Bab 17. Keputusan Pahit

8.1K 798 22
                                    

Killian sangat terkejut melihat kedatangan Lovata. Baru saja dia akan pergi ke arena tinju, namun urung karena wanita itu muncul. Diceknya lebih dulu keadaan sekitar, memastikan tidak ada yang mengikuti Lovata. Barulah dia menutup pintu.

"Lov, kenapa kamu ke sini?" tanya Killian langsung.

"Ada yang mau aku kasih tau ke kamu." Lovata meremas jarinya sendiri, tampak gelisah dan takut.

"Kenapa, Lov?" Killian duduk dan menggenggam tangan Lovata. "Wajah kamu pucat. Kamu sakit?"

Lovata mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Dia membelinya dalam perjalanan ke sini tadi. "Aku ke Toilet dulu," ucapnya sembari berdiri.

Killian berdiri di samping pintu Toilet, merasa penasaran dan sedikit khawatir. Wajah Lovata yang tampak stres membuatnya cemas, ditambah pucat dan sedikit hangat.

Sementara itu di dalam, Lovata terpaku menatap dua garis merah di test pack. Dia positif hamil, dan bertambahlah kecemasannya. Dia bangkit dan keluar dari kamar mandi.

"Lov kamu kenapa?" tanya Killian langsung.

Lovata memberikan test pack itu tanpa mengatakan apa-apa. Dia bisa melihat wajah Killian yang kebingungan.

"Ini apa?" tanya Killian.

Lovata duduk. "Aku hamil." Lalu meremas mengurut keningnya.

Killian mematung beberapa saat, menatap hasil test pack. Sedetik kemudian, dia berjongkok di hadapan Lovata dan memegang tangannya. "Serius kamu hamil?" tanyanya tampak senang.

Lovata mengangguk.

"Gosh, ini kabar baik!"

Lovata malah merasa sebaliknya. "Kamu nggak takut?" tanyanya.

"Takut kenapa?"

"Ini bencana, Kill. Kalau orang tua aku tau, kamu bisa ..."

"Aku nggak takut," potong Killian. "Aku akan bertanggung jawab, Lov. Kita temui orang tua kamu."

"Kamu gila, ya? Nggak segampang itu, Kill. Saat mereka tau kita punya hubungan aja, Papi udah hampir bunuh kamu. Apalagi kalau dia tau aku hamil."

"Apapun risikonya, akan aku tanggung."

"Terus gimana sama aku, Kill? Aku nggak siap kehilangan kamu!"

"Lov, kita belum mencoba. Siapa tau orang tua kamu luluh setelah mendengar kamu hamil. Apalagi aku nggak lari dari tanggung jawab."

"Kamu nggak kenal Papi aku, Kill." Lovata menyeka air matanya. "Dia bisa ngelakuin apa aja kalau udah marah."

Killian menggenggam tangan Lovata lebih erat. "Kamu nggak seneng?" tanyanya.

Lovata menatap Killian, sedih. "Gimana mungkin aku nggak seneng, ini cinta kita. Aku nggak pernah menyesal udah lakuin itu sama kamu. Tapi seneng aja nggak cukup, Kill." Air matanya mengalir kian deras.

Killian pun memeluk Lovata. "Aku akan berusaha meyakinkan orang tua kamu, jangan pesimis dulu."

Lovata pun akhirnya mengangguk, meski hatinya sangat yakin Killian tidak akan berhasil.

***

Ketegangan langsung terjadi saat tiba-tiba Lovata pulang bersama Killian. Kebetulan Candra sedang di rumah membahas bisnis baru bersama Altaf. Keduanya murka saat melihat Killian dan Lovata berpegangan tangan.

"Kamu benar-benar cari mati," ujar Candra dengan suara bergetar marah.

"Lov, bukannya kamu lagi di tempat spa?" tanya Altaf dengan wajah merah padam. Dia paling tidak suka Lovata berbohong, apalagi untuk hal semacam ini.

Roommate (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang