Setelah menyelesaikan dua belas ronde sebagai pemenang, Killian pun langsung menemui Lovata. Saat dilihatnya Lovata tidak ada di ruangan itu, dia pun panik dan langsung mencari keluar. Matanya diedarkan ke segala penjuru, tapi tidak menemukannya. Dia masuk kembali ke dalam mengambil ponselnya dan menelepon, tapi ternyata ponsel Lovata malah ada di sana.
Killian keluar dan mencari Lovata lagi. Kali ini menembus keramaian di antara laki-laki yang sedang mengerumuni sesuatu. Di situlah dia melihat Lovata tengah duduk santai di atas meja dan tertawa. Kecemasannya pun berangsur hilang, berganti dengan rasa gemas ingin menggigit wanita itu karena sangat berani ada di sana.
Melihat Killian, Lovata tersenyum dan melambaikan tangan. Pria itu pun mendekat, langsung disambut dengan siul-siulan dan sorakan. "Kamu ngapain di sini?" tanyanya menatap wanita itu lekat.
"Ngobrol sama mereka," jawab Lovata santai.
"Aku udah bilang, kan, tunggu di dalem?"
"Bosen." Lovata mengayun kaki. "Lagian temen-temen kamu baik kok. Mereka abis ceritain semua tentang kamu," bisiknya.
Killian menarik tangan Lovata agar turun, menggandengnya keluar dari kerumunan. Sekali lagi mereka mendapatkan sorakan.
"Menang nggak tadi?" tanya Lovata begitu sampai di ruangan tadi.
"Ngapain ke sini kalau nggak nonton?" Killian melepas hand wrap dari tangannya. Wajahnya itu selalu saja terlibat cool dalam setiap aktivitas.
"Tadi nonton dikit, terus nggak kuat lihat kamu dipukulin." Lovata memperhatikan gerak-gerik Killian.
"Lain kali nggak usah ikut, nonton sinetron aja di rumah." Killian memasukkan segala perlengkapan tinjunya ke dalam tas.
"Kamu marah?"
Killian diam saja.
Lovata mengulum senyum dan mendekati Killian. "Kamu beneran marah?" ulangnya lagi.
"Aku nggak suka kamu dikerumuni cowok-cowok kayak tadi." Killian duduk di tempat Lovata tadi.
Lovata mendekati lagi dan duduk di sebelahnya. "Mereka semua sopan kok. Nggak ada yang bersikap kurang ajar. Mereka juga tau aku ini pacar kamu, makanya nggak ada yang berani godain." Dipegangnya tangan Killian yang penuh dengan memar.
"Tetep aja aku nggak suka kamu jadi pusat perhatian kayak tadi."
Lovata mengalihkan matanya dari tangan Killian ke wajahnya. Lalu tersenyum jahil. "Kamu cemburu, ya?" godanya.
Killian menyandarkan tubuhnya dan menatap kosong ke layar televisi, tidak menjawab.
Lovata makin suka menggodanya. Dia sengaja memiringkan kepala menutupi pandangan Killian dari televisi. Tersenyum geli. "Bilang aja kalau cemburu," godanya.
Killian menatap Lovata. Wanita ini terlalu cantik untuk diabaikan, bagaimana dia tidak cemburu bila kekasihnya menjadi tontonan?
"Cemburu, kan?" Lovata kembali mengusili Killian.
Sama sekali tidak ada balasan dari Killian, dia hanya terus menatap.
"Ciee yang lagi cemburu, mukanya galak bener, Mas." Lovata terkekeh dan menjulurkan lidah.
Killian menggigit bibir bawahnya, perbuatan Lovata ini benar-benar memancing sisi liarnya. "Keluarin lagi lidahnya," suruhnya.
"Kenapa?"
"Mau aku gigit biar nggak bisa gitu lagi."
"Ihh, jahat." Lovata memukul dada Killian. "Badan kamu tuh keras banget, ya. Tapi nyaman kalau dipeluk," modusnya sembari menempelkan pipi ke dada penuh keringat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate (Tamat)
RomanceLovata kabur di hari pernikahannya. Di tengah pelarian, uangnya raib dicuri orang. Tidak cukup sial sampai di situ, Lovata pun harus kejar-kejaran dengan preman yang berniat jahat padanya. Di saat nyaris menyerahkan diri pada kesialan, tiba-tiba dat...