Prolog

706 62 8
                                    

"Hai. Namaku Faulando, kamu bisa memanggilku Faul. Aku kelas 8," ucap seorang pemuda dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih seperti bayi. Tangannya terulur kepada gadis berhijab bertubuh berisi yang menatap segan padanya.

"Saya Selfi kak." Si gadis menerima uluran tangan Faul dengan senyuman manis yang terkesan malu - malu. Membuat hati pemuda di hadapannya berdesir hebat.

"De, jangan malu - malu gitu dong. Kan aku jadi ikutan malu," ocehnya penuh percaya diri.

"Faul. Jan ngadi - ngadi ya," seru seseorang yang berlari dari lapangan menghampiri keduanya. Matanya tajam menatap Faul dengan tangannya mengepal.

"Lu mau ngapain deketin ade gue hah?."

Faul menyengir kuda menatap gadis berhijab  yang menghampirinya itu. Ia adalah Ranna, sesepuh OSIS yang masih aktif melatih adik - adik tingkatnya di sekolah meskipun sudah lulus dari sana.

"Dia ade kandung gue," tegas Ranna.

Faul ternganga mendengar perkataan Ranna. Pantas saja sekilas lalu wajah Selfi mengingatkannya kepada seseorang. Ternyata dia adalah adik kandung senior Killernya itu.

"Mati lu," ucap Ridwan teman sekelas Faul yang muncul dari belakangnya.

"Gak usah ngikut Wan," tembak Ranna. Si pemuda manis berlesung pipit itu tersenyum bangga ketika kakak kelas kebanggaan sekolahnya itu menyapanya. Ralat, bukan menyapa, tetapi berkata nada ketus padanya. Hal yang sangat jarang karena Ranna tidak menyukainya dan selalu menghindar setelah dulu menembaknya untuk menjadi pacar.

"Mati lu Wan," ejek Faul.

Ridwan menaikkan sebelah alisnya. Enak saja mau menurunkan harga dirinya di depan gadis yang disukainya itu.

"Kakak - kakak, maaf Selfi permisi ya. Bentar lagi masukan," pamit Selfi dengan sopan. Dua dari tiga kakak kelasnya itu hanya memberinya satu anggukan kepala. Sedangkan Ranna mendampinginya menuju ruang kelas.

Mata Faul tak lepas dari menatap kepergian gadis berhijab itu. Gadis berhijab, sopan, cantik, nan baik hati. Benar - benar karakter pasangan yang diidamkannya.

Ohya, Faul memiliki pola pikir yang cukup jauh dari usianya. Jauh - jauh hari ia telah memiliki kriteria calon isteri. Karena Faul tidak ingin berpacaran.

"Aku sudah menemukannya," gumam Faul.

"Heh." Ridwan mengejutkan Faul agar kembali ke dunia nyata. "Jangan lagi kau jatuh cinta pada pandangan pertama sama cewe berhijab itu yak."

Faul bernapas berat dan melirik tajam pada Ridwan, "dia beda Wan, dia bener - bener getarin hati. Lagian gue gak pernah ya jatuh cinta sama siapapun. Suka mungkin, cinta nggak."

Plaak.

Tangan kekar sang karateka mendarat dengan selamat di pipi putih bayi. Menyisakan rona blush on berbentuk jari di sana.

"Pantat bayi, langkahi dulu tu kakaknya yang galak. Ntar kau jadi perkedel dibuatnya," ketus Ridwan.

"Ah kamu gak bisa lihat orang seneng eh Wan," Faul meninggalkan Ridwan yang kebingungan melihat sikapnya. Pasalnya Faul adalah pemuda yang terlampau sabar. Mengapa kali ini sikap Faul berbeda, sensitif seperti ibu - ibu hamil muda.

"Jatuh cinta itu lebih sakit dari jatuh dibanting lawan karate, bisa bikin gila permanent, untung aku suka - suka aja sama cewek - cewek itu, lagian màkanan apa itu cinta?," monolog Ridwan menatap dengan senyuman manis segerombolan gadis remaja yang memandanginya. Menampilkan lesung pipit kanannya yang begitu manis.

"Heeei," sapanya. Yang membuat para gadis itu merona.
***

Semenjak pertemuan pertama dengan gadis berhijab nan cantik itu. Faul telah memutuskan menambatkan hati padanya. Faul terus mencari tahu segala hal tentang gadisnya. Dan semakin jauh, semakin semakin ia cinta.

Ijinkan Aku MenyayangimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang