Part 31

166 17 8
                                    

Lengan besar sedikit kekar melingkari perut datar Selfi. Tanpa perlu bertanya ataupun menoleh, aroma maskulin yang lama tak terhendus ini sudah menjelaskan siapa pemiliknya. Duduk Selfi yang semula sedikit merunduk dan tenang, mendadak tegak. Suasana tenang menegang.

"Ngapain di sini SAYANG?."
Berbisik dengan menekankan kata terakhir, pemuda di belakang Selfi memberi tatapan yang menusuk siapapun penerimanya. Napas tenang nan dengan level lebih dari hangat itu mampu membuat bulu-bulu halus di leher Selfi yang tertutup hijab meregang.

"F-Faul. Kok k-kamu di sini? Aku lagi..."

Netra hitam dan coklat muda itu bertemu. Jelas pandangan tak suka dilayangkan oleh pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu. Membungkam dalam sekejap.

"Hmm?."

Datar tanpa ekspresi apapun, Faul mengambil duduk di kursi sebelah Selfi. Mengisi slot kosong yang melingkari meja bundar di tengah mereka. Tanpa kata, sedikit meremas pergelangan Selfi lalu menariknya perlahan. Menimbulkan suhu Cafe yang semula rendah tiba-tiba terasa gerah.

"Kenapa harus curhat sama kekasih saya, Kak?. Di sini ada Putri, adik kandung Kakak kan?. Dan ada Lesti atau Ayah Rahardi di seberang negeri sana yang bisa menampung keluh kesah Kakak melalui telepon atau video call kan?."

Wajah Fildan yang semula sendu tertular berekspresi datar. Sepertinya dia menjadi korban cemburu buta pemuda yang lebih muda darinya. Pemuda yang bahkan pernah terang-terangan menyatakan mengidolakannya di masa bangku sekolah.

"Nemuin dia minta saran saja. Putri masih belum nerima saya, Dek."

Kedua tangan Fildan saling meremas frustasi, "dia belum.. mungkin kamu tahu bagaimana cerita hidup kami."

Faul menggeleng. Pengetahuannya sedikit jika tentang kehidupan orang lain. Kecuali tentang gadis yang akan menjadi Ratu Kehidupannya. Persoalan merk skin care sampai hal inti saja dia tahu.

"Aku tak ikut campur, Kak. Dan Selfiku pun tak tahu. Kami hanya menjadi sahabat sekaligus partner bisnis Putri di Amrik, tidak lebih," jelas Faul seraya mengait jemari tangan kiri Selfi. Memutar-mutar pergelangan tangan mereka. Secara tak langsung memamerkan kepemilikan melalui cincin pertunangan yang melingkari jari manis keduanya.

Sebelah sudut bibir Fildan tertarik ke samping. Dua tangannya naik ke atas meja. Memutar sesuatu di jari manis yang juga diisi dengan perhiasan berbahan perak. Berkata dalam hening, "saya juga punya."

Faul menghela napas seringan bulu. Ekspresinya ingin berubah, tetapi diatur sebisa mungkin dalam mode default. Datar. Meski telinganya sedikit memerah karena malu atau segan setelah bersikap sok pamer.

"Adik sepupuku--Hari, dia lebih paham bagaimana Putri. Kan mereka sudah jadian juga."

Pangeran berkuda putih maksudnya pemuda berkulit putih dari Aceh-Filipina itu tegak lurus menegaskan bahwa tak perlu ada kontak kakak tingkat dengan gadis tunangannya. Dikatakan tidak cemburuan, maka Faul justru menampakkan dengan sangat. Ya, namanya di depan ini mantan. Siapa tahu ada rasa ingin balikan, apalagi cinta pertama. Calon bininya ini kan cantik. Pikirnya dalam-dalam.

"Lesti pasti tidak suka kalau abang curhatnya ke calon isteriku."

Lagi kalimat penegasan keluar dari bibir pink alami Faul. Pemikirannya tidak dapat diganggu gugat kalau soal calon bini.

"S-sayang."

"Apa?."

Selfi memasang wajah cemberut karena ucapan ketus calon suaminya.

"Aku ga ngapa-ngapain sama Kak Fildan. Bisa ga biasa saja."

Sebucin apapun Selfi, kalau diketusin, ya dia akan balik ketus. Lebih parah malah. Namanya juga wanita. Gak pernah salah kan?.

Ijinkan Aku MenyayangimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang