20. Pindah

350 31 4
                                    

Mati lidah ini membeku. Pandangan mata terkabur. Hingga hati telah pilu. Menyaksikan aktifitas itu.

Sabya dan Rahman telah sampai dipesantren. Banyak orang menyapa dan menyambut bahagia kedatangan keduanya. Meskipun keluhan lelah sering terucap namun tak mematahkan semangat keduanya. Dalam bersilaturahmi dengan warga pondok.

"Huh.. akhirnya bisa istirahat juga" kata sabya rebahan di kasur.

Disinilah sabya. Merapikan kamar barunya setelah begitu banyak aktifitas. Dia tampak segar dan ringan ketika beban di bahunya telah usai.

"Jam berapa nih?" Tanya sabya pada dirinya.

"Apa? Jam 1 pagi? Pantesan nih rumah sepi" kata sabya melihat jam Beker disekitarnya.

Sabya hanya sendiri di ruangan itu. Sebab Rahman masih ada urusan dengan pondok. Hingga teganya meninggalkan sabya dengan barang-barangnya.

"Rahman kapan pulangnya?" Kata sabya.

"Ish.. sabya.. dasar.. tinggal tidur aja ribet" kata sabya yang diam-diam menunggu suaminya.

Suara ketukan pintu terdengar. Membuat tubuh sabya hampir melompat. Untung saja suara salam itu tak asing ditelinga. Panik. Dirinya harus menyambutnya atau pura-pura tertidur.

"Duh.. datangnya cepet amat.. padahal  baru ku panggil beberapa detik" kata sabya seperti memanggil lewat telepati.

"Apa nih? Gimana nih posisinya?" Kata sabya sibuk dengan posisi tidurnya.

"Gini aja deh" kata sabya dengan posisi menyamping.

Bunyi decitan pintu Terbuka. Pertanda Rahman tengah masuk kamar. Gerak gerik terdengar ditelinga. Yang diduganya meletakkan kopiah sorban hingga baju kokonya.

Banyak prasangka buruk terlintas. Ketika Rahman menaiki kasur. Hingga dirinya mati membeku ketika Rahman mencium keningnya pelan. Sambil mengucapkan salam tidurnya.

"Tidaaaaakkkk!!" Teriak sabya dan bangkit dari tidurnya.

"Apa? Istri ada apa?" Kata Rahman memegang pundak sabya.

"Ini tidak benar Rahman.. bahaya!!" Kata sabya menghempaskan tangan Rahman.

"Bahaya? Dimana?" Kata Rahman mencari sesuatu disekitarnya.

Sabya menyibakkan selimutnya. Dan berlari keluar menghindari Rahman. Tak peduli Rahman memanggil namanya. Yang dia inginkan menenangkan jantungnya.

"Kenapa? Kenapa?" Kata sabya tak menerimanya.

Sabya tetap berlari entah kemana dia akan menuju. Hingga teriakan Rahman membuat warga pondok terbangun. Dan bertanya-tanya pasal apa ditengah malam ada teriakan.

Rahman menjelaskan kepada seluruh warga hingga santrinya. Dan memerintahkan seluruhnya untuk mencari istrinya yang dalam bahaya.

Bahkan para sekretaris pribadi saling bekerja sama. Berfikir area mana yang dituju sabya.

"Tuh merak gak bisa diem apa?" Kata airen frustasi.

"Bocil gitu.. mana bisa diem" kata Adisti.

"Tersiksa kita.. punya majikan dia" kata airen.

"Aku keruangan cctv dulu.. nanti ku konek" kata Adisti dengan cerdasnya.

"Yap.. kita akan segera bertemu sabya" kata airen gemas.

Keduanya berpencar dimana Adisti menuju ruangan cctv. Dan airen menuju arah tempat-tempat terpencil.

Mereka saling berkomunikasi dimana sabya melewati area pondok. Hingga terakhir terlihat. Sabya menuju parkir sepeda montor. Bergegaslah airen menuju parkiran.

SABYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang