Part 9

281 45 17
                                    

Jika cintaku terbalas,
Oh bahagia sekali
Tapi bila tak terbalas
Ku tak sakit hati.

Lagu dangdut itu menggema di kamar Faul. Sudah sejak pagi ia mendengarkan musik berbagai genre, improv, dan tetek bengeknya. Ini hari gabut sedunia setelah segala urusan sekolahnya selesai. Faul membuka handphone, membaca satu persatu chat teman - teman sekolahnya. Lalu beralih ke akun biang gosip sekolah. Ya, tiba - tiba saja pria anti gosip sepertinya tertarik membuka akun itu karena berseliweran di timelinenya.

"Jadi Lesti ke Cambridge juga?."

"Kita emang jodoh kali yak?. Ketemu muluk."

"Ih, gak bisa. Faulando Adrian kagak punya jiwa pebinor. Ya, meskipun baru tunangan, bisalah ditikung. Belom akad dong."

Faul terus bermonolog menyebut nama gadis yang pernah disukainya. Atau masih?. Nanti tanyakan pada angin yang dangdutan.

Faul menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dia sudah melaksanakan shalat Dhuha, ngaji, plus dzikiran. Tetapi waktu tidak beranjak menjauh. Faul melirik ke pintu yang tidak berbunyi walau seharusnya sudah tidak karuan ributnya jika tetamunya sudah datang.

"Jenuh gilak."

Faul pergi ke salah satu ruangan tempat penyimpanan alat musiknya lalu mengambil sebuah gitar. Jangan kira Faul bisa bermain alat musik itu. Randalah yang akan memainkannya jika benar dia akan datang hari ini. Tugas Faul hanya membelinya.

Faul meletakkan gitar di tepi sofa ruang tamu lalu membuka handphonenya mencari lirik sebuah lagu.

"Ah, sesuai suasana hati ini," gumamnya.

Malam ini, ku sendiri
Tak ada yang menemani
Seperti malam - malam.
Yang sudah - sudah.
Hati ini, selalu sepi,
Tak ada yang memiliki,
Seperti cinta ini,
Yang selalu pupus.

"TUHAN KIRIMKANLAH AKU
KEKASIH YANG BAIK HATI
YANG MENCINTAI AKU
ADA APANYA.."

"WOY, Ribut woy, salah lirik," seru Faul yang sedang menikmati nyanyiannya sendiri, tetapi diganggu oleh kawanan manusia tinggi akhlak di belakangnya. Mereka adalah Ridwan, Randa, Cahu, Hari, Nia, Putri dan Aulia.

Pletak.
Sebuah botol vitamin plastik sukses meluncur ke kepala putih mulus Faul. Pelakunya tidak lain adalah master karate, Ridwan. Jadi meskipun terbuat dari plastik, jangan tanyakan bagaimana rasanya jika menyentuh kepala putih mulus Faul.

"Sakit ceunah," teriak Faul. Yang diteriaki hanya menyengir kuda lalu duduk di sampingnya.

Para followers yang menemani bernyanyi dengan suara sumbang pun ikut duduk mengelilingi Pangeran berkulit bayi.

"Kak Faul ngegalau mulu dah," celetuk Hari.

"Bukan gitu Ri, aku kan lagi nyanyi doang, eh kalian malah nimbrung. Pakai acara nimpuk lagi," keluh Faul melirik Ridwan.

"Makanya kalau lagi nyanyi tu bareng, jan malah sendirian kek orang oon."

Ucapan Cahu membuat Faul mendengus, tidak adakah sahabatnya yang bisa berpikir normal disaat seperti ini?. Padahal di sini ada tiga orang adik kelas mereka. Untung saja Ridwan tidak buka suara. Kalau buka, dia akan lebih parah lagi menistakan sahabatnya ini. Mungkin image karena ada Putri dan Nia.

"Kalian datang tu mestinya kasi salam. Ini kasi suara sumbang."

"Kita udah kasi salam, lonya aja gak denger."

"Eh masa sih?."

Faul menggaruk kepalanya yang tak gatal. Rasanya tidak mungkin dia tak mendengar salam para tamunya itu. Dan memang benar, mereka tidak memberi salam karena ingin mengejutkan Faul. Tetapi malah disambut dengan nyanyian galau.

Ijinkan Aku MenyayangimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang