Bab 24. Final Destination

10.9K 950 30
                                    

Tidak selalu ada pelangi di setiap hujan turun, karena munculnya hanya di waktu-waktu yang tepat. Seperti hari ini, di mana Lovata mendapatkan kembali warna hidupnya setelah melewati banyak hitam putih yang menyedihkan.

Setiap kejahatan pasti mendapat balasan, begitu pun nasib Altaf yang kini harus mendekam di balik jeruji besi dalam waktu yang lama. Selain itu, pernikahannya dengan Lovata pun sudah berakhir, menyisakan penyesalan yang tidak akan pernah ada obatnya.

Hari ini, Lovata mendapatkan kembali cintanya. Tanpa harus melewati jalan terjal, lantaran sudah mengantongi restu orang tuanya. Candra dan Tissa sampai berlutut di depan Killian saat itu, memohon maaf.

Killian tersenyum ketika Lovata datang dengan gaun pengantin yang membuatnya terlihat sangat cantik. Diulurkannya tangan, dan membawa istrinya itu menuju tempat peraduan.

Suara tepuk tangan menggema. Kebahagiaan terpancar nyata dari wajah orang tua Lovata dan juga orang tua Killian. Perdamaian memang indah.

"Aku rasanya malu banget duduk di sini dan dilihat banyak orang," bisik Lovata pada sang suami.

"Malu kenapa?" Killian merasa tidak ada yang salah dengan penampilan Lovata, malah sangat cantik.

"Ini bukan pernikahan pertama aku, tapi diadakan semewah ini. Apa nggak berlebihan, Kill?"

Killian tertawa geli. "Kamu yang salah, emangnya nggak sadar kalau ini sebenernya pernikahan pertama kamu?" ledeknya.

"Ngaco."

"Aku punya alasan kenapa bilang ini pernikahan pertama kamu."

"Apa?"

"Pertama, saat kamu menikah sama dia, itu terpaksa. Tanpa cinta dan kerelaan. Jadi, aku anggap itu nggak sah. Menikah itu harus ada unsur saling menerima dari kedua belah pihak, baru bisa bahagia."

"Terus yang kedua, dia sama sekali belum menyentuh kamu. Itu artinya aku tetap orang pertama dan terakhir yang menyentuh kamu," lanjut Killian.

Wajah Lovata bersemu.

"Dan yang terakhir, ini paling penting." Killian mengangkat dagu Lovata agar menatapnya, "kita saling mencintai, jadi pernikahan ini sah."

Lovata menatap Killian, begitu pun sebaliknya. Keduanya seakan melupakan segalanya, tidak sadar kalau banyak yang melihat.

"Ehm, kalian mesranya bisa dilanjutkan nanti? Papi mau ngomong dulu ini," ujar Ivander yang langsung memancing tawa semua orang.

Lovata pun malu bukan main, didorongnya Killian yang nyaris saja ingin menciumnya.

Killian mungkin sudah hilang urat malunya, dia tetap santai dan menggenggam tangan Lovata ke pangkuannya.

"Akhirnya, sekarang mata kalian tertuju pada saya," canda Ivander. Tawa kembali pecah, Papi Killian ini memang sangat humoris.

"Alasan saya berdiri di sini karena nona cantik yang sayangnya harus saya sebut sebagai menantu. Kalau bukan menantu, pasti sudah saya rayu," goda Ivander menoleh pada Lovata dengan kerlingan mata jahil.

Lovata tertawa geli.

Semua orang pun tertawa, tidak terkecuali sang istri yang sedang menyaksikan.

"Lovata adalah anugerah untuk saya, karena berkat dia anak saya yang bandel itu akhirnya kembali ke jalan yang lurus." Ivander menunjuk Killian, menciptakan tawa kembali.

"Pak Candra, anda lagi-lagi kalah sama saya. Sekarang bahkan anak anda pun saya rebut. Hahaha."

Mendengar itu Candra yang paling susah tertawa, sedikit melebarkan bibirnya dan mengangguk. Tissa sang istri ikut tersenyum, teramat merestui hubungan mereka.

Roommate (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang