"Boleh gue tanya sesuatu?"
Callista mengangguk. "Kamu boleh tanya apapun, meskipun saya belum tentu jawab pertanyaan kamu."
"Ini soal Chris. Dia kenapa? Gue belum pernah liat dia serapuh itu."Tanya Angkasa. Karena selama ini, ia selalu melihat Chris yang sangat menyeramkan ketika melawan musuhnya dan Chris yang sangat berwibawa ketika berada dikantornya.
Callista menggeleng. "Itu bukan tugas saya untuk menjelaskannya. Kamu bisa tanya langsung ke Chris."
Callista tersenyum cantik. "Kalo Chris udah siap untuk menceritakan, dia pasti bakal cerita kok. Dan yang paling penting, kalo Chris cerita sama orang lain soal kehidupan pribadinya, itu bisa dikatakan kalau Chris sangat mempercayai orang itu."
.
.
.
"Kalo belum siap cerita, gapapa kok. Itu juga bukan hak gue buat tau permasalahan pribadi lo."
Chris menggeleng. "Kamu berhak tau."
"Kenapa? Gue sama sekali gak ada hubungannya sama lo, apalagi ini soal masalah pribadi lo kan?"Tanya Angkasa bingung.
Chris mengalihkan pandangannya kearah lain. "Karena saya percaya sama kamu."
Angkasa tergelak mendengarnya. Ia merasa ingin terbang, tapi ia sendiri menahan itu semua. Ia hanya takut, kalau itu bukan hal serius.
"Beberapa hari kebelakang, ayah tiri saya dateng nemuin saya."
Angkasa mengerutkan kening dalam diam. Ia tidak tahu menahu soal kehidupan pribadi Chris, terlebih orang tuanya.
"Dia ingin mengakuisisi black wolf dan perusahaan yang saya bangun dari nol. Tentu saja saya tidak ingin hal itu terjadi, terlebih setelah apa yang ia lakukan pada ibu saya."
"Dia lebih brengsek dari saya. Bahkan, dia memperlakukan ibu dan adik saya bukan sebagai istri dan anaknya."
Angkasa menghela nafas. Ia tidak mengira bahwa hidup Chris sangat complicated.
.
.
.
"Bukannya lo udah janji sama diri lo sendiri kalo lo gak bakal berurusan lagi sama dia?"
Angkasa menatap Askara malas. "Ya gue harus gimana dong? Udah berkali kali menghindar juga, akhirnya tetep ketemu lagi."
Askara mengangguk. "Ya berarti kalian jodoh."Jawabnya.
"Lambe mu mas."
.
.
.
Angkasa mengayunkan tungkainya memasuki area mansion milik Chris. Dari luar mansion, ia bisa mendengar suara dua orang yang berdebat dengan suara sangat keras.
"Chris?"Panggil Angkasa. Kedua orang itu menoleh.
"Chris? Kamu mempunyai berlian? Kenapa kamu tidak memberitahu saya?"Tanya orang itu pada Chris.
Chris masih mempertahankan raut wajah dinginnya. "Jangan coba coba untuk mendekat atau pun menyentuh dia."
"Chris? Kenapa kamu bersikap begitu buruk pada ayah sambungmu ini?"Tanya Marco Alexander, ayah tiri Chris Arxander.
Angkasa hanya diam, ia tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi ia tahu jelas kalau suasana mansion sangat mencekam.
Marco mendekat kearah Angkasa, tangannya bergerak mengelus wajah Angkasa.
Rahang Chris mengeras. Ia berlari kearah Angkasa, ia ingin menjauhkan Angkasa dari Marco.
Angkasa menyentuh tangan Marco lembut. Membuat Marco tersenyum puas melihatnya.
SRET!
Angkasa memelintir lengan Marco, kaki kirinya ia gunakan untuk menekan punggung Marco, membuat lengan Marco semakin tertarik kebelakang.
Marco meringis karena rasa sakit yang ia rasakan.
"Jangan berani buat sentuh gue, sialan!"Bisik Angkasa dengan begitu tegas dan menakutkan.
Chris menarik Angkasa untuk terus berada didekatnya. Kemudian menggenggam telapak tangan Angkasa begitu erat.
Marco meregangkan tubuhnya karena merasa sedikit sakit. "Mungkin keinginan saya berubah sekarang. Saya tidak akan lagi mengincar perusahaan dan kelompok kamu itu. Sekarang saya lebih tertarik dengan lelaki yang ada disamping kamu."
Angkasa berdecih tak suka. "Halah bacot."
.
.
.
Pandangan Chris sedari tadi tidak bisa lepas dari Angkasa. Angkasa kini sedang membantu Callista memasak makanan.
Rasanya Chris bernostalgia ketika ia dan Angkasa masih bersama, dulu.
"Chris sini deh!"Panggil Angkasa. Chris berjalan mendekat kearah Callista dan Angkasa.
Angkasa membalikan badannya. Menatap Chris dengan sumringah, ditangannya terdapat sepotong brownies diatas sebuah piring kecil.
Belum lagi celemek yang ia gunakan terdapat banyak noda tepung, wajahnya yang terdapat noda tepung, sepertinya Angkasa sangat bekerja keras untuk membuat brownies itu.
"Cobain."Pinta Angkasa sambil menyodorkan sepotong brownies itu.
Chris tersenyum dalam hati, browniesnya enak. Manis, meskipun tidak terlalu manis.
Apalagi dibarengi dengan melihat senyuman Angkasa yang tak kalah manis dari brownies yang ia makan.
"Gimana rasanya?"Tanya Angkasa exited.
"Manis."Jawab Chris sambil tersenyum tipis.
Callista berdecak. "Apanya nih yang manis? Browniesnya atau senyum yang ngebuat browniesnya?"
.
.
.
"Asa, saya boleh nanya sesuatu gak?"
Angkasa menatap Callista lalu mengangguk.
"Kamu masih punya sedikit harapan untuk kembali ke Chris? Ykwim?"
Angkasa menghela nafas. "Callista Lucyana Arxander. Kalo lo sendiri, mau kembali ke seseorang yang udah nyakitin lo?"
Callista terdiam. "Tergantung. Kalo dia mau berubah, akan saya beri kesempatan."
Angkasa lagi lagi menghela nafas. "Itu sama aja lo masuk lagi ke lubang yang sama. Artinya, lo numbalin diri lo sendiri untuk disakiti lagi, entah itu kedua kalinya atau pun kesekian kalinya."
Angkasa menatap televisi yang menampilkan show case dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Gue percaya sama takdir. Tuhan tau kok apa yang terbaik buat hamba - Nya. Kalo Tuhan menakdirkan gue sama Chris buat bareng bareng lagi sampe tua nanti, gue terima kok."Nada bicara Angkasa mulai berubah, terdengar sangat sendu.
"Kalo pun Tuhan menakdirkan kalo gue sama Chris gak bisa bersama, mau gak mau gue harus nerima itu. Yang terpenting sekarang, gue mau ngejalanin apa yang seharusnya gue jalanin. Ikutin aja alurnya, karena takdir pasti bawa kita ke kehidupan yang lebih baik."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia meet an innocent boy
FanfictionSeorang Mafia, atau mungkin Kriminal, yang bertemu dengan seorang remaja polos secara tidak sengaja. Dan seketika, kehidupan mereka berubah. tapi apakah kisah mereka akan berjalan mulus? Lokal, visualisasi bisa seliar mungkin Was in #1 bl, #1 uke, a...