"Aku tahu dimana barang yang kalian cari," ucap Jacob
Leo mengernyit. "Maksud Paman?"
"Kalian sedang mencari tin pétra, kan? Glan baru saja memberitahu ku sebelum kalian datang kemari."
Semua mata tertuju pada Glan yang saat ini sedang mencomot kue kering buatan Jacob. Glan hanya menaikan sebelah alisnya.
Felix menyentil tangan Glan. "Glan, bisakah kau berhenti makan itu?"
Glan menyodorkan kue kering di tangannya. "Maksudmu kue kering ini? Cobalah, aku yakin kau pun akan ketagihan memakannya."
Felix melirik Glan. Ia ikut mencomot satu kue kering tersebut. "Enak juga," ujarnya pelan.
"Kalau begitu dimana tin pétra itu berada? Apa salah satu tin pétra ada di rumah mu, paman?" Lilly mencoba bertanya kepada Jacob.
Jacob tersenyum. "Aku tidak akan memberitahu keberadaan tin pétra tersebut dengan mudah dan yang pasti," Jacob membenarkan posisi duduknya, "tin pétra yang kalian cari tidak ada di rumahku."
"Oh, ayolah, Tuan Jacob. Kenapa kau tidak mau memberi tahu kami secara langsung dimana tin pétra itu berada?" kali ini bukan Glan yang protes namun Elena.
"Kalian harus mencari rusa bertanduk emas miliku di hutan terlarang. Setelah itu aku akan memberi tahu dimana tin pétra itu berada."
"Setelah memetik jagung, kau menyuruh kami mencari rusa bertanduk emas?" Elena bertanya dengan nada sedikit di tinggikan.
"Hei, Elena, tenanglah aku yakin Paman Jacob akan memberitahu kita soal tin pétra itu setelah kita mencari rusa bertanduk emas. Tidak ada kebohongan pada Paman Jacob, aku sudah mendeksinya." Glan mencoba meredakan emosi Elena.
Elena melihat Glan dengan tatapan mengejek. "Kau adalah pendeteksi terburuk. Mana bisa aku percaya dengan mu setelah kejadian di lorong penjara kemarin, Glan Garfield."
Glan melempar kue kering yang masih tersisa di tangannya kesembarang arah. "Aku sudah bilang sebelumnya, bahwa dron terakhir tidak terdeteksi. Di tambah Paman Jacob tahu kalau dron terakhir menggunakan peredam. Kenapa kau masih terus menyalahkan ku, hah! Oh, atau kau masih dendam denganku?"
"Tidak, aku tidak sama sekali dendam padamu. Aku hanya mengira kau satu komplotan dengan mereka."
Lilly yang melihat Glan dan Elena hanya bisa menghela nafas jengah sambil memalingkan wajahnya. Untuk kesekian kalinya mereka bertengkar. Lilly tidak mengerti kenapa mereka jadi sering bertengkar seperti ini. Tapi, jika di perhatikan kembali, pertengkaran mereka mungkin saja terjadi akibat kejadian masa lalu.
Tiba-tiba Lilly melihat lengan Glan memercikan listrik dan terdapat guratan putih yang menjalar di bagian pipinya. Oke, ini bukan pertanda bagus. Sesuatu akan terjadi apalagi Glan sudah terlihat seperti itu.
"Glan, kendalikan emosimu!" Leo mencoba memperingati Glan.
Felix berdiri mencoba ikut memperingati Glan. "Kendalikan emosimu! Kau bisa menghancurkan gubuk indah milik paman Jacob, Glan."
Srrttt! Percikan di tangan Glan mulai menyerang tubuh Elena hingga membuatnya kejang. Lilly tidak sempat melindungi Elena karena kejadiannya begitu cepat. Kali ini ia berniat untuk menolong Elena yang masih kejang. Namun, Jacob menahannya agar Lilly tidak ikut tersengat listrik yang mengenai Elena.
BRAK! Leo membanting Glan menggunakan psychokinesisnya ke pojok ruangan yang kosong. Ia segera menghampiri Glan yang tak sadarkan diri setelah di lempar olehnya. Felix yang melihat hal tersebut, langsung berjalan cepat kearah Glan dan mengecek nadi Glan.
Felix bernafas lega. "Syukurlah, dia hanya pingsan."
"Kau kira psychokinesisku dapat membunuh orang?"
"Bisa, buktinya aku hampir mati saat kau menggunakan psychokinesismu untuk melewati benteng latihan," jelas Felix.
Leo tersenyum. "Itu memang aku lakukan untuk membunuhmu secara perlahan."
"Sialan." Felix berniat memukul kepala Leo namun ia urungkan.
"Dari pada kalian bertengkar, lebih baik angkut Glan kedalam kamar untuk beristirahat," titah Jacob.
"Baik, Paman Jacob." Felix langsung bergerak mendekati Glan.
"Lalu, Elena?" tanya Leo.
"Biar Aku dan Lilly yang mengobatinya."
Terlihat Lilly sedang fokus memeriksa keadaan Elena. Sesekali ia mengaktifkan vitakinesis untuk memulihkan sel sel yang rusak. Beruntung tak ada luka serius yang di alami oleh Elena.
•••
Jam menunjukan pukul dua belas siang. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari rusa bertanduk emas ke hutan hanya bertiga tanpa Glan dan Elena dikarenakan keadaan mereka belum membaik.
Lilly sedang memeriksa hip pouch yang ia bawa dari asrama. Setelah selesai, ia melirik kearah Felix yang menggendong ransel di dominasi oleh warna hitam dengan garis-garis putih. Lilly akui ransel itu lebih keren dari pada ransel Pasukan Phoneix. Ia sempat mendengar Jacob menjelaskan kalau ransel ini akan tetap ringan meskipun isi ranselnya sudah maksimal. Lalu, ransel ini dapat memberi tahu jika ada bahaya di sekitar sama seperti halnya jam tangan yang mereka kenakan saat ini.
"Paman, kami pergi terlebih dahulu. Kami titip Glan dan Elena." pamit Leo kepada Jacob.
Jacob menepuk pundak Leo. "Hati-hati, nak. Semoga berhasil. Untuk masalah Glan dan Elena kalian tidak usah khawatir."
Sebelum pergi mereka di berikan sebuah peta. Peta itu bisa mendeteksi rusa bertanduk emas itu berada. Ada titik berwarna biru di tengah hutan, itu tandanya rusa berada di tengah hutan. Pikiran Lilly mulai kemana-mana. Ia menyangka bahwa Jacob adalah penjaga tin pétra tersebut dan rusa emas adalah kunci untuk mengetahui tin pétra itu berada.
Mereka sudah mulai memasuki hutan terlarang. Kali ini mereka berjalan di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi dan berdaun lebat. Hutan ini terlihat sangat hijau dan lembab. Suara-suara binatang terdengar di telinga mereka. Namun, itu tidak mengganggu pencarian mereka terhadap rusa bertanduk emas.
"Hutan ini ternyata sangat lembab," ucap Lilly. Memperhatikan sekeliling.
"Ya, asal kau tahu hutan ini termasuk hutan hujan tropis makannya terasa lebih lembab."
Lilly sudah tahu yang menyauti ucapannya adalah Felix. Mana mungkin Leo akan menyauti ucapan Lilly. Ia sangat tahu bahwa sampai kapan pun Leo tidak akan menyauti ucapan Lilly kecuali yang Lilly ucapkan itu hal yang sangat penting.
Lilly mengangguk. "Oh, pantas saja terasa lembab. Oh iya, menurutmu apa rusa itu sudah dekat?"
Felix memainkan rambut Lilly yang diikat satu. "Rusa itu berada di tengah hutan. Sedangkan kita baru saja masuk kedalam hutan. Kalau menurutku kita masih jauh dari keberadaan rusa bertanduk emas. Bukan begitu Tuan Leonardo?"
"Ya, bisa jadi, Tuan Felix Alexander," saut Leo tanpa menoleh kearah kedua temannya.
Lilly yang baru menyadari rambutnya di mainkan oleh Felix, mencoba menepis tangan Felix untuk menjauhi rambutnya. Namun usahanya sia-sia. Felix tetap saja memainkan rambut Lilly.
"Lebih baik mainkan rubikmu yang kau bawa dari asrama dari pada memainkan rambutku." Lilly sudah terlihat sedikit jengah.
"Rubikku sudah hangus terbarkan bersama helikopter."
"Kalau begitu, bisakah tanganmu berhenti memainkan rambutku?"
Felix tersenyum. "Tentu saja tidak bisa. Kali ini rambutmu mainan baruku."
Belum sempat Lilly membalas perkataan Felix, tiba-tiba Leo berhenti mendadak. Awalnya ia tidak mengetahui apa yang membuat Leo berhenti karena terhalang oleh badan Leo yang cukup besar. Namun saat ia berjinjit, Lilly baru menyadari pohon-pohon dan tumbuhan di sekitarnya sudah layu. Bahkan banyak sekali tengkorak binatang berserakan dimana-mana.
"Ini bukan hal yang bagus. Ini pertanda buruk."
Setelah mendengar ucapan Leo. Degup jantung Lilly mulai berdetak kencang. Rasa takut dan panik mulai menjalar ke seluruh tubuh. Ia tahu apa yang membuat tumbuhan dan hewan disini mati.
"Ladang ranjau."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES [COMPLETED]
Adventure[BOOK 1 : ANTARES] Lima petarung dari Pasukan Phoenix mendapatkan misi penting yaitu mencari lima tin pétra untuk menyelematkan Ratu yang telah di culik oleh para pemberontak. Perjalanan mereka mencari lima tin pétra sangatlah panjang dan sangat men...