mengangguk. Ia memperhatikan kembali daerah di sekitarnya untuk memastikan bahwa mereka berada di ladang ranjau.
"Untuk kau, Felix. Jangan angkat benda apapun dari tanah. Mau itu helm, radio, artefak militer, bahkan makanan sekalipun. Bisa jadi barang aku sebutkan tadi digunakan sebagai umpan. Kalau kau sampai mengangkatnya, itu akan memicu ledakan," kata Leo dengan suara tegas.
Felix menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa aku?"
Leo berdecak. "Tanganmu selalu gatal jika melihat barang yang aneh."
Merasa belum terlalu jauh memasuki ladang ranjau, Lilly mencoba memberi saran untuk menjauhi tempat ini. "Leo, apakah kita harus mundur dan mencari jalan lain? Menurutku ini terlalu berbahaya."
Leo menggeleng. "Tidak ada jalan lain. Mau tidak mau kita harus melewati ladang ranjau."
"Kalau begitu gunakan saja teleportasimu agar lebih cepat. Kalau kita melewati dengan berjalan atau dalam keadaan tiarap itu memakan banyak waktu," usul Felix yang tidak ingin berlama-lama di ladang ranjau.
Leo menghela nafas berat. "Lebih baik kita berjalan atau tiarap saat melewati ladang ranjau. Kalau menggunakan teleportasiku, aku tidak tahu apa yang akan kita pijak nanti. Bagaimana kalau aku memindahkan kalian tepat di atas ranjau? Apa kalian berdua siap untuk mati?"
"Oke, itu terlalu beresiko. Aku lebih memilih melewati ladang ranjau dengan berjalan atau dalam keadaan tiarap daripada aku mati hanya karena menggunakan teleportasi saat menyebrangi ladang ranjau." Lilly terlihat setuju dengan pendapat Leo. Jujur ia tidak ingin mati konyol hanya karena melewati ladang ranjau dengan teleportasi.
Felix mengusap wajahnya dengan kasar. "Ya, Tuhan. Aku seperti sedang uji nyali dengan maut."
"Memang dari awal kita seperti uji nyali dengan maut, kan?" celetuk Lilly.
Felix tidak menanggapi ucapan Lilly. Ia hanya melirik gadis itu sambil menghela nafas.
Lilly mengeluarkan pisau lipat yang ada di hip pouch nya. Ia pernah mendengar dari salah satu seniornya bahwa pada saat terjebak di ladang ranjau kita bisa mengecek tanah yang akan kita pijak—aman atau tidak—dengan menggunakan tangan kosong atau benda tajam. Tak lupa ia mengaktifkan cryokinesisnya untuk berjaga-jaga. Lilly berharap perisai miliknya bisa berguna untuk melindungi teman-temannya jikalau sesuatu yang tidak di inginkan terjadi.
"Berikan pisau lipat itu kepadaku." Felix merebut pisau lipat dari tangan Lilly.
"Hei!" seru Lilly.
"Biar aku saja yang mengecek. Kau awasi keadaan disekitar," ujar Felix dengan nada santai.
Lilly mendelikan matanya. "Baiklah, Tuan Felix."
Leo sudah berjongkok sambil memegang pisau lipat di tangan kirinya. Terlihat ia sedang mengecek tanah yang berada di depannya dengan cara menggali dari arah diagonal. Felix pun melakakun hal yang sama saat mengecek tanah. Karena ranjau bisa meledak saat ada tekanan dari atas, jadi mereka memilih menggali dari arah diagonal.
Setelah merasa aman mereka pun melanjutkan perjalanan untuk melewati ladang ranjau dengan sangat perlahan. Meskipun, setiap kali melangkah mereka harus berhenti untuk mengecek tanah yang akan mereka pijak, tapi itu bukan masalah bagi mereka.
°•°•°
Jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Namun, mereka belum sampai di sebrang ladang ranjau. Sudah berkali-kali Felix menyuruh Leo menggunakan teleportasinya untuk melewatu ladang ranjau, tetapi Leo tidak menggubris sama sekali. Meskipun ini adalah misi yang sangat penting, tapi ia tidak mau mencelakakan teman-temannya.
"Padahal kita bawa Glan kemari agar ia bisa mendeteksi ranjau sialan yang ada disini," gerutu Felix.
Leo menimpali perkataan Felix tanpa menoleh kearanya. "Jangankan ranjau, Glan belum bisa mendeteksi benda mati atau robot sekalipun. Ia hanya bisa mendeteksi sesuatu yang hidup dan bergerak. Itu alasan kenapa ia tidak bisa mendeteksi dron di lorong penjara."
"Jadi, bukan karena peredam?" Lilly cukup penasaran dengan penjelasan Leo.
"Bukan," Leo melanjutkan. "Itu karena dia belum sampai di level itu atau bisa di bilang kekuatan deteksi Glan masih di level rendah."
"Lalu, kenapa perisaiku tidak bekerja saat di lorong penjara?" tanya Lilly, penasaran.
"Kalau itu memang di sebabkan oleh peredam, tapi aku dan paman Jacob sedikit aneh dengan peredam itu."
Felix mengernyitkan dahinya. "Aneh bagaimana?"
"Pasalnya paman Jacob baru tahu bahwa dron itu ternyata tidak di pasang peredam sama sekali. Dron itu hanya di beri laser atau peluru untuk menjaga tahanan agar tidak kabur," jelas Leo dengan wajah serius.
"Tunggu, dari mana ia tahu bahwa dron itu tidak menggunakan peredam?" tanya Lilly.
Kali ini Leo menghentikan aktivitasnya. "Semalam, saat kalian semua tidur. Aku dan paman Jacob mencari tahu soal dron itu lewat temannya yang kebetulan penjaga di penjara itu. Beliau mengatakan bahwa dron disana tidak menggunakan peredam."
Felix berpikir sejenak. "Apa mungkin dinding lorong itu menggunakan peredam?"
Belum sempat Leo menjawab, tiba-tiba jam tangan miliknya dan Felix menyala pertanda ada panggilan masuk. Suara klik samar terdengar di telinga Lilly. Ia segera membuat perisai yang mengelilinginya. Lalu, terdengar letupan dari exploding cap atau penutup ranjau. BUM! Ledakan mulai terdengar dari jarak yang cukup jauh. Tak lama ledakan susulan terdengar kembali.
"Tiarap!" perintah Leo.
Semua menjatuhkan diri kebelang. Mereka menjatuhkan diri kebelakang karena tempat itu sudah di lewati oleh mereka dan terhitung aman. Lilly yang ikut menjatuhkan diri masih mengaktifkan perisainya untuk melindungi teman-temannya.
"Oh, tidak! Perisainya tidak mau berfungsi lagi!" teriak Lilly setelah melihat perisainya menghilang tiba-tiba.
"Coba lagi, Lilly. Kau pasti bisa mengaktifkannya kembali," ujar Felix.
Lilly mencoba mengaktifkan perisainya kembali tapi hanya gelembung yang keluar dari tangannya. "Tidak bisa, perisainya tidak bisa muncul kembali."
"Sialan!" umpat Leo.
Ledakan terus terdengar di telinga mereka. Ranjau yang meledak terdengar kian mendekat. Ledakan pertama pada ranjau sebelumnya ternyata memicu ranjau lainnya untuk meledak. Ingin sekali rasanya mereka untuk berlari cepat meninggalkan ladang ranjau ini. Kalau mereka memenuhi keinginan mereka untuk berlari, maka proyektil ranjau akan melesat dari ranjau tersebut dengan kecepatan beberapa ratus meter per detik dan itu bisa membuat mereka terluka.
Degup jantung mereka begitu cepat. Mereka tidak bisa membayangkan kalau mereka akan mati di ladang ranjau ini. Berada di ladang ranjau yang sebentar lagi akan meledak sangatlah mengerikan daripada berhadapan dengan hidra.
Di tengah-tengah kepanikan, Lilly melihat seseorang di balik pepohoan dengan jubah hitam yang menutupi seluruh badannya. Ia bisa menebak dia seorang pria dari gestur tubuhnya. Tetapi, ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria tersebut karena pria itu menggunakan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Kepalanya yang tidak di tutupi apapun, mengekspor warna rambutnya yang mengingatkan Lilly dengan sesuatu.
BUM! Ledakan hebat berjarak sangat dekat. Lilly merasa semakin lama penglihatannya semakin gelap serta telinganya berdengung. Sampai akhirnya ia tak sadarkan diri.
![](https://img.wattpad.com/cover/261111711-288-k323765.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES [COMPLETED]
Adventure[BOOK 1 : ANTARES] Lima petarung dari Pasukan Phoenix mendapatkan misi penting yaitu mencari lima tin pétra untuk menyelematkan Ratu yang telah di culik oleh para pemberontak. Perjalanan mereka mencari lima tin pétra sangatlah panjang dan sangat men...