Part |18|

683 73 20
                                    

Naruto memijit keningnya, lesu. Sungguh kepalanya terasa sakit sejak semalam. Pekerjaan yang menumpuk ditambah lagi ia harus memenuhi surat panggilan dari sekolah. Entah masalah apa lagi yang dilakukan putranya itu di sekolah.

Naruto lelah!
Lelah batin, lelah pikiran dan lelah fisik.

"Hotaru, tolong keruanganku sekarang," Naruto memanggil sekertaris melalui telepon.

Tak lama kemudian pintu ruang kerjanya diketuk dan Hotaru muncul, "Anda memanggil saya Namikaze-san?" tanya Hotaru sopan.

"Iya. Aku mau tanya, apa agenda kerjaku siang ini?"

Hotaru membuka file agenda sang atasan yang selalu dibawanya. "Jadwal anda kosong untuk siang ini. Tapi besok siang anda ada meeting dengan klien penting," jelasnya memberitahu.

"Baiklah kalau begitu. Saya mau keluar sekarang karena ada urusan penting. Saya tidak bisa pastikan jam berapa saya kembali ke kantor, jadi tolong kamu handle di sini selama saya di luar," ujar Naruto menyampaikan.

"Baik Namikaze-san."

"Terimakasih Hotaru. Saya berkemas dulu sekarang, dan kamu bisa kembali ke meja kerjamu."

"Baik. Saya permisi Namikaze-san," pamit Hotaru undur diri dan dibalas anggukan oleh Naruto.

♤♤♤♤

"Sebagai seorang ibu, anda seharusnya mendidik anak anda dengan baik. Lihat, anak saya jadi babak belur begini. Saya heran, bagaimana cara anda mendidik anak anda. Kenapa dia bisa tumbuh jadi anak nakal dan berandalan seperti ini."

"Maafkan putra saya, nyonya. Tapi sebelum anda menghakimi saya dan putra saya, alangkah baiknya jika anda bertanya terlebih dahulu kepada putra anda, apa penyebab putra saya memukuli putra anda hingga babak belur," kata Naruto tenang.

"Saya tau bagaimana sifat dan karakter putra saya. Dia itu anak yang baik. Jadi tidak mungkin dia mengganggu putra anda."

Naruto mendesah lelah, "Baiklah kalau memang seperti itu," ucapnya. Kemudian ia menoleh ke samping dimana Menma duduk dengan wajah bosan. "Menma-kun, beritahu kaa-chan kenapa kamu memukuli temanmu hingga babak belur seperi itu," tanya Naruto kepada putranya.

"Aku hanya nenunjukkan padanya bagaimana cara seorang anak dari wanita pelacur bertindak ketika ia diganggu ata merasa terganggu oleh orang lain," jawab Menma dengan entengnya yang berakhir membuat Naruto merasa sedih dan terpukul.

"Pantas saja....ternyata anak seorang pelacur--------"

●●●●●

Naruto duduk termenung di ruang tamu rumahnya. Setelah menghadiri surat panggilan dari sekolah Menma, ia tidak berniat untuk kembali ke kantor. Ia tidak mungkin bisa fokus bekerja kala suasana hatinya kurang baik.

Ucapan yang menyakitakan dan alasan Menma menghajar teman sekelasnya di ruang kepala sekolah tadi siang, sungguh melukai hatinya hingga titik terdalam. Rasa putus asa itu kini timbul di dalam dirinya.

"Me-----Menma-kun....." Naruto berdiri dari duduknya kala sang putra muncul di ambang pintu utama. "---------ayo kita bicara sebentar nak," ucapnya menyambut Menma.

Menma tidak menghiraukan Naruto, ibunya. Dengan langkah santai dilengkapi dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana seragam sekolah yang dikenakannya, Menma menaiki tangga menuju kamarnya.

"Menma-----" Naruto mencekal pergelangan tangan Menma saat kakinya menapak di tangga kedua. "Tolong bicara dengan Kaa-chan, sekali ini saja. Kaa-chan akan ceritakan semua kebenaran tentang tou-chanmu. Ayo nak, dengarkan------"

SADNESS✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang