BAB VII - Majalah Siswa

88 35 0
                                    

Jam istirahat pertama hari ini, aku tidak mengikuti Ardan, Emen dan Dodot ke kamar mandi siswa yang sekarang sudah bersih, harum dan jadi tempat bolos favorit yang menggeser kantin belakang. Ketiga kawanku tadi sudah mulai menghayati peran mereka sebagai dewa penjaga kamar mandi. Mereka selalu memastikan kloset disiram setelah dipakai. Jika ada yang ketahuan merokok di wc, mereka bahkan tidak segan menjejalkan puntung rokoknya langsung ke mulut si murid. Itu sebabnya mereka sekarang diberi julukan Trio Cerberus – Anjing penjaga neraka berkepala tiga.

Kakiku melangkah menuju kelas XI-IPS-1 untuk menemui Nawang, seperti yang disarankan Bu Ita. Tak kusangka gadis bernama Nawang rupanya begitu manis dengan lesung di kedua pipinya. Disamping Nawang, ada seorang gadis yang selalu mengikutinya. Ternyata gadis itu juga ikut ekskul majalah siswa, bahkan menjadi wakil Nawang. Namanya Wulan dan ia memiliki gigi gingsul yang manis seperti Nabila JKT 48.

Nawang dan Wulan, ketika namanya digabung, mereka menjelma bidadari di dongeng Jaka Tarub. Tapi ketika dipisah, titisan bidadari rupanya masih ada, menjelma menjadi si lesung pipi dan si gigi gingsul. Jika beberapa hari lalu aku bergumul di neraka lapis pertama, sekarang aku yakin, aku sedang di surga bersama para bidadarinya.

“Oh, jadi kamu murid rekomendasi Bu Ita?” pertanyaan terlontar dari mulut Nawang. Aku mengangguk sambil terus memperhatikan lesung pipinya yang keluar tiap dia tersenyum. “Yaudah, ayok ikut aku ke sekre sekarang.”

Aku mengekor dibelakang Nawang dan Wulan menuju sekretariat, atau biasa disebut sekre. Di sekolahku ada sebuah bangunan berbentuk letter U dengan aula ditengahnya. Ada sekitar 10 ruangan disitu. Masing-masing ekskul punya satu ruangan. Sekre OSIS sendiri berdiri paling depan.

Sebelumnya aku belum pernah kesini, karena memang aku tidak mengikuti ekskul apupun. Itu sebabnya aku kaget ketika melihat sebuah benda berukuran besar berdiri tegak di tengah aula. Benda itu seperti miniatur sebuah panggung, dimana diatas panggung terdapat seorang berpeci hitam yang sedang memainkan biola dan dihadapannya terdapat beberapa orang yang duduk khidmat menikmati. Background dari panggung kecil itu bertuliskan SUMPAH PEMUDA.

“Masuk, Mik!” ajak Nawang sambil membuka pintu sebuah ruangan. Rupanya di dalamnya ada beberapa anak yang sedang sibuk menggunting, lem dan tempel. Susasanya kacau. Banyak kertas, styrofoam dan cat air berhamburan di lantai.

“Sorry berantakan, ya. Soalnya kita lagi garap mading buat event akbar tahunan. Kamu tau kompetisi mading Detektif, kan?”

Aku mengangguk. Event mading terbesar se- Jawa Tmur itu punya rubrik khusus anak muda di salah satu koran. Semua orang pasti tau eventnya. Tapi aku tidak pernah datang mengunjungi, apalagi berpartisipasi.

“Setiap tahun, sekolah kita ikut berpartisipasi dalam acara ini. Nggak Cuma mading 3 Dimensi, tapi juga ada masing 2D, mading on the spot, jurnalis muda, modelling, dan juga band. Nah, tahun ini ada cabang kompetisi baru. Mading online. Untuk modelling dan band, ekskul kita Cuma fasilitator. Pesertanya diambil dari siswa diluar anggota masis. Tapi untuk kompetisi lainnya, seluruh anggota masis, majalah siswa, harus ikut andil.”

Aku masih menatap kagum pada seluruh anggota yang merelakan jam istirahatnya untuk menggarap mading ini dengan sangat khusyu’. Mbak Sekar, kakak perempuanku, dulunya sangat tergila-gila pada film Ada Apa Dengan Cinta. Aku tidak pernah menyangka bahwa hari ini aku akan mengikuti jejak Cinta dan kawan-kawannya untuk bergabung di masis.

“Kompetisinya dimulai bulan depan. Makanya kita udah siap-siap dari sekarang. Tapi selain kompetisi, kita juga tetep kudu ngisi mading sekolah, buletin bulanan, juga nyicil majalah yang terbit tiap semester. Jadi, tiap anggota bakal dapet tugas sendiri-sendiri. Karena kamu anak baru, jadi kamu bakal dapet tugas bikin buletin bulanan. Minggu depan sudah harus terbit. Sini, aku kenalin sama anak-anak buletin.”

Nawang membawaku menemui beberapa siswa. Edo, si cowok keriting dari kelas XI IPS 2 yang menamai dirinya Edo Brokoli. Serta Laras dan Wening yang masih kelas X. Mereka bertiga adalah tim buletin. Edo adalah fotografer, Wening jurnalis dan Laras editornya. Meski masih kelas X, tapi Laras sudah ditunjuk jadi editor. Kemampuannya pasti luar biasa.

“Guys, mohon kerjasamanya, ya. Mikha bakal gabung di tim Buletin bareng kalian.” Ujar Nawang lalu pamit mengundurkan diri. Dia harus memantau perkembangan mading-mading lainnya yang akan ikut kompetisi bulan depan.

“Halo, mas Mikha,” sapa Laras sambil tersenyum. Aku balas mengangguk karena tidak tau harus apa. “Minggu depan buletin kita udah harus terbit nih, mas. Tapi kita masih belum liputan. Rencananya petang nanti setelah maghrib, kita kumpul lagi di sekolah buat liputan. Mas Mikha harus ikut, ya?”

Aku yakin ibu tidak akan mengizinkanku keluar, tapi ini tugas baruku. Tanpa pikir panjang, aku mengiyakan saja. Gampanglah nanti aku akan cari alasan untuk ibu.

“Tema buletin kita bulan ini adalah “Tempat Angker di Sekolah”. Mumpun ini malam jumat kliwon, kita bakal mengadakan penelusuran tengah malam di sekolah untuk.mencari spot-spot angker. Nah, mas Mikha ikut aja dulu. Nanti biar Wening yang bantuin mas Mikha untuk nulis laporannya.”

Glek... Penelusuran tempat angker sekolah? Di malam jumat kliwon? Rasanya membersihkan wc putra jauh lebih baik daripada ini. Tapi aku sudah terlanjur nyemplung, maka basahlah saja sekalian. Semoga nanti malam tidak ada yang kesurupan, meski jika iya, rasanya pasti akan viral!

***

Catatan Mikha

Spot angker di sekolah ternyata ada banyak. Kabarnya, sekolahku dulunya bekas persembunyian perempuan dan anak-anak kecil Belanda saat Jepang datang menyerang. Namun tempat ini ketahuan dan terjadi pembantaian besar-besaran. Yang suka menampakkan diri adalah bocah-bocah bule dengan baju sailor. Konon mereka sering muncul di siang hari dan ikut belajar di kelas.

Selain itu, ada parkiran motor siswa, kamar mandi siswi perempuan, lab biologi, UKS dan Perpustakaan. Konon di parkiran siswa ada satu tempat yang di pylox putih dengan tanda X. Tempat itu tidak boleh dihuni motor lain, jika tidak maka akan terjadi keanehan.

Toilet putri sendiri kabarnya ada penampakan mantan siswi sekolah ini yang mati di WC karena keguguran dan pendarahan. Di UKS sering ada penampakan perawat berwajah bule yang katanya merupakan salah satu korban pembantaian tentara jepang saat persembunyian. Dan terakhir, di perpustakaan sempat ramai soal hantu bolpoin jatuh.

Dulu, kupikir membersihkan WC putra adalah hal terseram karena aromanya seperti neraka. Sekarang, kurasa WC putra justru tempat paling aman, sebab para setan pasti menjauh karena tak tahan dengan baunya.

Catatan Kecil MikhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang