Part 25

292 46 29
                                    

Keputusan sepihak yang membuat semua mata terbelalak. Tak terkecuali sosok gadis yang berdiri tak jauh dari tempat sidang keluarga itu. Ia segera berlari entah kemana. Yang pasti, berita yang ia dapatkan harus disampaikan kepada seseorang.

"BANG AI."

Hari yang tengah menatap langit - langit ruangan karena jenuh sontak menoleh. Apalagi melihat sahabat terbaiknya menangis mendatanginya.

"Mput kenapa? Hei, hei kenapa?."

"Bang tadi mereka ribut."

"Oh. Jadi keputusan udah dibuat?."

"Loh, emang Bang Ai tahu apa keputusannya?."

Hari mengangguk, jelas dan pasti apa keputusan yang akan diambil tetua keluarganya.

"Bang Ai gak sedih?."

Hari menggeleng, "udah ketebak. Aku tahu gimana adat dan aturan keluargaku."

Putri mengangguk - angguk paham.

"Terus kenapa kamu yang sedih?."

"Hah ? E..."

Putri menyembunyikan wajah di ceruk leher Hari sambil memeluknya, "keingetan keluarga Mput di Jakarta."

"Mereka baik aja kan?," tanya Hari.

"Baik, tapi, ribut."

"Udah vicall sama Mama?."

Putri mengangguk.

"Sama Bang Bi?."

Putri mengangguk lagi.

"Sama Ayah dan Bang Fildan?."

Kali ini Putri mengangkat kepalanya, menatap mata Hari dengan berkaca - kaca.

"Ayah gak anggap mput sebagai anak. Ayah benci Mput."

"Karena dia gak tahu kebenarannya Mput. Kalau tahu kan gak bakal kek gitu," terang Hari dengan lemah lembut.

Putri tetap menggeleng, "Mput benci ayah yang udah ngusir Mput sama Mama."

"Put." Hari mengangkat dagu Putri, menatap manik - manik coklatnya yang dibasahi air mata.

"Berusaha untuk mengatasi sakit hatimu dengan memaafkan, ikhlas. Mumpung kamu masih diberi kesempatan hidup."

"Tapi..hiks."

"Sini naik, peluk aku," pinta Hari.

Putri pun naik ke atas brankar. Memeluk Hari dari samping.

"Udah, jangan nangis."

Putri memejamkan matanya dalam pelukan Hari. Sahabat yang juga seperti kakaknya sendiri sejak kecil.

"Mput."

"Hem?."

"Kalau aku udah sembuh, kamu mau gak jadi pendamping aku?."

"Hah?."

Putri setengah terduduk, terbelalak mendengar ucapan Hari.

"Be mine," sambung Hari, "Be the one and only, until my end."

Putri tidak dapat berkata - kata apapun. Dibilang serius, Hari adalah raja receh. Dibilang receh, tatapan dan cara bicara Hari begitu serius.

"Put?."

"Bang, Bang Hari jangan ngejokes gini deh. Masih sakit juga," celetuk Putri dengan wajah memerah.

"Im serious. Will you be mine?."

Ijinkan Aku MenyayangimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang