Part |22|

786 75 10
                                    

"Kamu sudah sadar, gaki? Paman kira kamu kenapa-napa," Nagato masuk ke ruang UKS menghampiri Menma yang masih setia memeluk Naruto, Ibunya.

"Paman di sini juga?" tanya Menma balik.

"Tentu saja. Kaa-chanmu berlari  ke sini seperti kesetanan. Bagaimana bisa paman hanya melihat saja?" terang Nagato. "Apa yang terjadi denganmu? Sejauh yang paman bisa ingat, kamu bukanlah bocah lemah," lanjutnya.

"Tidak tau, paman. Mungkin hanya efek begadang semalaman dan juga karena tidak sarapan tadi pagi," jawab Menma jujur.

"Begadang?" tanya Naruto tidak percaya.

"Begadang? Memangnya kau ngapain semalaman? Kenapa begadang dan kenapa tidak sarapan? Cari mati?" cerocos sang paman.

"Menma--------menunggu Kaa-chan pulang. Tapi, Kaa-chan tak kunjung pulang hingga pagi. Menma jadi khawatir dan merasa bersalah sampai-sampai sarapanpun lupa," tutur Menma dengan polosnya.

"Untuk apa menunggu Kaa-chan sampai pagi?" tanya Naruto tidak suka.

"Karena Menma ingin minta maaf pada Kaa-chan. Setelah Menma tau semua kebenaran tentang pria yang memperkosa Kaa-chan dan berakhir membuat Menma lahir, Menama menggeledah kamar Kaa-chan. Dan Kaa-chan tau? Menma menemukan banyak jawaban dari satu pertanyaan yang tersimpan di benak Menma selama ini. Karena itulah, Menma menunggu Kaa-chan pulang untuk minta maaf. Tapi Kaa-chan tak kunjung pulang. Kaa-chan ada dimana semalaman? Selama Menma bisa ingat, tak sekalipun Kaa-chan tidak pulang ke rumah kecuali ada urusan kerja di luar kota."

"Naru tidak pulang ke rumah semalam? Kamu tidur dimana Naruto?" sambil memicingkan mata curiga, Nagato ikut bertanya.

Naruto merasa dicurigai oleh putra dan kakak sepupunya. Mau tidak mau dia harus menjelaskan semuanya.

"Jangan menatapku seperti itu Nagato-nii, Menma. Kalian menatapiku seolah-olah aku melakukan kesalahan besar," tukas Naruto.

"..."

"..."

"Baiklah.....Kaa-chan akan menjelaskannya di rumah. Berhubung Menma sudah siuman, sebaiknya kita pulang sekarang. Tidak baik membicarakan privasi di tempat umum karena ada istilah mengatakan, tembok juga punya telinga."

"Lalu bagaimana dengan mereka?" tanya Nagato dengan dagu terangkat menunjuk ke pintu.

Naruto melirik Menma yang ternyata menatap ke arahnya juga.

"Memang siapa di sana paman? Siapa mereka yang paman maksud?" tanya Menma penasaran.

"O-------oh itu------itu mereka------"

"Kamu lihat saja sendiri," potong Nagato menyela ucapan Naruto.

"JANGAN MENMA!" seru Naruto reflek saat Menma mencoba turun dari ranjang pasien UKS.

Mendengar seruan sang Ibu, Menma menatap Ibunya semakin curiga. "Kenapa Kaa-chan?"

"I------itu------"

"Biarkan saja Naruto. Menma sudah remaja. Dia sudah bisa menentukan jalan dan pilihannya sekarang. Jadi jangan menghalanginya," ucap tegas Nagato.

"Ta----tapi nii-san-----"

"Percaya padaku, Naruto."

Menma melihat ke arah paman dan Ibunya bergantian. Kebingungan dan rasa penasarannya semakin menjadi.

Nagato menganggukkan kepala saat Menma bertemu pandang dengannya. Tanpa diperintah dua kali, Menma langsung turun dari ranjang dan melangkah cepat menuju pintu. Begitu pintu UKS terbuka lebar, dia melihat dua orang pria yang tak asing baginya. Melihat dua orang tersebut yang tak lain adalah Itachi dan Sasuke, hatinya memanas tapi ia akan mencoba untuk meredamnya. Pura-pura tidak kenal adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. Itu semua demi Ibunya, Naruto.

SADNESS✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang