"Memori kita tersimpan dalam kenangan paling indah. Aku kira senyum manis itu tak akan pernah mengukir luka sesakit ini."
—Lugu—
♡Selamat Datang dan Selamat Membaca♡
Semilir angin lembut meniup beberapa lembar buku tebal milik Rainan, tak ada yang bisa dia harapkan lagi selain pergi dari bumi. Sungguh sayatan cantik yang diberikan mamahnya pagi tadi menumpahkan darahnya.
Rafel menatap tak tega melihat tangan Rainan yang diperban, lelaki itu ditunjukan sebagian luka lebam di tangan Rainan.
"Anterin gue ke rumah sakit hari ini," pinta Rainan disela-sela keseriusan belajarnya.
Rafel termenung sejenak, dia ada suatu hal yang harus dikerjakan terlebih dahulu. "Gue mau nyiapin hari ibu dulu buat mamah gue, sama mau nyemangatin adek gue."
"Sejak kapan lo punya adek?"
"Orang mana tau gue punya adek, karena adek gue juga lebih sering di rumah sakit udah kayak tempat tinggal aja. Lagian semenjak papah udah gak ada, gue dipisahin sama adek gue, adek gue dibawa sama mamah," papar Rafel dengan satu tarikan napas, dia mengembuskannya berat hati.
"Kenapa lo gak ikut mamah lo?"
Rafel tertawa singkat, dia pikir mungkin banyak orang yang heran bila mana dia tak juga ikut bersama sang mamah. "Gue mana mau menerima orang baru, gue lebih milih dijemput papah."
"Lo kalau mati ya tinggal loncat aja di atas sini," usul Rainan yang menunjuk ke bawah sana, karena perpustakaan mereka berada di lantai tiga sekolahannya.
"Nanti kalau gak mati terus lumpuh lo mau ngurusin?" Rainan sontak menggelengkan kepalanya terhadap pertanyaan sahabatnya tersebut.
"Nyusahin mending gue bunuh sampai beneran mati."
Rafel menaikan salah satu alisnya, menguji kesabaran seorang Rainan. "Kalau gue mati karena elo dosa gue bakal ditanggung sama elo gak sih?"
Rainan mendelik tajam, jari-jarinya menutup buku tebal itu hingga terdengar suara keras yang menakutkan.
"Gue gak bunuh lo, justru lo yang bunuh diri."
Rafel masih kebingungan, dia pun berkata, "Kenapa dari sekian banyaknya jalan ke luar orang lebih milih mengakhiri hidupnya?"
Hening dalam sekejap, mata Rainan tak bisa membayangkan betapa buruknya dia menginginkan mati di saat Allah masih memberinya amanah untuk hidup dengan dijanjikan melihat doa-doanya terwujud lebih indah dari rencananya.
"Allah bersama orang-orang yang sabar, maka jangan pernah bosan untuk menunggu, semua hal yang dipersiapkan Allah enggak akan pernah mengecewakan. Semua yang bernyawa bakal mati, belum tau kapan yang pasti, tapi kalau belum ya jangan dulu diakhiri sama tangan sendiri."
"Menampar tanpa tangan," lirih Rafel yang terharu mendengar ucapan Rainan menyentuh hatinya.
"Sekarang aja ke rumah sakitnya," tawar Rafel yang mendapat lirikan tajam dari Rainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUGU
Ficção Adolescente"Jadi pacar gue, ya?" "Boleh, tapi pacar itu apa?" Apakah playboy kelas kakap- Karnahasta Allean Nandra dapat menyikat habis siswi di seantero sekolahnya yang tak berdosa hanya bermodalkan tampang rupawan yang memabukkan, bahkan segala macam janji...