Bab 8. Killian di Mana?

12.3K 1.1K 33
                                    

Haloooo, Momi akan lanjutkan update cerita ini sampai tamat ya.
Mulai sekarang akan berjadwal setiap hari Senin.

Seneng gak, seneng gak? Senenglag masa gak 🤭

***

Lovata duduk di bangku taman seperti biasa, menunggu Killian dengan wajah ceria. Tangannya memegang sebuah paper bag, berisi barang yang dia beli dari hasil gajinya. Dia sangat senang hari ini, Pak Rifky telah memperpanjang kontrak dan akan mempekerjakannya lagi di event berikutnya. Rasanya tidak sabar menceritakan ini pada Killian.

Waktu terus berlalu, Lovata tidak melihat bayangan Killian. Matanya menoleh ke segala arah, berharap melihat pria itu datang.

"Ini udah telat banget," gumam Lovata saat melihat angka enam di arloji tangannya. Mentari saja sudah mulai terbenam, tapi Killian masih belum menampakkan diri.

"Apa dia sibuk, ya?" Kekecewaan tampak di wajah Lovata.

Hingga jarum jam menunjukkan angka sepuluh malam dan Mal sudah akan tutup, Lovata tidak lagi bisa tersenyum. Killian tidak datang. Dia pun berdiri, memilih pulang daripada terus menunggu yang tidak pasti.

"Loh, Lovata kamu belum pulang? Ini sudah malam." Rifky baru saja keluar dari Mal saat berpapasan dengan Lovata.

"Eh, Bapak." Lovata mengangguk sopan.

"Panggil Rifky aja kalau di luar jam kerja," suruh pria itu. "Kamu nungguin siapa?" tanyanya.

"Pacar saya, Pak." Lovata enggan menutupinya.

"Kamu yakin pacar kamu akan datang? Ini udah malem loh." Rifky melihat arlojinya.

Lovata kembali mengedarkan pandangan ke sekitar, sepertinya Killian tidak akan datang. Entah di mana pria itu, membuatnya cemas saja.

"Ya udah yuk aku anter aja."

"Eh, nggak usah Pak. Biar saya naik angkot aja."

"Heh, naik angkot jam segini itu berbahaya. Apalagi kamu masih pake pakaian kayak gini."

Bener juga. "Tapi emang nggak akan ngerepotin Bapak?" tanya Lovata lebih dulu.

"Kalau ngerepotin, aku nggak akan nawarin buat nganterin kamu pulang."

Lovata tersenyum.

"Ayo," ajak Rifky lagi. Kali ini sedikit memaksa, disertai memegang pergelangan tangan Lovata.

Dengan sopan, Lovata menarik tangannya. Dia berjalan mengikuti langkah Rifky menuju parkiran mobil pria itu.

Di dalam perjalanan, keduanya mulai saling mengobrol santai. Pak Rifky yang tampaknya tegas saat bekerja, ternyata begitu baik hati di luar jam kerja.

"Kak Rifky udah berapa lama jadi leader?" tanya Lovata. Usia Rifky terpaut lima tahun darinya, dia merasa kurang nyaman kalau memanggil nama.

"Ada kali lima tahun."

"Wah, lama juga ya."

"Lumayan lama dapet tekanan," kekeh Rifky. Menjadi leader seperti Rifky memang susah-susah gampang. Bila tidak mencapai target, maka dia akan habis diceramahi oleh atasannya lagi. Namun bila target, lihat saja hasilnya dalam lima tahun sudah bisa membeli mobil.

"Kamu kenapa nggak melamar di perusahaan besar, jadi karyawan kantoran, Lov? Biar nggak capek. Apalagi kamu bilang, kamu lulusan Sarjana, kan?" tanya Rifky penasaran.

"Kalau aku kerja kantoran, nanti nggak ada yang bantuin Kak Rifky capai target," canda Lovata.

Rifky tertawa. "Bener juga. Kalau gitu, kamu selamanya aja jadi SPG di event yang aku pimpin."

Roommate (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang