🌈29🌈

23.3K 2.7K 53
                                    

"Ngapain lo disini?"

Angkasa menatap Jinan malas. "Ada hak apa lo nanyain gue pertanyaan itu?"

Jinan menatap Angkasa sangsi. "Jelas gue punya hak. Gak perlu gue jelasin juga lo tau kan?"

Angkasa berdiri dari duduknya, berjalan kearah Jinan. Jari lentiknya bergerak mendorong pelan dahi Jinan, meskipun pelan tapi sangat terasa kalau Angkasa menyisipkan sedikit emosi disana.

"Gue gak tau tuh. Lo jelasin ulang coba, biar gue tau, seberapa bodohnya lo."Tekan Angkasa disetiap kata nya.

Saat Jinan akan membalas perkataan Angkasa, suara lain terdengar menginstrupsi perdebatan mereka.

"Jangan ribut, bisa? Disini banyak yang terganggu dengan perdebatan kalian itu. Kalian selalu memperdebatkan hal yang sama, gumoh saya lama lama."

Callista. Wanita yang baru saja selesai memasak untuk makan malam.

"Maaf."Angkasa meminta maaf dengan sedikit menundukan kepalanya. "Biar gue bantu."Lanjutnya.

Callista mengangguk. "Kamu bantu bawa beberapa piring. Dan untuk Jinan, kalau kamu tidak melakukan hal apapun, sebaiknya kamu pergi dari sini."

Callista saja yang adik dari pemilik mansion ini sering memasak makanan untuk Chris dan teman temannya. Selain itu terkadang dia juga membantu membersihkan mansion, kepribadian yang sangat berbeda dengan Chris.

Sedangkan Jinan? Dia hanya bisa bersantai dan menikmati kemewahan yang Chris punya.

Dan poin pentingnya, Jinan menganggap dirinya memiliki kasta yang setara dengan Chris. Entah apa yang dipikirkan oleh Jinan.

.

.

.

"Mau kemana kamu?"

Angkasa mendengus kasar. "Mau pulang lah anjrit. Pake nanya segala."Kesalnya.

"Saya tidak mengizinkan kamu untuk pergi dari mansion ini. Kamu harus menuruti apa yang sama katakan, bukankah itu sudah tertulis jelas diperjanjian kita?"Chris menatap Angkasa dengan tatapan tajamnya.

Angkasa balik menatap Chris tak kalah tajam. "Bukan berarti lo bebas minta apa aja ke gue. Inget, gue cuma anak buah lo, itu pun dengan terpaksa. Selebihnya, kita bukan siapa siapa."

Chris menghela nafas. Membiarkan Angkasa pergi dari kediamannya. Katakanlah Chris egois, tapi memang begitu adanya.

.

.

.

Kali ini, mari kita bicarakan perasaan Angkasa terhadap Chris.

Angkasa memang masih menaruh hati pada pria tampan itu, tapi sepertinya ia harus mengubur perasaan itu dalam dalam.

Karena menurut Angkasa, apa yang bisa ia harapkan dari pria brengsek seperti Chris? Karena yang ada, ia hanya akan mendapat rasa sakit.

Sudah cukup ia disakiti dimasa lalu, ia tidak akan pernah masuk kedalam perangkap yang sama.

"Bengong terus. Kenapa?"

Angkasa mengalihkan pandangannya kearah Sean kemudian menggelengkan kepalanya tanda ia tidak apa apa.

Angkasa berdehem. "Apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya? Sebaiknya cepat katakan, karena saya tidak punya banyak waktu senggang."

Sean tertawa. "Pertama, berhenti bersikap formal ke gue. Kedua, sebenernya gue gak ada maksud khusus sih ngajak lo ketemuan kayak gini, gue cuma kangen sama lo."

Mafia meet an innocent boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang