22 (S.2) (Revisi)

1.7K 105 11
                                    

Selamat membaca. 🌺💖☀️❤️🍁💮

Mohammad Rajak Seikh bin Farhat Mohammed Seikh, nama yang tertera di nisan, dengan tanah yang masih merah. Wajah Farhat memerah, beberapa kali dia menengadahkan wajahnya ke atas sembari menarik nafas panjang, mati-matian menahan tangis saat dia menggendong putranya menuju peristirahatan terakhirnya yang belum sempat melihat dunia, putranya yang harusnya dia adzani di kamar bayi, namun Farhat mengadzani putranya yang berada di liang lahat, rasa bersalah begitu membuncah di dada Farhat, dadanya terasa panas, rasanya  ingin meledak. Namun dia harus kuat untuk Lina dan Rayyan putranya yang sampai saat ini belum dia adzani.

Para pelayat meninggalkan makan, menyisakan Farhat, tuan Salman, Paman Madan dan Rohit,  namun ada sosok wanita mengenakan feil sebagai penutup kepala berbusana hitam  mendekat dan ikut jongkok di sebelah Farhat

"Maafkan aku Farhat, aku tidak tau kalau Lina itu istrimu." Wanita tadi menunduk terlihat menyesali perbuatannya.

Farhat mengeratkan tangannya yang sedari tadi memegang nisan putranya.

"Mel... Salah anakku apa padamu Mel?" Farhat menatap meli di bali kacamata hitamnya, wajah Farhat masih merah dengan bulu halus mulai tumbuh di area wajah bagian bawah sehingga menapakkan kesan garang.

Meli tertunduk dan menangis menutupi isakan nya dengan tangannya.

"Aku khilaf Hat, aku... Aku mencintaimu, kenapa kamu tidak pernah melihat cinta ku Hat?" Meli mengatakan alasan dari tindakan bar-barnya.

"Karena aku lebih nyaman menjadi sahabatmu, dan kini kau menunjukan bahwa sebagai sahabatpun kau sangat tak pantas untukku, apalagi mendapat cintaku". Farhat berbicara dengan gigi yang mengerat seakan menahan emosinya yang ingin sekali menghabisi Meli saat ini.

"Farhat, aku menyesal, maafkan aku, hukumlah aku, bahkan aku rela kau laporkan ke polisi untuk menebus semua kesalahanku." Lina berusaha menarik tangan Farhat namun Farhat menepisnya.

"Yang berhak memaafkanmu dan memberikan hukuman padmau adalah Lina, jadi berdo'alah agar Lina segera bangun dan memaafkanmu." Farhat kemudian berdiri dan meninggalkan area pemakaman dan meninggalkan Meli dalam penyesalannya.

***
Sudah dua minggu Lina tertidur di ruang ICU, selama itu pula Farhat tidak meninggalkan istrinya, bahkan untuk pakaian ganti Rohit yang mengurusnya, orang tua Farhat juga masih di Indonesia, Tuan Salaman menggantikan posisi Farhat untuk sementara.

"Sayang.... Maaf aku mengadzani putra kita dan memebrinya nama tanpa persetujuanmu, putra kita sangat tampan sayang, mungkin besok dia sudah boleh pulang, trus bagaiman dia dirumah tanpamu sayang.... Ayolah Lina, kamu bangun, apa kamu terlalu lelah hidup denganku??? Aku berjanji Lina, aku akan membahagiakanmu, tapi ku mohon bangunlah". Entah kenapa semenjak Lina terjatuh Farhat menjadi pria yang sangat cengeng.

Terdengar suara ketukan pintu dan ternyata seorang suster
"Permisi pak, sore ini putra bapak sudah boleh pulang, mohon bapak bisa mengurus administrasinya"

"ya Allah, bagaimana putraku di rumah tanpa ibunya" bisik hati Farhat

"Ya Sus nanti saya akan ke bagian adminiatrasi." Mendengar jawaban dari Farhat suster tadi meninggalkan ruangan Lina.

"Lina sayang... Kamu dengar kan?? Putra kita sudah boleh pulang, katakan Lina bagai mana aku mengurus putra kita tanpamu??" Farhat benar-benar luruh dalam dukanya.

"Ya Allah... Kembalikan Lina ku Ya Allah.... " Farhat menggengam tangan Lina, sembari menangis mengesampingkan jiwa laki lakinya.

Di ambilnya ponsel di sakunya, Farhat mendial salah satu nama  di kontaknya.

"Ibu, bisa datang ke rumah sakit? Rayyan sore ini di perbolehkan pulang"

"Iya Nak, kondisi Lina bagaimana?"

"Kondisi Lina masih sama Bu."

Sorenya orang tua Farhat datang kerumah sakit untuk menjemput Mohammad Arrayan Seikh putra sulung Farhat dan Lina. Ibunya Farhat melihat cucunya mengingatkan wajah Farhat ketika lahir, ibunya sangat memahami kesedihan yang di alami putranya pasalnya saudara kembar Farhat juga meninggal saat di lahirkan.

"Nak, sebelum ibu bawa pulang Rayyan, kita bawa dia ke ibunya dulu ya, biar dia pamitan sama ibunya, siapa tau keberadaanya di dekat ibunya menumbuhkan ikatan batin dan membangunkan Lina dari tidur nya."

"Iya bu, aku pernah dengar sentuhan skin to skin ibu dan anak sangat mujarab, kenapa kita tidak coba." Setelah meminta ijin pihak RS untuk membawa anaknya menemui ibunya di rung ICU, mereka bergegas membawa Rayyan ke ibunya.

"Nak, putramu sangat mirip dengan Farhat saat dia bayi, terimakasih kau telah memberikan keturunan ke pada keluarga Seikh, nak... Ibu yakin kamu mendengar ibu, nak ini tangan putramu." Nyonya Bahiya menyentuhkan jari mungil Rayyan ke jari-jari Lina, kamu tidak ingin pulang bersama kami?? Bangun lah nak, demi Allah putramu membutuhkanmu, kami merindukanmu nak" Suara Nyonya Bahiya memudar karena tak tahan menahan tangisnya.

Dan memang benar ikatan batin ibu dan anak sangat kuat, Lina menunjukan responnya, tangannya bergerak kemudian menggenggam tangan mungil putranya, perlahan mata Lina terbuka.

"Lina... Kamu bangun??? Alhamdulillah" Nyonya Bahiya sangat bahagia melihat menantunya membuka matanya.

"Dokter... Dokter istri saya bangun " beberapa saat kemudian seorang dokter laki-laki masuk ke ruangan Lina.

"Permisi pak, bu, biar kami periksa dulu, mohon tunggu di luar." Merekapun patuh dan keluar dari ruangan Lina.

***

"Sayang... Dua minggu ini kamu menghukumku, kamu buat aku panik setiap saat, kau buat aku hampir gila merutuki kebodohanku". Farhat duduk di samping brankar Lina, dan Lina tidur miring sembari memberi asi kepada putranya.

"Kak... Maaf ya, aku ceroboh, sehingga putra kita lahir lebih awal". Samapi saat ini Lina belum tau bahwa akibat dari insiden itu menewaskan salah satu dari putranya.

"Seandainya semua orang tau kalau kau istriku, anak yang kau kandung adalah putraku, pasti tidak akan ada yang berani menghinamu, bahkan menganiaya mu, aku merasa gagal melindungi mu Lina."

Tok...
Tok...
Tok..

"Masuk..." Pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita yang sangat Farhat benci, tangan Farhat mengepal dan giginya mengerat.

Bersambung

30 Hari Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang