Bab 6. Killian's Kiss

19.7K 1.2K 15
                                    

Malam berikutnya, Lovata merasa kesepian lantaran Killian pergi ke arena. Dia ingin ikut sebenarnya, tapi kakinya sudah pegal seharian berdiri. Killian pun menyuruhnya istirahat, karena besok mau kerja lagi.

"Meskipun terkadang kamu cuek, tapi ternyata bisa ngangenin juga. Kan, nyebelin." Lovata menghela nafas.

Dia dan Killian sama-sama tidak memiliki ponsel, jadi susah untuk berkomunikasi.

"Ah!" Lovata melompat turun dari ranjang. Dia terpikirkan sesuatu secara tiba-tiba. Senyumnya pun mengembang, rasa tidak sabar menunggu besok.

Tidak bisa tidur, Lovata lebih dulu membereskan rumah. Mencuci pakaian kotor. Mencuci piring dan merapikan lemari. Dia mencari kesibukan agar waktu berjalan cepat, meski rasanya sangat lambat.

"Bentar lagi dia pulang. Masak aja apa, ya?" ucap Lovata.

Lovata pun ke dapur, membuka kulkas dan melihat masih tersisa apa di dalam sana. Nyatanya hanya ada sebutir telur. Bahkan beras pun habis. "Duh, gimana kalau dia laper?" pikirnya cemas.

Kebetulan hari ini Lovata mendapat tip dari pelanggan yang sama, dia pun keluar dari rumah. Setidaknya membeli mie instan atau apapun untuk Killian makan malam ini.

Rumah susun di daerah sini kalau malam tergolong sangat sepi. Para penghuninya sudah menutup pintu. Mana letak unit Killian ini di lantai tiga, jadi harus menuruni tangga gelap untuk sampai ke bawah. Lovata memaksa diri agar lebih berani. Diayunnya kaki dari satu anak tangga ke anak tangga lainnya dengan cepat. Hingga sampailah dia di bawah, dan tetap saja sepi.

Ada warung di pinggir jalan tidak jauh dari rumah susun, Lovata berharap masih buka. Dia datang ke sana, dan bersyukur harapannya terkabul.

"Pak, beli Mie goreng dua, ya."

"Baik, Dek. Ada lagi?"

"Telur satu deh, Pak. Sama ... ini." Lovata menarik kerupuk kecil di plastik yang tergantung. "Semua jadi berapa, Pak?"

"Sepuluh ribu aja, Dek."

Lovata memberikan uang seratus ribu rupiah.

"Nggak ada uang kecil aja, Dek?"

"Cuma ada itu Pak, hehehe."

"Tunggu sebentar, ya."

Lovata pun menunggu.

Tiba-tiba seorang pria menabrak punggungnya dengan keras, membuatnya sedikit menyingkir ke samping. Pria itu cengengesan padanya. Merasa tidak kenal, Lovata mengabaikannya.

"Ini dek." Penjual warung memberikan kembalian Lovata.

"Makasih, Pak." Lovata bergegas pergi. Terdengar pria tadi membeli rokok.

Dia mempercepat langkah, sambil menoleh ke belakang karena merasa diikuti. Hingga sampai di rumah susun, Lovata tetap diikuti oleh pria tadi. Dia mencoba berpikir positif kalau pria itu juga tinggal di sini.

Saat Lovata menaiki tangga, pria itu tidak lagi mengikutinya. Dia bisa mengembuskan nafas dengan lega, lalu mulai naik dengan cepat. Seketika menyesal telah nekat keluar malam-malam begini, padahal Killian selalu bilang untuk tetap di rumah saja.

Deg!

Tiba-tiba saja ada yang menangkap pergelangan tangan Lovata. Dia langsung berteriak, tapi tidak lama karena mulutnya dibekap oleh seseorang dari belakang.

***

Killian telah menyelesaikan semua pertandingan hari ini sebagai juara bertahan. Dia langsung pulang ke rumah, menahan lapar karena sudah tidak sabar bertemu Lovata. Begitu sampai di depan warung, dilihatnya sosok Lovata yang tengah diikuti oleh seorang pria. Dia pun segera menyusul.

Saat pria itu hendak naik ke tangga, Killian dengan cepat menarik tangannya dan membawanya ke lorong. Dia hempaskan tubuh kerempeng itu ke dinding. "Mau apa Lo ngikutin cewek gue?" tanyanya bak seorang pembunuh berdarah dingin.

"Ma-maaf Bang, saya nggak tau kalau dia cewek Abang." Pria itu langsung mengatupkan tangan ketakutan.

"Jangan macem-macem di sini, Lo tu apa akibatnya, kan, kalau urusan sama gue?" ancam Killian.

"Iya Bang, ampun."

Killian melepaskan pria itu. Dia langsung menyusul Lovata dengan lari cepat. Begitu sudah dekat, dipegangnya pergelangan tangan wanita itu.

Lovata berteriak.

Killian dengan cepat membekap mulut wanita itu agar tidak membangunkan orang-orang di sini. "Hei, ini gue," beritahunya.

Barulah Lovata berhenti berontak dan melepaskan diri. "Ya ampun, bikin kaget aja!" desisnya kesal. Jantungnya sudah terasa mau copot saking takutnya.

Killian menarik tangan Lovata untuk masuk ke rumah. "Lo ngapain sih keluar malem-malem gini?" tanyanya marah.

"Gue beliin Lo mie buat makan. Pasti laper, kan?" Lovata menunjukkan plastik yang dia bawa.

"Astaga, nggak usah mikirin gue." Killian malah marah. "Lo tau nggak tadi hampir aja ..."

Lovata menunggu kelanjutannya.

Killian malah melepaskan jaket dan duduk dengan wajah gusar. Dia jadi kesal sendiri membayangkan andai tidak datang tepat waktu tadi.

"Hampir aja, apa?" paksa Lovata.

"Nggak."

"Ihhh, kalau ngomong jangan tanggung-tanggung. Kan, bikin penasaran. Apa?" paksa Lovata.

"Gue laper. Buruan masak."

Lovata merengut.

Killian meregangkan tubuhnya, terasa nyeri di berbagai tempat yang memar. Dia bertinju sejak siang, jadi rasanya seluruh tubuh nyeri.

Lovata memasak dua mangkuk mie goreng untuk mereka berdua. Dibawanya ke sofa, lalu ditaruh ke atas meja. Ditatapnya Killian yang tengah memejamkan mata, tidak biasanya pria ini terlihat sangat lelah seperti ini. Setidaknya dua hari ini Lovata menyadari Killian dipenuhi banyak lebam.

"Lo kenapa bisa bonyok gini?"

Mata Killian terbuka. Dia menatap Lovata sesaat. Lalu memalingkan wajah pada Mie goreng yang tercium menggiurkan.

"Kill, gue nanya."

Killian tetap diam dan menyantap mie gorengnya. "Lain kali jangan keluar sembarangan lagi, terlalu berbahaya buat Lo." Ditatapnya Lovata dengan serius.

"Iya, maaf." Lovata mengesah.

Killian menaruh sendok ke mangkuk. Ditatapnya Lovata lebih intens. "Makasih karena udah merhatiin gue. Gue tau Lo lakuin ini karena nggak mau gue pulang kelaperan. Tapi kalau sampai terjadi apa-apa sama Lo, gue nggak akan bisa maafin diri gue sendiri."

Lovata mengerjap. Jantungnya mulai berdebar. "Kenapa Lo baik banget sih sama gue? Padahal kita baru kenal."

"Emang harus ada alasannya, ya?"

"Ya ... Harusnya sih ada. Kayak misalnya kita makan, itu karena laper. Kita tidur, karena ngantuk. Terus kita ..."

Deg!

Killian tiba-tiba menarik tengkuk Lovata hingga jarak wajah mereka sangat dekat. Keduanya saling menatap begitu dalam. Embusan nafas menerpa wajah, bercampur aroma khas mie goreng.

"Gue jatuh cinta sama Lo," ucap Killian nyaris berupa bisikan.

Bibir Lovata sedikit terbuka, kaget mendengar kejujuran tiba-tiba itu. Saat Killian makin mendekatkan wajah, jantung Lovata rasanya seperti gemuruh petir yang saling bersahutan dengan deru nafas pria itu.

Killian menyapa bibir Lovata untuk pertama kalinya.

Hangat.

Lembut.

Lovata memejamkan matanya. Sapuan lembut bibir Killian telah membuat sekujur tubuhnya bergetar. Sengatan tak kasat mata menjalar bagai aliran listrik. Penuh kejutan.

Killian tersenyum di sela ciuman saat Lovata mulai mengimbangi gerakan bibirnya. Rasa asin dan manis dari mie goreng berbaur di belitan lidah mereka. Efek dari semua ini, terdapat ribuan kupu-kupu terbang di rongga perut. Mereka belum berhenti, meski sudah mulai kehabisan napas.

***

Roommate (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang