Sasuke pulang kerumahnya dengan wajah kusut. Tanpa menyapa keluarganya, dia langsung menuju kamarnya di lantai dua."Sasuke, kita perlu bicara!" terdengar suara berat Madara menghentikan langkah Sasuke saat di tangga.
"Hn."
"Temui aku di ruanganku," perintah Madara.
"Jika kau ingin membicarakan perjodohan itu, baiklah. Aku akan menerimanya," ucap Sasuke membuat semua yang ada di sana menatap Sasuke dengan pandangan tak percaya.
Tak terkecuali dengan seseorang yang kini mengepalkan tangannya kuat, sampai buku-buku jarinya memutih, "Kenapa?" Batinnya bertanya.
"Hanya satu malam dan kau sudah memberikan jawaban seperti yang kuinginkan. Baguslah!" kata Madara merasa puas.
"Apa kau sudah yakin dengan jawaban yang kau pilih? Bukankah kami memberimu waktu tiga hari untuk memikirkannya?" tanya Fugaku selaku ayah Sasuke, memastikan.
"Apa aku punya pilihan lain? Sekarang atau satu tahun kedepan sekalipun, kalian akan meminta jawaban seperti yang kalian inginkan, bukan? Jadi untuk apa membuang-buang waktu?" Sasuke kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
"Kumohon Anata, Tou-sama. Jangan terlalu berlebihan mengekang Sasuke-kun," pinta Mikoto tidak tega melihat putra bungsunya dikekang.
"Dan membiarkannya menjadi pembangkang seperti Itachi?" balas Madara dingin.
Mikoto melirik putra sulungnya yang duduk tidak jauh dari mereka, sibuk atau pura-pura sibuk dengan gadget di tangannya, "Bu------bukan begi--------"
"Aku ke kamar saja kalau keberadaanku di sini membuat kalian tidak nyaman untuk membicarakan kepentingan kalian," sela Itachi sembari berdiri dari duduknya dan melangkah pergi menuju lantai dua.
Mikoto menatap punggung sang putra sendu. Sebagai seorang Ibu, dia tidak bisa berbuat apa-apa dari tindakan otoriter sang ayah mertua dan juga suaminya.
Di ujung tangga sambil melihat kebawah dimana orang tua dan kakeknya berada, Itachi melakukan panggilan telepon.
"Bagaimana? Apa kau mendapatkan apa yang kusuruh tadi malam?" tanyanya kepada lawan bicaranya lewat telepon genggamnya.
"Tentu saja. Sangat mudah bagiku mendapatkan rekamannya? Jangan meremehkanku, Chi."
"Baguslah. Terus urusan yang satu juga beres? Apa sudah sampai ke tempat yang kukatakan?" tanya Itachi lagi.
"Sudah. Kalau yang itu si merah dan si origami yang mengurusnya. Hubungi mereka saja Chi," jawab seseorang di seberang sana.
"Terimakasih Shi. Malam ini aku akan berangkat kesana. Mau bagaimanapun juga aku yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi padanya. Yang disini kuserahkan padamu. Selesaikan dengan baik," kata Itachi mengakhiri.
"Baiklah. Aku tau kau melakukan itu untuk kebaikan bersama. Jadi apa pun yang kau lakukan, sebagai sepupu dan sahabatmu, aku selalu mendukungmu Chi."
"Sekali lagi terimakasih Onii-san."
"Sama-sama OTOUTO, hahaha..........jangan menyalahkan diri sendiri Chi. Itu bukan salahmu. Niatmu baik."
"Iya Shi, kututup telfonnya sekarang." Sambungan~pun terputus.
Itachi kemudian berbalik, tapi tujuannya saat ini bukan kamarnya melainkan kamar Sasuke.
Begitu sampai di depan kamar sang adik, ia mengetuk pintu, "Sasuke, boleh aku masuk?"
Karena tak mendengar respon dari sipemilik kamar, akhirnya Itachi masuk tanpa menimbulkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADNESS✔️
FanfictionPairing : SasuFem!Naru Naruto anak sebatang kara yang hidup dalam kesepian. Namun, rasa kesepiannya terobati setelah ia mengenal Sasuke Uchiha yang menjadi sahabat masa kecilnya sekaligus cinta pertamanya. Naruto sangat memuja dan mencintai Sasuke...