Part 19

441 60 31
                                    

"Maafkan aku pergi sejenak. Bukan untuk meninggalkanmu selamanya, bukan pula menyerah atas penolakanmu."

******

Faul kembali memfokuskan diri pada perkuliahan dan pekerjaannya. Dia tidak lagi menampakkan diri di hadapan gadis tercintanya. Menghubungi pun tidak. Hanya mendengar kabar dari orang - orang yang mengenal gadis itu. Bahkan meski telah sama - sama mengejar pendidikan di Harvard, Selfi tak kunjung bisa menemuinya.

Satu hal lagi, Faul sudah tak lagi tinggal di apartement Tn. Ferdian. Faul benar - benar menghindari pertemuan. Tetapi ia tidak menghindari pesan - pesan Selfi. Dia tetap membalasnya, meskipun singkat, meskipun sengaja dibuat sangat terlambat.

Bughh bughh bughh.

Faul memejamkan mata, merasakan setiap pukulan di dadanya. Pukulan yang tak begitu sakit, namun terasa cukup kuat karena dilayangkan dalam keadaan amarah pelakunya.

"Jahat, Kak Faul jahat, jahat."

Suara serak mengiringi setiap ucapan sang pelaku pemukulan dirinya. Tetapi Faul tak berniat menghentikannya.

"Jahat, kenapa diam? Kenapa? Lebih satu setengah tahun menghilang. Kak Faul kemana? Kemana?," bentak seseorang itu.

Faul merunduk, mengikat tubuh sang pelaku dengan kedua lengan besarnya.

"Kalau marah bilang, kalau benci bilang. Jangan hindari Ceppy, jangan hindari Ceppy, Ceppy sudah bilang kan kak?, jangan hindari Ceppy."

"Maaf."

Hanya satu kata itu yang terucap dari bibir Faul. Semua kata lenyap karena mendengar keluhan dari orang yang dicintanya.

"Maaf, maaf, maaf, cuma itu yang bisa kakak katakan. Kakak gak tahu kan gimana menderitanya aku selama ini. Kakak gak tahu kan gimana sedihnya aku. Aku selalu merasa bersalah. Kakak gak mikirin aku. Kakak bohong kalau kakak cinta sama aku. Bohong."

Faul merapatkan pelukannya, dan tanpa ijin mencium puncak kepala gadis kalem yang tingginya cukup di bawah darinya itu. Seketika membuat si gadis terpaku.

"Sampai detik terakhir, tidak pernah aku berbohong tentang rasaku sama kamu Ceppy. Tidak pernah."

Faul merenggangkan pelukannya, menatap lamat - lamat mata Selfi yang berurai air mata. Dihapus dengan jemari lentiknya.

"Aku mencintaimu. Kamu sudah tahu itu. Tapi, kamunya nggak," Faul tersenyum, "jadi aku harus gimana?. Maksain?. Gak kan?."

"Tapi .. tapi .. tapi gak juga ningalin aku gitu aja kan kak? Kakak bilang akan selalu nunggu aku, tapi kakak bohong. Kakak menghilang."

"Aku hanya memberi kamu kesempatan untuk menyadari perasaan kamu sendiri," tegas Faul, melepas pelukannya lalu berbalik membelakangi Selfi.

"Lagian kamu tu jahat deh. Masa sudah ditolak sama Bang Fildan baru nyari aku?. Kan gak enak jadi pelarian?," ucap Faul sambil terkekeh, berpura - pura tenang padahal matanya ingin melepaskan butiran kristal.

"Gak Kak, bukan gitu. Aku. Aku."

"Gak papa kok. Udah biasa aku mah. Ohya, Hari udah di Amerika bareng Putri. Kamu gak bakal kesepian lagi. Kamu bisa sama mereka kalau pengen apa - apa."

Grep.
Pelukan hangat mengikat tubuh tegap Faul. Membuatnya membatu.

"Aku gak mau Kak Faul pergi dari aku. Aku tahu aku egois. Aku cuma mikirin diri aku sendiri. Tapi, tapi aku gak maksud mainin perasaan Kak Faul ataupun jadikan Kakak pelarian. Beneran. Aku gak maksud begitu," ucap Selfi sedikit terbata.

"Lalu?."

Selfi menggeleng, "saat itu, aku juga menghindar dari siapapun."

***

Ijinkan Aku MenyayangimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang