11

2.3K 137 2
                                    

Sebenarnya mau up date malem aja, tapi sepertinya sore ini sempat dan ada ide buat nulis, jadi ya tak sempetin.

Makasih ya udah sempetin baca

☀️☀️☀️
Selamat Membaca

***

"Ehhh.... " Suara lenguhan Lina ketika dia mulai siuman dari pingsannya, padangan pertama yang di lihat adalah Farhat, karena dia duduk di sebelah brankar Lina dan menggenggam tangannya.

Farhat tersenyum saat pandangannya beradu dengan Lina. Namun Lina masih dengan pandanga tak percaya dan sedikit takut, pasalnya suaminya lebih cepat datang ke Jakarta dari pamitnya pas berangkat ke Mumbai yang akan pergi sampai 2 bulan, kini belum sebulan sudah kembali.

"Kamu butuh apa Lina?? Kamu haus??" Farhat mengambilkan botol air mineral yang ada di meja nakas dan memasukan sedotan dan mendekatkannya ke bibir Lina. Lina meminumnya pelan sambil menunduk, namun pandangannya tak lepas dari suaminya, seolah tak percaya yang di depannya itu suaminya. Belum selesai meminumnya tiba-tiba Lina menutup mulutnya seolah ingin muntah. Paham dengan apa yang di rasakan Lina Farhat langsun menggendong tubuh Lina dan Agustin dengan sigap membawa botol infus yang menancap di tangannya.

Lina berdiri di depan wastafel dan Farhat dengan telaten mengurut tengkuk Lina,

"Jilbabnya di lepas ya?? " Ijin Farhat dan dengan pelan melepas jilbab Lina setelah Lina mengangguk, tak apalah tak pakai jilbab toh yang ada hanya Agustin dan Farhat laki-laki halalnya Lina.

"Sudah muntahnya??" Setah dilihat Lina berhenti muntah dan kelelahan Farhat kembali menggendong Lina ke brankarnya, Lina pun hanya mampu mengalungkan tangannya di leher Farhat yang sangat di rindukannya.

"Apa dia sering rewel? Apa dia selalu menyusahkanmu???" Tanya Farhat lirih sembari mengelus perut Lina yang membuncit, Lina menangis sambil menggelengkan kepalanya.

"Maaf ya?? Aku tidak menyadari kehadirannya, maaf kalau kamu kwalahan dengan kehamilanmu sendirian??" Farhat pria yang terkenal angkuh itu meneteskan air matanya dan menunduk menatap perut Lina penuh sesal.

Agustin seolah melihat drama secara live, dan masih tidak percaya sahabatnya di nikahhi bosnya, dan bosnya bisa sebucin itu dengan sahabatnya yang jelas tidak pernah dekat sebelumnya, bahkan bisa dibilang pertemuan langsung mereka itu pas Lina di sidang karena kesalahan, kok bisa menjadi seperti ini.

Sadar dengan keberadaan Agustin, Farhat tersadar ternyata romannya dengna Lina ada yang menyaksikan.

"Agustin, sekarang sudah malam, kalau kamu mau pulang tidak apa-apa, biar Lina aku yang jaga, di luar masih ada Rohit, biar dia yang mengantarmu sampai rumah"

"Iya pak, titip Lina ya" Agustin langsung mengambil tas dan jaketnya kemudian pamit dengan Lina

"Lekas sembuh ya Na... Aku pulang, jangan mikir macem-macem lagi ya" pamit Agustin dengan mata melirik bosnya, membuat pipi Lina memerah seperti tomat.

***

Sekarang tinggal Lina dan Farhat

"Kamu mau makan sesuatu??" Tanya Farhat melihat gelagat Lina yang clinguk seolah mencari sesuatu.

"Minta tolong kupaskan apel itu bisa?" Lina menunjuk buah apel merah yang ada di meja.

"Kamu lapar ya? Aku kupaskan, tapi perutmu kan kosong, bagaimana kalau makan biskuit dulu?" Tawar Farhat dan di Angguk i oleh Lina, Farhat membukan satu bungkus biskui gandum dan menyuapinya ke mulut Lina sedikt demi sedikit.

"Kak.... Kamu tidak marah tau aku hami?" Tanya Pelan sambil menunduk.

"Marah??? Iya aku marah" Lina meneteskan air matanya, entah mengapa jawaban Farhat itu bikin seseg hati Lina, anaknya kan gak salah, Lina juga gak minta apapun dari Farhat, kenapa juga harus marah. Farhat tersenyum melihat istri manisnya itu sibuk mengelapi hidungnya yang keluar ingus bening dan air mata tang lolos begitu saja.

"Iya aku marah, kenapa kamu gak bilang dari awal, kenapa kamu gak cerita sama aku kalau kamu hamil, untung saja Rohit menolongmu pas kamu pingsan, andai saja Rohit tidak tau, pasti aku juga tidak kamu beri tau kalau aku akan menjadi ayah, dan aku tidak akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa seperti ini". Jawab Farhat pura-pura marah , dan memberi penekanan di bagian akhir bahagia yang luar biasa.

Lina menegakkan kepalanya dan menatap Farhat yang merentangkan kedua tangannya yang siap menerima pelukan Lina. Dan memang benar Lina langsung memeluk Farhat dan kembali menangis lebih histeris dari tadi, namun tangisan ini berbeda , kali ini tangisan bahagia.

Bersambung..

.
.
.
.
Jangan lupa Vote ya

30 Hari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang