Bab 18. Hell Marriage

8.3K 760 33
                                    

[Satu bulan kemudian]

Pernikahan Lovata dan Altaf pun telah resmi digelar. Kini keduanya sah menyandang status sebagai suami istri. Tidak ada pesta, hanya sebuah acara sederhana lantaran situasinya sudah berbeda. Lovata juga tidak terlihat baik-baik saja, wajahnya pucat dan nyaris seperti mayat hidup.

"Selamat ya sayang, Mami bahagia sekali dengan pernikahan ini." Tissa memeluk Lovata.

Lovata tidak mengatakan apa-apa, sejak hari di mana dia dan Killian dipaksa berpisah, dia mirip benda mati yang hanya mengikuti alur takdir membawanya.

"Tolong jaga putri Papi dan buat dia bahagia," minta Candra secara tulus pada menantunya itu.

"Papi tenang aja," jawab Altaf sembari merangkul pundak Lovata.

Setelah acara sederhana itu usai, Lovata langsung dibawa pulang ke rumah Altaf. Sebenarnya dia ingin tinggal bersama orang tuanya saja, karena tidak percaya pada Altaf. Tapi orang tuanya malah mengizinkan Altaf membawanya pergi.

Di mobil, Lovata memilih duduk menjauh dari Altaf. Pandangannya ke luar jendela, menatap kosong pada gedung-gedung tinggi yang sedang dilewati.

Begitu sampai dikediaman Altaf, Lovata langsung ditarik paksa dan kasar ke kamar. Dia diam saja, sama sekali tidak melawan. Begitu pun ketika tubuhnya dijatuhkan ke tempat tidur, lalu dengan beringas Altaf menciumnya.

Air mata Lovata menetes, rasanya sangat sakit diperlakukan seperti ini. Altaf seperti binatang buas yang tak peduli pada rasa sakit di tubuh mangsanya. Mencabik gaun itu tanpa ampun, lalu mencumbui lagi dengan rakus.

Namun saat gaun itu benar-benar terlepas dari tubuh Lovata menyisakan bra dan celana dalam, baru Altaf lihat darah yang merembes hingga membasahi seprei. Sontak dia merasa jijik, langsung menjauh dan meludah.

"Kalau nggak lihat ini, mungkin aku masih sulit percaya kamu udah bener-bener tidur sama dia." Setelah itu dia pergi meninggalkan kamar dan Lovata yang sedang menderita.

Lovata terisak. Dia berusaha duduk sembari memegangi perut yang benar-benar terasa sakit. Dengan langkah tertatih Lovata masuk ke kamar mandi, menahan segala kesakitan yang menyerang. Menurut dokter, pendarahan bisa saja berlangsung hingga dua minggu lamanya.

Dia berdiri di bawah pancuran air, membuat lantai menjadi merah karena bercampur darahnya.

Dua hari sebelumnya ...

Lovata bangun dari tidurnya saat merasakan kram pada perutnya. Tidak seperti sebelumnya, kali ini rasa sakitnya benar-benar hebat. Hingga akhirnya darah segar keluar begitu banyak dari organ intimnya. Membuatnya semakin kesakitan, juga panik.

"Mbooookk!" teriak Lovata dengan keras.

Mbok Wawa dengan cepat masuk ke kamarnya. Melihat apa yang terjadi, Mbok Wawa pun berteriak histeris. "Non Lova kenapa bisa kayak gini?" tanyanya panik.

"Mbok, sakit ..." isak Lovata sambil memegang perutnya.

Mbok Wawa sampai menangis melihatnya. "Mbok panggil dokter ya, Non. Tunggu ya ..." bujuknya dengan lembut.

Orang tua Lovata sedang pergi, sibuk mengurus pernikahannya dengan Altaf yang akan digelar lusa.

Lama kelamaan, pandangan Lovata mulai gelap. Dia melihat Killian. "Maafin aku," isaknya sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

Saat terbangun, Lovata sudah di rumah sakit. Samar-samar dia melihat seorang perawat tengah memasangkan infus di tangannya. Kepalanya terasa sangat sakit, dan untuk bergerak saja begitu sulit.

Roommate (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang