Part |14|

798 80 12
                                    

"Naru-chan, saatnya makan siang. Kamu makan ya. Nee-san masak ramen ekstra pedas kesukaanmu," bujuk Konan untuk kesekian kalinya.

Naruto menggeleng, "Aku tidak lapar Konan-san. Aku hanya ingin pergi," katanya kemudian.

"Tidak Naruto! Jangan pernah berpikir untuk melakukan hal itu lagi! Lihat, luka ditanganmu masih belum sembuh. Jadi tolong Naru, kuatlah. Nee-san mohon!" Konan merangkul Naruto yang menatap suasana desa Ame yang selalu menangis, dari jendela kamar dengan pandangan kosong.

"Kuat ya?" Naruto masih menatap lurus ke depan. "Kuat untuk apa? Masa depanku sudah hancur. Hidupku sudah tidak ada gunanya lagi. Jadi untuk apa?" lanjutnya pilu.

"Masa depanmu masih panjang. Jangan menyerah Nar-----------"

"KAU TIDAK TAU BAGAIMANA RASANYA JADI AKU!! HIDUP TAPI RASANYA MATI!! JADI UNTUK APA AKU HIDUP LAGI?" tiba-tiba Naruto berteriak histeris menatap Konan penuh emosi. "Berulang kali aku ingin mengakhiri semuanya, tapi dengan seenaknya kalian selalu menghalangiku! KAU SIAPA? KALIAN SIAPA?" lanjutnya membuat dua orang yang berada diluar kamar tiba-tiba merangsak masuk.

"Ada apa Konan? Apa yang terjadi? Kenapa Naruto berteriak?" tanya Nagato cemas masuk ke dalam kamar diikuti Itachi di belakangnya.

"Naru-chan tiba-tiba berteriak saat aku memaksanya makan," jawab Konan lesu.

"Kenapa? KENAPA KALIAN MENGHALANGIKU? APA YANG KALIAN INGINKAN DARIKU?" Naruto menatap nyalang tiga orang dewasa berbeda surai di depannya. "Aku tidak mengenal kalian.........jadi tolong-------tolong izinkan aku pergi. Aku ingin bersama kedua orang tuaku-----hiks----hiks-----" ucap Naruto lirih berakhir dia menangis terisak.

Itachi menengadah menghalau air mata yang menggenang di pelupuk matanya yang siap mengalir. Melihat Naruto yang saat ini sedang terpuruk dan hilang harapan membuat Itachi merasa jadi orang paling brengsek di dunia.

Bukan. Bukan ini yang ia harapkan. Bukan hal seperti ini yang ia inginkan. Sungguh, Itachi sangat merasa bersalah melihat kondisi sipirang yang dia klaim sebagai adik perempuannya semenjak ia mengenal gadis blonde itu. Tapi apa? Justru dirinyalah yang menyebabkan Naruto menjadi seperti sekarang ini.

"Apa yang harus kulakukan------------Nagato?" ucapnya sedih.

"Lakukan apa yang seharusnya kau lakukan," jawab Nagato tanpa melihat ke arah Itachi. "Kau tau Itachi? Semenjak kutahu Naruto itu putrinya mendiang bibi Kushina, ingin rasanya aku membunuhmu Chi," lanjutnya sembari mengepalkan tangannya erat.

"Lakukanlah Nagato, mungkin dengan begitu maka bebanku akan berkurang," balas Itachi dengan bulir-bulir air mata membasahi pipinya.

"-------Tapi jika aku melakukannya, keadaan tidak akan mungkin bisa kembali seperti sebelumnya. Sebelum Naruto menjadi kacau seperti saat ini. Lalu apa gunanya aku mengotori tanganku?" lanjut Nagato.

"Aku tak sanggup melihatnya hancur seperti ini Nagato........."

"Kau pikir aku sanggup?" Nagato melirik Itachi melalui sudut matanya. "Mulai saat ini, aku dan Konan yang akan mengurusnya. Jadi-----" Nagato mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Itachi, "------kau cepat urus kepemilikan perusahaan Namikaze," sambung Nagato memerintah.

Itachi menatap Nagato, "Lalu siapa yang menduduki kursi pimpinannya? Bukankah Naru-chan masih------"

"Aku dan kau! Kita yang mengambil alih perusahaan itu sampai Naru-chan sudah siap dan mampu memimpin perusahaan milik orang tuanya sendiri," ucap tegas Nagato. "Kita pimpin dari balik layar tanpa publik tau siapa kita," ujarnya melanjutkan.

"Tapi dokumen aslinya ada pada Kakashi pengacara keluarga Namikaze sekaligus tangan kanan mendiang Minato," kata Itachi.

"Bukankah itu lebih bagus?"

SADNESS✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang