[Flashback]
Killian terbangun di atas rel kereta api. Tengah malam, dengan sedikit pencahayaan yang berasal dari bulan. Kepalanya terasa sakit saat berusaha bangun. Dipaksanya sekuat tenaga untuk bisa berdiri, tertatih meniti langkah menyusuri jalan kerikil.
Dia menyetop taksi di jalan dan kembali ke rumah susun. Rasanya sunyi, hanya terdengar suara detik jarum jam. Pilihan Lovata membuat hatinya teramat sakit, padahal seharusnya mereka masih bisa memperjuangkan segalanya.
"Kenapa kamu jadi pengecut? Apa karena kamu udah terlalu nyaman tinggal di sana?" lirih Killian pada bayangan Lovata yang seakan sedang tersenyum, namun bukan kepadanya.
Selama tiga hari Killian berupaya memulihkan kondisi fisiknya yang terluka. Dia berjuang sendirian, bertahan hanya dengan harapan bisa mendapatkan Lovata kembali.
Setelah pulih, diam-diam Killian mendatangi kediaman Candra. Dia mengintai dari kejauhan, melihat situasi agar bisa menemukan waktu yang tepat untuk membawa pergi Lovata.
Namun, saat melihat Lovata keluar dari rumah. Lalu masuk ke mobil Altaf, hatinya benar-benar terbakar cemburu. Dia mengikuti mobil itu, ingin tahu mau ke mana mereka pergi.
Mobil berhenti di depan Wedding Galery. Altaf membukakan pintu untuk Lovata, lalu merangkulnya masuk ke dalam. Killian pun ikut masuk setelahnya, beruntung di sana sangat ramai sehingga keberadaannya tidak begitu kentara.
Tampaknya Altaf dan Lovata sedang membahas pernikahan keduanya bersama pemilik tempat ini. Terlihat dari beberapa pegawai yang menunjukkan koleksi gaun pengantin, dan Lovata sedang memilihnya.
Altaf merangkul Lovata lagi dan bertanya apakah wanita itu menyukainya, Lovata mengangguk dan Altaf langsung membelikannya.
"Secepat ini kamu berpindah, Lov?" desis Killian.
Rencana Killian berubah, tidak lagi berharap bisa membawa Lovata pergi. Dia keluar dari Butik itu dan langsung menancap motor secepat mungkin.
Bayangan Lovata yang tampaknya bahagia dengan pilihannya yang sekarang, membuatnya sakit hati.
CIITTTTT!
"Woi, Lo nggak punya mata, ya?!" hardik seorang pengendara mobil saat nyaris saja bertabrakan dengan Killian. Dia turun dan memeriksa keadaan mobilnya dengan teliti. "Emang Lo bisa ganti kalau mobil gue lecet?" maki pria muda itu kembali.
Killian diam saja, namun wajahnya benar-benar kelam. Untung pria itu segera pergi, kalau tidak bisa dia pastikan bukan mobilnya yang akan lecet, melainkan wajahnya.
Namun dari sini mata Killian pun terbuka, kalau tidak punya apa-apa maka semua orang akan menghina. Dia kembali menarik gas, berbelok arah menuju tempat yang selama ini ditinggalkannya.
***
PRANG!
"Lian?" Seorang wanita terkejut saat melihat kedatangan Killian di rumah itu. Piring yang semula akan ditaruh di meja makan, pecah di dekat kakinya.
"Papi, lihat siapa yang datang!" jerit wanita itu dengan keras.
"Ada apa Mi, masih pagi sudah teriak-teriak?" Datanglah seorang pria dari arah belakang Killian. "Kamu siapa?" tanyanya.
Killian membalikkan badan.
Pria bernama Ivander itu sontak membeliak. "Lian, kamu pulang, Nak?" lirihnya sembari mengulur tangan hendak menyentuhnya.
Wanita di belakang Killian, ibu tirinya itu menangis sesenggukan.
Ini keputusan yang paling buruk bagi Killian. Bagai menjilat ludah sendiri, dia mengingkari janjinya pada almarhumah ibunya saat pergi dari rumah ini, enam tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate (Tamat)
RomanceLovata kabur di hari pernikahannya. Di tengah pelarian, uangnya raib dicuri orang. Tidak cukup sial sampai di situ, Lovata pun harus kejar-kejaran dengan preman yang berniat jahat padanya. Di saat nyaris menyerahkan diri pada kesialan, tiba-tiba dat...