[SEASON 1] Epilog

57 1 0
                                    

Setelah peperangan usai, Kota Antares selamat. Meskipun saat itu Felix jatuh terkena sengatan listrik, Carlos sempat menolongnya dengan vitakinesis miliknya. Ia memperbaiki semua sel dan tulang Felix yang rusak dengan cepat sehingga Felix bisa ikut bertarung mengalahkan Jacob. Sampai akhirnya, Carlos dan Felix mampu mengalahkan Jacob hingga tewas.

Peperangan itu membuat sebagian besar petarung gugur di medan pertempuran. Semua petarung yang telah gugur di semayamkan di tempat khusus yang di sediakan oleh Raja Alexander. Tak lupa Raja Alexander membuat sebuah monumen untuk mengenang jasa para petarung yang telah gugur di medan perang.

Hari ini tepat setahun setelah peperangan. Seorang wanita menggunakan seragam Pasukan Phoenix berdiri tepat di depan monumen. Rambutnya tergerai begitu saja. Ia meletakan sebuket bunga di dekat monumen tersebut.

Ia memejamkan mata sambil menghela nafas. Sebuah kenangan mulai muncul satu persatu di kepalanya seperti film yang di putar di studio bisokop. Sampai akhirnya, kenangan tentang peperangan yang menewaskan sebagian Pasukan Phoenix terputar di otaknya. Air mata pun jatuh membasahi pipi wanita itu. Ia tidak merasa sedih, tetapi ia merasa bangga kepada para petarung yang mau memperjuangkan Kota Antares.

"Elena, aku bangga padamu dan petarung yang lain." Gadis itu menatap monumen dihadapannya sambil tersenyum.

"Lilly!"

Wanita yang di panggil Lilly berbalik melihat seorang pria berlari kearahnya. Dengan gerakan cepat, Lilly menghapus sisa air matanya.

"Felix? Untuk apa kau kemari?" tanya Lilly.

Felix menaruh buket bunga yang ia bawa di sebelah buket bunga Lilly. "Aku ingin mengenang dan menghormati para petarung yang gugur."

Lilly hanya mengangguk. Ia kembali menatap monumen tersebut.

"Kau menangis?" Felix membungkukan sedikit tubuhnya untuk mensejajarkan wajahnya dengan Lilly.

Lilly lansung menjawab pertanyaan Felix. "Tidak, aku tidak menangis."

Felix tersenyum kecil. Mengacak rambut Lilly. "Tidak usah berbohong. Aku tahu kau menangis karena mengingat kejadian itu, kan?"

Lilly menunduk lalu menatap mata Felix. "Ya, tapi aku tidak merasa sedih karena hal itu. Justru aku terharu dan bangga pada mereka yang mau berjuang sampai akhir terutama Elena."

"Bagus," Felix mengacungkan kedua ibu jarinya kearah Lilly. "Itu baru Lilly yang ku kenal."

BIP! BIP! Alat yang menempel di telinga mereka berbunyi. Alat ini bernama G10. G10 dibuat oleh Glan sebelum perang terjadi. G10 adalah teknologi baru yang akan di gunakan Pasukan Phoenix untuk berkomunikasi dan mencari informasi. Tak cuma itu kegunaannya, G10 dapat menampilkan hologram di hadapan pengguna dan mampu meredam suara yang dapat merusak indra pendengaran.

"Ah, sial. Kenapa kakakmu senang sekali membuat rapat dadakan?" Felix menekan G10 yang terpasang di telinganya untuk membalas pesan dari Carlos—bahwa ia akan menghadiri rapat tersebut.

Lilly ikut menekan G10 yang ia kenakan. "Ayo, kita harus cepat sampai ke ruang rapat. Sebelum Carlos memakan kita hidup-hidup."

"Baiklah, bagaimana kalau kita berlomba? Yang terakhir sampai di ruang rapat ia harus mentraktir makanan selama satu minggu." tanpa mendengarkan tanggapan Lilly, Felix lari terlebih dahulu meninggalkan Lilly.

"Apa? Hei, kau curang!" Lilly menyusul Felix.

°•°•°

Lilly baru saja sampai di depan ruang rapat. Seperti biasa, pintu ruangan terbuka secara otomatis. Kali ini ia melihat semua yang mengikuti rapat terutama kakaknya sudah berdiri di depan meja yang menampilkan sebuah hologram.

"Lilly, kau kalah. Kau harus mentraktirku makanan selama satu minggu." Felix terlihat begitu senang setelah mengalahkan Lilly.

Lilly baru saja menyadari Felix berada di ruang rapat. Ia hanya bisa menghela nafas jengah. Lilly berniat menghabisi Felix setelah rapat selesai.

"Kalian ini sudah besar tapi seperti anak kecil saja," celetuk Glan.

Felix melirik Glan. "Diamlah, bocah."

Glan menatap Felix dengan sengit. "Hei, umurku sudah 21."

Felix berdecih. "Tapi, di mataku kau tetaplah seorang bocah."

"Sudah-sudah Saya akan memulai rapatnya. Kalau kalian berdua tidak bisa berhenti bertengkar lebih baik keluar dari ruangan." Carlos membuat Felix dan Glan berhenti adu mulut.

Sebuah peta hologram muncul di atas meja. Carlos memperbesar gambar suatu kota. Nama kota yang tertera di peta tersebut terdengar tak asing baginya. Tak lama kemudian, muncul beberapa foto yang menampilkan situasi di kota tersebut. Kaca di setiap bangunan rusak. Swallayan terlihat sangat berantakan.

"Kota Rigel membutuhkan bantuan. Banyak sekali penjarahan yang terjadi disana dan banyak korban yang berjatuhan. Warga disana mengatakan, yang melakukan penjarahan adalah orang orang berjubah hitam." jelas Carlos sambil mengganti setiap slide hologram.

"Si Pemberontak? Mereka berulah kembali?" sela Glan.

Leo mengangguk. "Ya, mereka kembali berulah. Kita harus segera membasminya dan mengetahuinya siapa yang menggerakan mereka saat ini."

"Jacob? Dia kah orang yang menggerakan mereka?" Glan mencoba menerka-nerka.

Lilly mengerutkan dahinya. "Tapi, Jacob sudah tewas. Aku yakin ada orang lain yang mengendalikan para pemberontak."

"Siapa yang mengendalikan para pemberontak selain Jacob? Tidak mungkin kalau dia hidup kembali, kan?" tanya Glan.

Carlos menjawab pertanyaan Glan asal. "Kalau Jacob terkena virus zombie seperti di film, bisa saja dia hidup kembali."

Semua yang berada di ruangan diam sejenak. Mereka mencoba mencari tahu siapa yang mengendalikan para pemberontak? Lilly sudah memastikan Jacob tewas. Ia masih ingat, Sehari setelah peperangan jasad Jacob di kuburkan di salah satu pemakaman umum di Antares.

Kalau sampai seseorang yang mengendalikan para pemberontak memiliki kekuatan yang cukup besar. Itu bisa membahayakan kota Antares.

"Felix, tin pétra itu benar-benar di curi oleh Jendral Aldric, kan?" Lilly mencoba memastikan kembali.

Felix mengangguk cepat. "Ya, tin pétra itu di curi olehnya saat kita akan pergi dari pulau GN-Z11."

"Apa kau mencurigai Jendral Aldric?" tanya Leo.

Lilly mengangguk. "Ya, aku mencurigainya karena tangan kanan Jacob hanyalah Jendral Aldric."

Carlos menoleh kearah Lilly. "Tapi, dia sudah tewas. Bahkan, kau dan aku yang menyerangnya hingga ia tewas."

"Tidak mungkin kalau bawahannya melakukan semua itu." Glan melipat kedua tangannya di dada.

"Bisa saja bawahannya melakukan itu karena kita sudah membunuh atasannya," Felix menimpali ucapan Glan.

"Tunggu, kau bilang Jendral Aldric yang mengambil tin pétra nya, kan?" Lilly bertanya. Memastikan kembali apa yang Felix sampaikan.

Felix mengangguk.

"Kalau Jendral Aldric yang mengambil tin pétranya ...." Lilly menggantungkan ucapannya

"Jendral Aldric masih hidup sampai sekarang," sambung Leo yang membuat mereka semua saling menatap Satu sama lain.

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•TAMAT•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

ANTARES [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang