✎ Season O2 'Chap O3✎

17.5K 2.1K 81
                                    

"Mau kemana?"

Angkasa natap Chris datar. "Lo gak berhak buat tau."

Angkasa berjalan cepat keluar kamar. Dan dengan cepat menuruni setiap anak tangga yang ia lewati.

"Angkasa? Mau kemana?"Tanya Shannon yang baru saja dari dapur.

Angkasa membalikan badannya menatap Shannon. "Kenapa?"Tanya nya datar.

Shannon tersenyum. "Makan dulu yuk. Saya udah masak buat kamu."

Angkasa menggelengkan kepalanya. "Gue ada urusan yang lebih penting."

Angkasa bersiap untuk pergi keluar dari mansion, tapi Shannon menahan lengan Angkasa.

"Apa lagi?"Tanya Angkasa geram.

"Saya cuma mau kamu balik ke Angkasa yang dulu."Shannon menatap Angkasa penuh harap.

Angkasa menatap Shannon aneh. "Setelah apa yang udah terjadi, lo masih mengharapkan gue balik ke Angkasa yang dulu? Lo bodoh, Shannon."

Angkasa menepuk - nepuk pundak Shannon. "Jangan terlalu berharap soal itu."

"Hal itu adalah suatu ketidak mungkinan."

.

.

.

Disinilah Angkasa sekarang. Didepan sebuah rumah, yang pernah menjadi tempat tinggalnya dulu.

Rumahnya, tempat tinggalnya, tempat untuk pulangnya, dulu.

Untuk apa Angkasa ada disini? Hanya untuk mengambil barang barangnya. Karena sekarang, ia sudah dibuang oleh keluarga nya sendiri.

Angkasa mulai berjalan memasuki kawasan rumahnya.

"Mau apa kamu datang kesini lagi?"

Angkasa mengedarkan pandangannya dan menemukan Papa nya yang baru saja keluar dari garasi.

"Cuma mau bawa barang barang."Jawab Angkasa santai.

BUG!

Bogeman keras Aksaka layangkan pada Angkasa. Membuat Angkasa terhuyung kebelakang.

"Setelah apa yang kamu lakukan, kamu masih berani untuk pulang dan menemui saya?"Geram Aksaka.

Angkasa berdecih. "Saya disini cuma mau bawa barang barang saya dan pergi secepatnya dari sini."

Kirana yang mendengar suara keributan dipekarangan rumahnya membuat Kirana dengan segera berlari keluar rumah.

"Ada apa ini? Angkasa?"

Kirana berlari kearah Angkasa dan memeluk Angkasa erat sambil menangis. "Astaga Asa, bunda kangen."

Angkasa memeluk bundanya erat. "Angkasa, bunda. Bukan Asa."

"Kirana, masuk kedalam rumah sekarang. Biar saya yang bicara sama anak ini."Titah Aksaka.

Kirana menggelengkan kepalanya. "Angkasa itu anak aku. Ibu mana, yang mau anaknya dihajar sama papa nya sendiri?"Kirana menatap Aksaka tajam.

"Angkasa, ayo masuk nak. Bunda buatin makanan ya?"

Angkasa menggelengkan kepalanya. "Saya disini cuma mau bawa barang barang. Abis itu saya gak punya urusan lagi disini. Jadi, bisa izinkan saya masuk?"

.

.

.

Angkasa berjalan santai kearah kamarnya. Angkasa pasti akan sangat merindukan rumah ini.

Dan juga, kenangan yang tercipta dirumah ini. Bagaimana pun, semua orang yang berada dirumah ini sudah memberikan banyak kebahagiaan pada Angkasa.

Angkasa tau keluarganya kecewa. Angkasa juga kecewa pada dirinya sendiri, tapi sampai saat ini,

Angkasa masih belum tau apa alasan Chris saat ia membuangnya. Chris masih menyimpannya sampai saat ini.

Tapi sampai kapan ia harus tetap menyimpan alasan itu? Apa sampai Angkasa pergi?

tunggu, pergi?

.

.

.

Angkasa sudah selesai membereskan semua barangnya. Baju, atau mungkin barang barangnya yang lain.

Angkasa meminta tolong pada Adit untuk membantunya membawa barang barang dari rumah lamanya.

Ia jadi tidak terlalu kerepotan.

"Jangan berani untuk datang kembali lagi kesini."

Angkasa membalikan badannya menghadap Aksaka.

"Saya tidak berharap untuk kembali kerumah ini. Bukannya Anda sendiri yang sudah mengusir saya? Dengan senang hati saya mengikuti apa yang Anda mau."Jelas Angkasa angkuh.

Kirana menatap Angkasa sedih. "Kita bisa ketemu diluar, gak ada yang bisa larang bunda buat ketemu sama kamu. Termasuk Papa kamu."

Angkasa menggelengkan kepalanya. "Gak bunda. Angkasa takut Bunda terluka. Semua orang pasti gak mau berurusan sama orang yang pendendam, yang suka ngelukain orang lain, bahkan sampe ngerencanain pembunuhan."

"Lagi pula, sekarang Angkasa udah jadi anak buahnya Chris. Angkasa gak mau bunda berurusan sama dunia mafia."Lanjut Angkasa.

Angkasa tersenyum tenang. "Kalian gak perlu nyalahin diri sendiri. Kalian gak pernah salah ngedidik saya. Kalian gak pernah salah memperlakukan saya. Saya yang salah karena gak bisa ngambil ilmu dari apa yang kalian kasih."

"Dan juga, Anda harus ingat Pak Aksaka. Jika saja, Anda tidak memberi Chris kesempatan kedua, mungkin akhirnya tidak akan seperti ini."

TBC

Jangan lupa tinggalin jejak. Makin gak jelas y.

Mafia meet an innocent boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang