7. Kedatangan

5K 228 42
                                    

Ketukan bulpen mengaum dikeheningan pagi. Merangkai kata yang bersifat emosi. Detik semenit pikiran kalut pun termulai. Merevisi keindahan kata dalam ilusi.

"Aaaaaalhamdulillah, akhirnya beres" kata rahman sambil bergeliyat.

Kemudian dia pun bangkit dari duduknya. Melakukan beberapa pemanasan guna merenggangkan ototnya yang kaku. Menarik lengan kanan dan kiri serta mematahkan kepala ke kanan dan ke kiri.

"Wah.. pekerjaan yang melelahkan" kata rahman berkacak pinggang.

Tanpa sengaja pandangan rahman melihat seorang gadis pada layar monitor cctv. Gadis itu sedang memberikan paper bag pada resepsionis. Dari punggung gadis itu  rahman tampak familiar. Dugaan demi dugaan dia lakukan namun tak ada hasilnya.

"Siapa?? " kata rahman tertarik.

Saat gadis tersebut berbalik. Dia pun terbelalak. Keterkejutannya tak mampu dia ungkapkan. Oleh karena itu secara otomatis dia pun meraih telepon kantor dan menekan beberapa digit nomor.

"Selviana!!!" kata rahman dengan nada dingin berusaha menetralkan keterkejutannya.

"Ya tuan, ada yang bis.." kata selviana terjeda.

"Antar nona itu padaku"kata rahman.

"Apakah nona sabya?"

"Ya"kata rahman.

"Tadi nona sabya hendak berbicara dengan anda namun beliaunya belum membuat janjinya." kata selviana.

"Tidak perlu, apabila dia datang lagi, lain kali laporkan padaku"kata rahman.

"Baik tuan"kata selviana.

Panggilan pun berakhir. Kemudian rahman meletakkan kembali telepon kantornya.

"Huft.. Hampir saja" kata rahman menghela napas lega.

Kuncup bunga yang mekar bertanda adanya kemajuan. Dibalik hubungannya yang rumit dia harus sabar dalam menggapainya. Langkah demi langkah dia lakukan dengan menyertakan asma Allah didalamnya.

Tokk..Tokk...Tokk

Ketukan pintu membuatnya terlonjak. Degup jantung yang bermaraton ini tak dapat dinetralkan.  Rahman pun berdeham dan membenarkan tata letak dasi beserta jasnya. Mengambil salah satu berkas dan membacanya.

"Masuk!!" kata rahman tegas.

"Permisi tuan, ini nona sabya yang anda minta menghadap" kata selviana.

"Hm, tinggalkan dia disini" kata rahman.

"Baik tuan, saya undur diri" kata selviana meninggalkan sabya seorang diri.

"Hm" kata rahman singkat.

Dinginnya es menjalar disekujur tubuh sabya. Membekukan setiap inci darinya. Basah keringat menetes dari peluhnya. Mengunci gerakan yang akan diperbuatnya. Ingin rasanya berkata namun putus dalam tenggorokan.

"Sampai kapan kamu berdiri" kata rahman mampu memecahkan keheningan.

"Sampai tuan rumah meminta" kata sabya.

"Duduklah"kata rahman sambil menghela napas.

"Ehm"kata balas sabya dengan anggukan kepala.

"Ada perlu apa" kata rahman masih berkutat dengan berkasnya.

"Bi surti suruh anterin kotak makan siang karna pinggangnya encok" kata sabya tampak cuek.

"Lalu, dimana kotak makan siangnya" kata rahman sambil menulis beberapa kata diberkasnya.

SABYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang